Bagian 27 END

1.1K 46 1
                                    

"Apa rencanamu?" Tanya Titan. Ia bersandar pada daun pintu kamar Rhea. Setiap ia bergerak sedikit saja, akan ada bunyi gesekan nyaring engsel pintu.

Titan menatap Rhea. Menunggu jawabannya.

"Tidak ada, " jawab Rhea seadanya.

"Kamu memang tidak pernah ingin melawan pamanmu, kan?"

"Entahlah. Dia pernah menjadi orang terdekatku."

"Lalu, kau ingin membatalkan perlawananmu?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Sepertinya aku ingin berdamai dengan Sukonto. Kau sudah ada di sini. Ibu juga sudah kembali. Dalam sebuah perjelahian, aku mungkin akan kehilangan nyawa. Tetapi bukan itu yang kutakutkan. Ada nyawa lain yang hilang. Orang yang aku sayangi."

"Kau sudah dewasa. Pasti akan ada akhir yang baik."

***

Sore ini, langit benar-benar mengerikan. Bergemuruh, berwarna abu-abu pekat, dan awan hitam bergerak beriringan.

Asap tipis keluar dari sebuah cerutu yang dihimpit dua jari. Ia menghembuskan napasnya. Angin malam menerbangkan asap putih itu jauh ke atas sana, kemudian menghilang begitu saja. Pemiliknya tersenyum tipis memandangi enam lelaki muda yang kian mendekatinya.

Ia tidak pernah menyangka berandalan itu akan tiba di markasnya. Bukan rumah tua yang dipenuhi debu dan sarang laba-laba. Area ini tentu lebih terbuka dan udara segar dapat dirasakan setiap kali menghitup napas.

"Ada keajaiban apa hingga kau datang kesini? Mau memamerkan ibu dan kakakmu?"

"Ada yang ingin kusampaikan. Ini tentang kematian istrimu." Ucap Rhea.

Sino tiba-tiba muncul dari pintu belakang. Ia menghalangi langkah Rhea yang hampir berhadapan dengan Sukonto. Sino menggertakkan giginya. Membuat raut wajahnya semakin terlihat marah.

"Kupikir ada seorang penghianat yang menjadi suruhanmu selama ini. Mungkin kau akan terkejut jika aku memberitahu dirimu, Sukonto." Ucap Rhea tenang.

Dahi Sukonto berkerut dalam. Bibir sebelahnya terangkat naik, dan matanya menyapu sekeliling, "Penghianat?"

"Hentikan omong kosongmu itu anak kecil. Kau tidak tahu apa-apa. Pulang dan kerjakan PR mu atau gurumu akan menghukummu," Sino berucap lirih tetapi penuh penekanan di setiap katanya.

Rhea tertawa, "kupikir kamu lupa akan sesuatu. Kamu tahu itu apa? Kamu terlalu meremehkan anak kecil."

Setelah selesai berbicara, Rhea langsung melangkah maju ke depan. Ia melewati lelaki dua puluh lima tahun itu begitu saja. Ia menghiraukan apa yang akan Sino lakukan.

"Kamu pikir, tidak ada penghianat di kelompokmu?" Ucapan itu menginterupsi langkah Rhea. Kakinya berhenti begitu saja. Tangannya mengepal erat.

"Aku percaya dengan teman-temanku." Balas Rhea, lalu melangkah lagi, semakin dekat dengan Sukonto.

Bugh!

Sebuah pukulan keras mendarat tubuhnya. Ia yang tak sempat menghindar sehingga tubuhnya jatuh tersengkur di lantai yang berdebu.

Fandi dan beberapa temannya langsung membantunya berdiri.

"Kamu memang pecundang, Sino!" Fandi mengumpat.

"Habisi mereka!" Sino menyuruh anak buahnya menyerang.

Hal ini sudah menjadi bagian dari kemungkinan terburuk yang akan terjadi malam ini. Pertarungan terbesar antara Estaka dan para Berandal Buana.

Berandal Buana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang