Bagian 5

1K 55 0
                                    

Rembulan malam itu semakin meninggi. Udara malam cukup panas dan menyesakkan. AC di kamarnya belum selesai di pasang. Faya membiarkan jendela kamarnya terbuka. Ia berdiri di depan jendela dan merasakan hembusan angin malam yang semakin lama semakin dingin.

Lama ia berdiri di tempat itu. Tak ada aktifitas lain yang dia kerjakan selain menikmati malam. Melihat ke arah langit yang sedang cerah-cerahnya. Bintang-bintang bertaburan dan bulan berbentuk bulat penuh.

Lain dengan hatinya sekarang. Ia sedang was-was dan khawatir. Ia tahu apa yang dikatakan teman-temannya itu benar. Faya harus waspada menjalani hari-harinya besok. 

Mungkin saja obat itu bukanlah narkoba, tetapi kenapa cowok super dingin itu meminumnya di tempat sepi.

Srreeekkk!!!!

Suara itu terdengar jelas dari luar kamarnya. Saat ia mencari asal suara itu, ia melihat sebuah bayangan keluar dari halaman depan rumahnya. Faya segera keluar kamarnya dan menuruni tangga ke lantai bawah. Beberapa anak tangga sukses ia lalui. Tinggal lima anak tangga lagi ia sudah sampai di lantai. Namun ia tak sengaja terpeleset. Dan BRUUKKK!!!!. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri.

Fahri yang melihat adhiknya terjatuh langsung menggendongnya kembali ke kamarnya. Lutut sebelah kirinya terluka dan kulit sikunya sedikit mengelupas, sedangkan tangan kirinya mengenai kayu dan menimbulkan  luka yang membiru. Dahinya membentur lantai dan membuat Faya tak sadarkan diri.

Beberapa menit telah berlalu. Fahri telah selesai memerban luka yang terbuka dan mengeluarkan darah. Kini kakaknya menyeka luka yang membiru. Matanya perlahan mulai terbuka.

“Faya, bangun, dek!” ucap kakaknya dengan wajah khawatir, “Kamu masih inget sama kakak, kan? ini berapa?” tanya Fahri sambil memperlihatkan jarinya. Faya  menepuk pipi Fahri pelan.

“Abang masih sempet-sempetnya bercanda. Nggak lucu tahu,” Ia memanyunkan bibirnya. “Awww sakit kali bang!” Faya meringis kesakitan.

“Kenapa kamu bisa jatuh sih, pasti buru-buru. Mau ngapain? Oh iya, pasti mau nyusulin abangnya yang ganteng ini, kan?” goda Fahri.

“Apasih!" Faya mencubit lengan abangnya, "Bang tahu nggak sih waktu tadi aku di atas, aku lihat ada orang masuk ke halaman depan. Dia ngendap-endap gitu. Aneh nggak sih?”

“Masa? Kamu salah lihat kali."

“Nggak mungkin, tadi tuh aku lihat orang itu masuk halaman. Dan aku juga lihat dia keluar. Nggak mungkin salah lihat kali, apa jangan-jangan...,” omongan Faya terpotong. Abangnya lebih dulu menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangannya.

“Cerewet banget sih kamu, kamu salah lihat pasti. Sekarang kamu tidur. Abang mau ke kamar dulu,” ujar abangnya sambil memakaikan selimut.

Glekk!!!
Pintu pun tertutup rapat. Pikirannya melayang-layang. Apa mungkin itu orang suruhan Rhea buat balas dendam.

Faya tak tahu apa yang harus dia lakukan. Seluruh badannya terasa kaku dan sakit. Memar di kepalanya membuatnya sering merasa pusing dan mual. Ia ingin bangkit dari tempat tidur, namun nyeri di seluruh badannya membuatnya mengurungkan niatnya untuk bangkit.

Tiba-tiba saja ia mengingat sesuatu. Bayangan tadi sembat meletakkan sesuatu di halaman rumahnya. Faya berusaha bangkit dari tempat tidur. Tangan kanannya menarik gagang pintu. Dengan perlahan ia menutup kembali pintu itu agar tidak ketahuan kakaknya.

Kali ini Faya menuruni anak tangga dengan hati-hati. Langkahnya terasa berat sekali. Kadang ia harus menahan rasa sakitnya. Akhirnya ia sudah sampai di lantai dengan selamat.

Faya pun menarik pintu depan. Ia melihat sekelilingnya. Faya lupa membawa alat penerangan. Kakinya tak memungkinkan untuk kembali lagi ke dalam rumah. Ia hanya melihat dengan penerangan seadanya.

Berandal Buana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang