Bagian 25

703 37 0
                                    

Faya mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kelasnya. Bel sudah berbunyi nyaring sejak lima belas menit yang lalu. Diandra belum datang. Begitu juga dengan Tata.

Kelas ramai seperti biasanya. Shanti dengan gengnya bergosip di ujung ruangan. Banyak yang memperhatikan dan menanggapinya. Beberapa memilih bermimpi indah tanpa guru killer yang mengganggu tidur pagi.

Saat seorang masuk ke ruang kelas, suasana berubah seketika. Mereka diam tanpa kata. Hening tanpa suara. Tampak seperti melihat seorang yang menakutkan. Seluruh mata menatap ke arah pintu memperhatikan perempuan yang memasuki ruangan kelas 11 IPA 2.

"Yeee.... kirain guru yang mau ngajar" geritu seorang di ujung disusul gerutuan lainnya.

"Kelas kita kosong sampai jam ke empat," ucap si ketua kelas sontak membuat riuh seluruh penjuru ruangan. Tidak dengan Faya.

Tanpa disuruh, Diandra meletakkan tasnya di sebelah bangkunya. Memang belum ada yang menempati.

"Tata mana?" Tanya Diandra setelah duduk di bangkunya.

Faya mengangkat bahunya malas, "belum datang," jawabnya kemudian. Beberapa saat setelah itu pandangannya beralih pada jari Diandra yang terluka, "jarimu kenapa?" Tanyanya penuh selidik.

"Ahh... ini ulah kucing tetanggaku," terang Diandra. Raut wajahnya sedikit berubah.

Diandra menggeser kursinya dan mendekat ke arah Faya. Ia berbisik pelan, "Dia- yang -ma. Di- orang dima- la-ku."

Kening Faya berkerut dalam. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya menjauhi Diandra. Namun Diandra mencegahnya dan kembali berbisik, "jangan mencari tahu apa yang bukan menjadi urusanmu atau kamu akan mendapatkan akibatnya sama sepeti 'temanmu'," bisiknya lebih keras sambil menekankan kata teman.

Teman? Brigita....

"Apa yang kamu lakukan?" Bisik Faya lirih dan samar karena terendam suara berisik kelas, "Brigita dimana?"

"Kubilang urus-urusanmu sendiri. Jangan mengurus urusan Brigita dan Rhea! Kamu itu sendiri!"

"Kamu orang itu, kan? Orang yang mengirimi surat ancaman itu?"

"Kamu tahu kenapa aku melakukan itu? Karena Rhea itu milikku!"

"Ndra!"

Diandra tersenyum tipis lalu memperbaiki posisi duduknya. Setelah itu ia mengeluarkan buku dan peralatan menulis, seperti tidak terjadi apa-apa.

"Ndra, dimana Brigita sekarang?" Tanya Faya khawatir, "dia tidak ada kabar setelah ke rumahmu."

Kening Diandra berkerut, "aku tidak tahu."

Faya menghela nafasnya kasar lalu berlari keluar kelas. Ia menyusuri koridor selatan berbelok, dan hampir menabrak seorang guru. Suara langkahnya membuat orang di setiap kelas melihat keluar pintu, namun ia tidak menghiraukannya lagi.

Tanpa mengetuk pintu, seluruh siswa kelas 11 IPA 3 sudah memperhatikan dirinya termasuk Rhea. Entah kenapa guru kelas itu juga belum hadir.

"Kenapa?" Tanya Rhea setelah menyeret dengan paksa dirinya menjauhi pintu.

"Brigita belum ada kabar setelah pergi ke rumah Diandra. Diandra juga aneh. Dia mengamcamku untuk tidak mencampuri urusannya. Dia juga membisikkan sesuatu. Tapi aku tidak mendengarnya." Faya bercerita dengan kekhawatiran yang menguasai dirinya.

"Diandra berbisik, dia dima... sa. Dia.." Faya mencoba mengingat bisikan patah-patah Diandra. "Ahhh...." Faya mendesis frustasi, "yang jelas sekarang Brigita mungkin tidak baik-baik saja."

Berandal Buana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang