P.s: kayaknya perlu baca part sebelumnya sih, karena udah lama banget nggak muncul dipermukaan, takutnya lupa haha. Happy reading^^
--
"Alvin?" aku tidak dapat menyembunyikan rasa bahagiaku saat ia berjalan mendekat dan meraihku dalam pelukan.
"Apa kabar?" Tanyanya masih memelukku.
"Baik." Kataku menatapnya. Rambutnya masih berpotongan sama seperti beberapa tahun lalu. Gaya bicaranya masih sama. Hanya ia terasa lebih tinggi dari sebelumnya. "How's Singapore?"
"Panas. Beda tipis sama disini," aku ikut tersenyum rindu saat ia tersenyum menatapku. "Lunch?"
"Boleh. Ayo, nanti sekalian aku anter."
Kami berjalan menyusuri mobil-mobil lain yang juga memenuhi parkiran bandara ditengah matahari yang terik. Alvin sudah menawarkan kacamata-nya yang langsung kutolak, dan sekarang ia memasangkan topinya di kepalaku.
"Lama nggak ketemu kamu, makin cantik aja ya Fy."
Aku tergelak sambil memukul bahunya. "Sial." Pipiku memerah. Kuharap ini karena faktor cuaca yang panas, tapi diriku sendiri menyangkal hal itu.
"Jogja padat banget ya," komentar Alvin saat kami terkena macet di lampu merah flyover. "Rasanya udah kaya lama banget nggak pulang."
"Tapi emang bener kan, lama nggak pulang?" Alvin terkekeh. "Dalam rangka apa sih, Al, pulang? Bukan dalam masa liburan kan ini."
"Mama sakit, Fy. Makanya pulang,"
"Sakit apa?"
"Biasa, vertigonya kambuh. Sempet dirawat tiga hari, tapi nanti sore katanya boleh pulang sih."
"Ya ampun, pasti kecapekan lagi."
Mama Alvin seorang notaris. Sejak saat SMA, waktu dulu aku masih pacaran dengan Alvin, tiap kali beliau sakit aku tidak pernah absen menjenguk. Hal yang selalu mama Alvin lakukan ketika aku datang adalah menyuruhku duduk dan memintaku untuk memotong-motong apel. Katanya potonganku pas untuk ukurannya.
"SS banget nih?" tanyaku saat dia membelokkan mobil ke salah satu rumah makan lokal. "Kangen sambal Indonesia apa gimana?"
"Uh-hm." katanya sambil menulis pesanan. "Kamu mau apa?"
Gantian aku menuliskan pesananku. Sesekali aku mengetukkan bolpoin ke dagu untuk menentukan pilihan antara ayam goreng atau ayam bakar. Begitu selesai, aku langsung memanggil mbak-mbak waitress untuk mengambil pesananku.
Aku menatap Alvin sambil tersenyum. "Ngapain sih, Al, ngeliatin mulu?" aku sudah mencoba untuk pura-pura tidak sadar, tapi Alvin terus saja memandangiku sambil tersenyum.
"Nggak. Makin cantik kamu tuh," lagi-lagi aku tertawa dan berharap pipiku tidak merona.
"Apaan sih, nggak jelas banget!" kataku. "Btw, sibuk banget ya kuliah sampai pulang pun jarang banget,"
"Gitu deh, susah Fy mau minta duit buat balik tuh." katanya sambil tersenyum miring. "Selama aku di Singapore nggak pernah samperin mama ya?"
"Jarang ih," ya ngapain juga kan aku samperin mamanya Alvin sementara aku dan anaknya aja udah nggak menjalin hubungan?
Mama dan Papa Alvin seperti Mama dan Papaku, pisah. Papanya Alvin sekarang di Singapore, sudah punya kehidupan sendiri. Alvin pindah ke Singapore juga karena dia kuliah dibiayain sama papanya.
Berbincang dengan Alvin masih sama seperti dulu, menyenangkan. Aku selalu bisa menghabiskan waktu dengan Alvin tanpa merasa bosan. Berbagi tawa karena candaannya. Saling memperlihatkan guratan yang tercipta saking nikmatnya tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LoFever
Romance"Lo kalo mau bohong, satu pesan gue. Lo harus pandai mengingat. Karena ketika lo bikin satu kebohongan, maka akan ada kebohongan lain yang perlu lo buat untuk menutupi kebohongan pertama lo," -Fyra Kynanda