[2] - Nice to meet you, again.

921 80 8
                                    

Aku telat lagi. Salahkan jam dindingku yang habis baterai. Salahkan juga ponselku yang aku atur dalam mode hening, tanpa getar. Salahkan juga Papaku yang selalu berangkat pagi tanpa membangunkan aku. Salahkan aku juga yang nekat drama marathon semalam.

Karena aku gak mungkin masuk di kelas pertamaku yang dimulai satu jam yang lalu, maka aku memutuskan masuk ke jam kedua.

Aku berderap keluar kamar, menyalakan kompor dan memasak telur dadar kesukaanku. Ada poin positif aku tidak ikut kelas pagi ini, yaitu aku bisa sarapan. Poin plus selanjutnya adalah aku tidak perlu mendengarkan ceramah dosenku yang kebanyakan marah-marah dibandingkan menerangkan materi.

Selesai memasak telur dan sarapan di depan tv, aku langsung mandi dan bersiap-siap berangkat. Hal yang aku sukai dari kesendirianku di rumah adalah aku bebas bangun jam berapapun dan aku bebas makan apapun.

Jika Papa di rumah, pastilah aku akan dimasakkan beliau makanan sehat yang membuatku lebih sering minum daripada makan. Untungnya Papa sibuk. Kemarin Papa sempat menawarkan untuk mempekerjakan Mbok Yem setiap hari, tapi aku tolak. Kalau Mbok Yem datang setiap hari untuk memasak, aku sangsi makanan itu akan habis setiap hari. Yaa, mengingat Papa emang tidak pernah menginjakkan kaki lebih cepat dari jam 8 di rumah.

Selesai bersiap, aku membelah jalanan dengan motor matic kesayanganku. Motor ini sudah menemaniku sejak aku SMA, kami melewati suka dan duka bersama-sama. Huhuhu.

Sialnya aku melupakan satu hal. Berangkat ke kampus jam 9 sama dengan mengantri dalam operasi zebra. Ya, surat-suratku sudah lengkap sih. Tapi masalahnya, aku lupa membawa STNK yang kemarin habis dipinjam Papa. Akibatnya, aku harus mengantri untuk mendapatkan surat tilang.

Aku berulang kali mengetukkan kakiku ke jalanan sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku. God, lama sekali. Lucu nggak kalau aku bolos lagi? Enggak kan? Oke, sabar Fy...


----


"Minta tolong gojek bisa nggak ya?" kataku sambil meletakkan kepalaku diatas meja kantin. Via hanya menatap kasihan dari balik mangkuk baksonya.

"Gue mintain tolong nyokap aja apa?" tanyanya yang langsung kubalas dengan gelengan kepala. Aku udah banyak banget repotin tante Tiara. 

"Nggak deh, makasih. Gue tahu banget toko hari Jumat tuh lagi rame-ramenya." kataku. "Lagian kenapa kuisnya diganti Jumat sih elah?"

"Mana tahu," kata Via setelah menandaskan baksonya. "Eh lo tahu nggak sih bakso Pak No mau digusur?"

"Seriusan?" aku langsung menegakkan kepalaku. "Demi apa?"

"Demi bang Aji!" katanya. Jangan tanyakan siapa bang Aji, karena aku juga tidak tahu siapa itu bang Aji. "Soalnya tempatnya mau dibikin kos-kosan. Anjir banget ye sekarang pembangunan mulu, abis udah lahan strategis di Jogja,"

"Trus pak No pindah dimana?" aku masih memikirkan nasib pak No.

Pak No itu pedagang bakso yang lokasinya lumayan deket dari kampus kami, baksonya enak apalagi bakso gorengnya buset nggak ada yang ngalahin. Aku bisa abis duit lebih dari lima ribu untuk nyemilin bakso goreng doang.

"Nggak tahu deh," kata Via. "Balik yuk. Mau bantu-bantu toko,"

"Gue ikut deh," kataku. 

Vicave ini kayanya perlu ganti nama deh, jadi Vycave karena dibanding Icha aku lebih sering setor muka disini. Bahkan pegawai Vicave sudah hafal diluar kepala dengan pesananku karena aku pesan itu-itu aja disini. Ya, loyalitas produk bro. 

"Tante, Icha kok nggak pernah kelihatan sih?" tanyaku sambil memandangi tante Tiara yang tengah sibuk menata roti kedalam display product.

"Kan mau ujian, Fy. Sana main ke rumah kalau mau ketemu tuh," kata tante Tiara. "Lagian kamu main kesini doang nggak pernah ke rumah. Dicariin Om-mu tuh,"

LoFeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang