Sabtu malam atau biasa kalian sebut dengan malam minggu. Malam penting untuk sejoli - sejoli kasmaran yang entah kapan malam ini diresmikan menjadi malam berpacaran atau oleh siapa diresmikannya. Tidak ada yang mencoba mencari tahu.
Malam minggu menjadi sedikit berbeda terutama buatku. Kalau alasan kenapa Riza meminta malam minggu untuk bertemu tentulah karena malam - malam yang lain dia punya kewajiban yang harus dia lakukan. Yap, dengan profesinya sekarang sebagai pelajar kurasa dia melakukan pekerjaannya dengan baik.
Aku sampai di taman yang kemarin lagi. Yang minggu kemarin lagi saat Devan menelponku menyuruhku pulang. Tapi kali ini dia menelpon pun tidak akan aku angkat. Riza yang menyuruhku kesini. Aku tidak tahu kenapa dia suka sekali tempat ini. Memang ramai dan menyenangkan sih. Katanya dia punya pertunjukkan terakhir dengan kepiawaiannya bermain sulap. Katanya sudah dipersiapkan matang. Katanya aku harus datang jam setengah delapan. Aku penasaran lagi apa yang akan dilakukan bocah yang beberapa minggu ini memenuhi ruang - ruang beku dalam otakku.
Aku berjalan menuju tempat perjanjian. Di ayunan yang dulu tempat dia melihatku dari bawah. Aku melewati tempat dimana dia menunjukkan tempat yang dia dengan asyiknya melihatku. Dia sudah ada di ayunan itu. Membawa gitarnya. Aku yang sangat penasaran dengan permainan dan suara indahnya. Penasaran kalau - kalau ternyata yang dia kirim itu bukan suaranya. Bisa saja tetangga atau temannya.
Aku melihatnya dari bawah dia memang ganteng, tampan, lucu menggemaskan. Oh tidak, aku semakin terjebak dalam perasaan - perasaan yang kurasa seharusnya tidak ada antara Denia dan Riza.
"Ngapain disana?" Aku terkejut dan lari dari lamunan sesaatku. Riza memanggilku dengan keras dari atas.
Aku memberikan kode dengan jentikan jari manisku. Kode aku akan ke atas. Aku berjalan menaiki anak tangga. Sampai di atas dan mendapatkan senyum manis dengan rasa yang menusuk ke dada.
"Ngapain ngintip di bawah?" Katanya saat aku berjalan mendekatinya dan duduk di atas ayunan yang berhadapan itu.
Ayunan itu berbentuk dua tempat duduk yang berhadapan dan terbuat dari besi, berwarna putih tapi karena sering hujan catnya mulai terkelupas dan terlihat besi - besi berkarat yang ditutupi oleh cat itu seharusnya.
"Gantian mau liatin kamu."
"Ngapain jauh - jauh liatnya kalau bisa deket - deket." Dia tertawa dengan fokus mata awalnya ke gitarnya, kemudian matanya perlahan beralih menatap mataku. "Nih liatin aku." Katanya.
Aku malu. Malu sekali. Salah tingkah aku dibuatnya. Aku palingkan mataku ke arah kanan berusaha menghilangkan sedikit rasa maluku dari tatapannya.
"Nyanyi dong." Kataku sambil masih melihat ke kanan dan ke kiri.
Dia memetik gitarnya kemudian menyanyikan lagu "Thinking Out Loud" - Ed Sheeran dengan suaranya yang sangat lembut. Membuatku semakin terbuai dengan malam yang damai yang belum pernah kulalui sebelumnya. Taman yang ramai namun semua keriuhan suara - suara itu hilang. Hanya ada suaranya dan petikan gitarnya di kedua daun telingaku.
YOU ARE READING
10 YEARS
Romance"Umur kamu 32 tahun. Benar kataku dulu, kita akan menikah saat umurmu 32 tahun." kata Riza. Aku hanya menangis saat itu. Saat dia melamarku. Saat aku sudah menghabiskan beberapa tahun dalam siksaan batin yang dalam. Dia datang lagi, sesuai rama...