"Ayuk Denia." Yudhis begitu saja menyabet lenganku dan menyeret badanku yang sebelumnya sedang aku sandarkan di kursi di pojokan. Berusaha aku menghubungi Riza, tapi kenapa Rizaku sedang susah di hubungi.
Jam digital di layar HP ku menunjukkan pukul 5 sore. Aku khawatir Riza kemana saja, ini tidak seperti biasanya. Tapi aku lebih khawatir lagi dengan keadaanku sekarang.
Yudhis memerintahku masuk ke dalam mobil Yarisnya lagi. Aku sudah malas berontak dan aku lebih penasaran darimana dia tahu aku sudah punya pacar, sedangkan setahuku dia bukan tipe yang memperhatikan butiran debu sepertiku. Seorang seperti Yudhis memang begitu.
Mobil Yaris itu melaju kencang sampai kesebuah pusat perbelanjaan. Yudhis berbelok dan memarkir mobilnya disebelah mobil Kijang berwarna putih.
"Mau ngapain?" Tanyaku kesal. Yudhis benar - benar membuatku kesal. Dia benar - benar seenaknya. Aku bukan siapa - siapa dia. Aku benar - benar menyesal dulu pernah mengidolakan dia.
"Turun! Kita beli baju."
Baju? Untuk apa? Dia fikir aku tidak bisa beli baju?
"Enggak usah banyak mikir, ntar juga tahu. Sekarang nurut aja dulu." Katanya lagi.
Aku yang kesal dan Yudhis yang terlihat senyum - senyum menyebalkan itu menggiringku ke toko pakaian.
"Pilih yang buat pesta, yang cantik!" Perintahnya lagi.
"Buat apa sih?? Aku mau pulang aja." Aku memberanikan diri berjalan keluar dari toko pakaian itu dengan cepat.
Yudhis mengejarku dan meraih tanganku. "Aku mau kasih tau sih. Tapi entar enggak seru. Jadi buat hari ini aja kamu nurut yaa. Percaya deh sama aku Denia." Baiklah Yudhis berhasil meluluhkan dan membuatku semakin penasaran.
Aku menurut juga untuk memilih - milih baju yang formal untuk acara - acara resmi seperti yang dia minta.
Aku keluar dari ruang ganti dan sedikit memutar badanku dalam balutan gaun itu di depan Yudhis. "Bagus gak kak?"
"Cantik.. eh, maksud aku iya bagus itu aja."
Yudhis membayar gaun, "Langsung pakai ya Denia, sekalian dandan dikit. Atau mau ke salon?"
"Enggak, enggak usah aku dandan sendiri aja."
Yudhis agak terdiam melihatku dengan gaun dan dandanan sebisaku.
"Kak.. kak?" Aku melambaikan tanganku di depan mukanya.
"Eh, udah jam berapa nih? Langsung deh." Dia menarik tanganku lagi. Dan aku lepaskan karena dia sudah terlalu sering menyentuh tangan kekasih Riza hari ini. Sudah cukup.
Aku mencoba menelpon Riza sekali lagi, tetapi tidak diangkat. Riza dimana? Aku khawatir.
****
Kami sampai di sebuah restaurant keluarga mewah di kotaku. Kota ini memang bukan kota besar seperti ibu kota. Banyak cafe kecil dan restaurant tapi yang semewah ini jarang kecuali memang restaurant yang berada di dalam hotel."Turun Denia." Kata Yudhis dengan senyuman manisnya ke arahku. Aku langsung berfikir ternyata dia ingin mengajakku kencan.
"Aku enggak mau kencan kak. Aku sudah punya pacar!" Jawabku tegas.
"Hahahaha. Aku sudah tahu. Walaupun aku jadi mau kencan sama kamu. Makanya pleasee Denia, kamu nurut sekali lagi." Wajah Yudhis memelas.

YOU ARE READING
10 YEARS
Romance"Umur kamu 32 tahun. Benar kataku dulu, kita akan menikah saat umurmu 32 tahun." kata Riza. Aku hanya menangis saat itu. Saat dia melamarku. Saat aku sudah menghabiskan beberapa tahun dalam siksaan batin yang dalam. Dia datang lagi, sesuai rama...