"Umur kamu 32 tahun. Benar kataku dulu, kita akan menikah saat umurmu 32 tahun." kata Riza.
Aku hanya menangis saat itu. Saat dia melamarku. Saat aku sudah menghabiskan beberapa tahun dalam siksaan batin yang dalam. Dia datang lagi, sesuai rama...
Hari - hari berlalu seperti perasaan petani kopi yang melihat biji - biji kopi itu tumbuh semakin cantik. Mengelukan kata - kata cinta membuatku terhanyut dengan buaian angan yang seolah menjadi semakin nyata. Riza adalah pangeran dari kerajaan antah berantah yang datang dan menemukan cinta. Aku gadis desa dengan sejuta impian terwujud setelah ditemukannya.
Dia benar - benar seperti pangeran di mataku. Perlakuannya tidak bisa aku lukiskan dengan cat - cat banyak warna yang terasa kurang untuk indah menggambarkannya. Atau dengan kata - kata apa bisa kutuliskan dia. Dia baru berumur 16 tahun dan kelas 2 SMA, baru saja kelas 2 SMA. Tapi dia adalah pria, he is a man between all man i ever known. Seolah begitulah Bahasa Inggrisnya.
Dia tidak pernah marah - marah, tidak manja, sangat tidak sesuai umurnya, tidak cemburuan, bukan berarti tidak cinta. Dia menunjukkan cinta bukan membualnya. Aku ahhhh sudah kehabisan kata - kata.
Baru saja aku menutup teleponnya, dia baru pulang sekolah dan pergi lagi mempersiapkan latihan untuk pementasan band nya beberapa minggu lagi. di sekolah. Pacarku, Rizaku dia punya band bersama teman - temannya. Aku beberapa kali ikut menemani latihannya, dia memang berbakat, aku tahu Riza akan menjadi bintang besar kelak dan aku orang yang pasti ada di belakang panggung dengan semua gemerlap lampu dan riuh rendah penonton yang meng-elukan namanya, kemudian akan naik ke panggung dengan seikat bunga dan memeluk serta menciumnya setelah konsernya selesai.
Riza membantuku menyemangati keahlianku dibidang fashion. Aku sedang dalam usaha merancang brandku sendiri. Walaupun aku nantinya akan jadi perancang busana sukses dan kaya, tapi aku akan menunggu sampai Riza selesai dengan sekolah dan cita - citanya kemudian menikah. Baiklah itu masih hal yang jauh apalagi untuk Riza.
"Haaloo.."
"Halooo Nia?" Jawab Riza saat aku telpon dia, aku bukan mau mengganggunya sungguh, tapi kerinduanku sudah ada di puncaknya.
"Hmmmm.."
"Kok hmmm..??"
"Kangeeen.."
"Aku juga kangen. Bentar lagi aku selesai."
"Terus kita ketemu?"
"Aku ada les lagi, boleh enggak aku les yang?" Aku selalu senang dipanggil Sayang dengan suara lembut dan hembusan nafas pelannya. Apalagi dengan nada merayunya, hatiku bisa - bisa meleleh.
"Tapi kangen.."
"Ya udah aku enggak jadi les."
"Bener?"
"Iya sayang."
Aku senang sekali Riza memilih aku daripada les nya. Walaupun iya aku egois, mestinya aku tau dia itu masih sekolah, kewajibannya itu, belajar.
Iya aku yang jahat disini. Karena Riza tidak les tapi malah menemani aku boneka manja di rumah sambil mendesain banyak sekali. Dia memainkan game di laptopku dengan sangat serius. Mengirim tweet mesra padahal aku dihadapannya. Bercerita banyak hal, karena dia bukan tipe laki - laki kaku dan pendiam.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.