12
: t a n y a :
2014
"Kenapa siklusnya terus berulang, ya?
Leia tengah memotong sayur saat mendengar pertanyaan Asti barusan. Dia melihat Asti sejenak lewat ekor matanya, kemudian lanjut memotong daging sapi. "Karena lebih baik seperti itu, menurutku."
"Lebih baik apanya?" Asti bertanya, protes. "Siklus yang sama terulang lagi dan lagi. Lo naksir cowok, cowok itu naksir cewek lain, lo patah hati, dan ulangi aja terus siklus itu sampai mabok."
Bentuk dadu dipilih Leia untuk memotong-motong dagingnya. Hari ini, dia masak bersama Asti dan Nirna di rumahnya. Ibu Leia dan ayahnya sedang menginap di rumah saudara, meninggalkan Leia sendiri di rumah.
"But, don't you think it's kinda scary if miracle happens?" tanya Nirna dengan mata menerawang. Dia lalu mengemil kacang mede dari stoples. Sambil melirik kedua temannya di dapur, dia bersender di kulkas dan melanjutkan, "Miracle yang gue maksud ini adalah: kenyataan kalau ternyata orang yang lo taksir malah naksir lo balik."
Asti yang tengah mencari bumbu dapur untuk mengulek pun menoleh. "Kok scary? Bukannya bagus?"
"Hm... ini pandangan gue aja sih, Beb." Nirna menarik napas. "Kalau ternyata miracle happens, kalau ternyata siklusnya nggak berulang lagi, otomatis kita bakal merasa bahagia, merasa kita bisa percaya ke cowok yang kita suka. Ibaratnya begini. Lo kasih dia kepercayaan, maka lo sama aja lagi kasih dia senjata untuk menghancurkan lo, tapi lo memilih percaya bahwa dia nggak akan menghancurkan lo dengan senjata itu. I think it's scary, to feel vulnerable like that."
Usai mendengar itu, Leia tersenyum. Dia menyelesaikan kegiatan memotong dagingnya dan meletakkan potongan-potongan daging itu ke sebuah wadah. "Nirna bener," sahut Leia. "Itulah kenapa tadi aku bilang, lebih baik siklusnya terus terulang. Mungkin kita bertanya-tanya, kapan bahagianya. Cuma, lucu aja. Kenapa kita harus menuntut Tuhan untuk memberi kita kebahagiaan di saat malah lupa untuk membahagiakan Tuhan?"
"Tul!" Nirna memberi jempol. "Sebenarnya begini, Beb. Iya sih, barangkali lo bisa ngomong 'Kita emang nggak bisa percaya manusia sepenuhnya, gue nggak akan kasih kepercayaan total ke manusia'. But, sometimes, when you fall in love, your logic can't really work. Itulah kenapa gue bilang scary. Karena bisa jadi tanpa sadar, lo sebenarnya udah kasih 'senjata' ke si cowok yang lo taksir."
"To put it simple, itulah alasan kenapa aku merasa lebih baik jika siklusnya berulang," ujar Leia, lalu teringat dengan kisah Radhia. "Tapi, aku yakin bahwa akan ada masanya kita harus lebih berani untuk mengetes orang yang mematahkan siklus itu. Kita kadang memang perlu melakukan hal-hal yang membuat kita takut. Atau bahasa gampangnya, ada kalanya manusia perlu nyoba ambil risiko. Salah satunya kayak yang tadi dibilang Nirna."
"Kalau menurut lo sendiri, Lei," Asti berkata sambil mengulek bumbu dapur. "Lo capek nggak sih, ngalamin siklus yang sama berulang kali?"
Leia memejamkan mata seraya menghela napas panjang. Tentu saja dia lelah. Namun, sekali lagi, yang bisa dia lakukan cukup menerima dan berusaha ikhlas, bukan? "Gimana, ya," ujar Leia. "Kalau menurutku, masalahnya bukan apakah aku dan orang yang kusuka berakhir 'jadi bersama' atau 'tidak jadi bersama'. Masalahnya adalah: apakah aku bisa mengambil pelajaran hidup dari pengalaman aku menyukai dia atau nggak." Kemudian, Leia menambahkan, "Aku baru nyadar juga, sih. Sebenarnya, nggak ada pengalaman hidup kita yang benar-benar kebuang. Tinggal gimana kita mencari pelajaran hidup dari semua pengalaman kita buat jadi manusia yang lebih baik aja."
Asti kemudian tersenyum tipis, merasa miris.
Kemudian, hening lagi. Yang terdengar adalah bunyi minyak yang berdesis di wajan serta bunyi mengulek dari arah Asti.
"Kalian emang bener." Asti menghela napas begitu selesai mengulek bumbu untuk daging yang akan dipanggang. "Cuma, kenapa ya, seandainya kita naksir orang, dan siklusnya berulang lagi dan lagi, kenapa kita nggak kebal gitu? Kenapa kita masih aja bisa ngerasa sakit hati saat tahu siklusnya keulang lagi?"
"Ya karena lo ngarep, Ti," jawab Nirna. "Karena lo ngarep, ya lo pasti sakit hati kalau ternyata kenyataan tak sesuai harapan. Nggak peduli kalau lo udah tahu siklusnya, kalau lo ngarep ya, ending-nya lo pasti sakit hati seandainya harapan lo nggak jadi kenyataan."
Leia yang baru saja menumis bawang putih pun berhenti dari kegiatannya sesaat. Dia mengerjap.
Harapan.
Apa yang sebenarnya dia harapkan dari perasaannya terhadap Bara? Apa yang akhirnya membuat dia tidak mau mewujudkan harapan itu? Bukannya berharap itu wajar? Berharap bisa sekolah di sekolah tujuan, berharap bisa liburan ke tempat yang diimpikan, berharap bisa memenuhi cita-cita, termasuk berharap mendapatkan sosok lelaki yang dicintai. Bukannya berharap itu manusiawi? batin Leia.
Tapi, aku ini sebenarnya kenapa? tanya Leia. Kenapa aku takut banget buat menyatakan semuanya ke Bara, di saat aku yakin Bara bisa respek sama aku? Kenapa aku ragu buat mendekati Bara?
Dan dengan pertanyaan itu mengaliri benaknya, Leia kembali melanjutkan kegiatannya. Dalam hati, dia membuat catatan mental untuk menemui Radhia dan membicarakan masalah kebimbangannya ini.
[ ].
KAMU SEDANG MEMBACA
Remediasi | ✓
ChickLit"Ever wonder how it feels to love an ordinary man in the eyes of many people?" Remediasi © 2017 by Crowdstroia. Image taken from Pinterest.