5 : Kagum :

57.5K 9.6K 246
                                    


5

: k a g u m :


2014


"Weleh-weleh, ada apaan nih rame-rame?"

Pertanyaan itu dilempar oleh lelaki yang menjadi atasan divisi Leia; Aksel Hadiraja. Leia menyengir melihat Aksel datang. Akan tetapi, bukan dia yang menjawab pertanyaan lelaki itu, melainkan Marko, teman sedivisinya. "Ini, Bos. Lagi ngelihatin dagangannya si Leia."

"Dagangan?" nada Aksel terdengar tertarik. Dia mendekati Marko yang tengah berdiri di dekat Leia. Beberapa orang memang sedang mengelilingi kubikel Leia sekarang. Tertarik mencari tahu dan bertanya-tanya mengenai barang-barang yang dijual Leia. "Lo dagang apaan, Lei?" tanya Aksel, menghilangkan formalitas di saat dia hanya bersama anak-anak sedivisinya yang lumayan akrab.

"Dagang barang rajutan, Bos," jawaban ini dikeluarkan oleh Nirna. "Nih, lihat-lihat aja. Siapa tahu tertarik," lanjut Nirna sambil menyodorkan salah satu dompet rajut Leia.

Aksel mengelus-elus dompet itu, membuka isinya, menilai kualitas bahan dan estetikanya. "Bagus ini. Jahit sendiri, Lei?"

"Iya, Sel," jawab Leia. "Masih ada tas tangan, tas selempang, gantungan kunci, dan lain-lain kalau kamu tertarik."

"Uluh-uluuh, lagi promo nih, neng?"

Leia menyengir. "Mau order berapa, sis?"

Ikut menyengir, Aksel lalu melihat-lihat lagi katalog lain dari akun online shop barang rajutan Leia. Matanya melotot melihat profil akun online shop barang rajutan itu. "Ajegile, followers-nya udah banyak! Kalah nih gue."

"Bos nggak endorse, sih," ujar Nirna. "Coba bos endorse? Pasti naik dah itu followers!"

"Yaelah," keluh Marko. "Si Bos mah, kagak nge-endorse aja, cewek yang ngejar masih banyak. Apalagi kalau dia nge-endorse, Nir!"

"Kenapa, Mas Marko?" tanya Aksel dengan senyuman penuh arti di bibirnya. Matanya berbinar menggoda. Tangannya mulai menggerayangi pundak Marko. "Kamu cemburu?"

"Astagfirullahaladzim," ujar Marko, segera melarikan tangannya untuk memegangi belakang lehernya. "Udahan, ah, Bos. Merinding nih saya."

"Mau lebih dibikin merinding lagi, nggak?" Aksel tersenyum kian najis sembari mengelus pundak Marko, membuat orang-orang di sekitarnya tertawa geli. "Ya udah kalau nggak bisa sekarang, nanti malam aja ya, Mar."

Marko segera menangkup kedua tangannya ke atas. "Audzubillah himinasyaitonirrajim...."

Aksel tertawa keras sambil menepuk punggung anak buahnya itu. Tawa itu disusul oleh yang lainnya. Termasuk Leia. Dalam hati, dia merasa beruntung karena memiliki bos seperti Aksel walau Aksel seangkatan dengannya. Sudah setahun kerja, Leia merasa lebih akrab hingga berani saling meledek seperti ini. Namun, mereka masih tahu batasan jelas antara bos dengan anak buahnya.

Aksel lalu kembali melihat-lihat katalog barang-barang rajutan Leia. Setelah mengembalikan ponsel sang gadis, Aksel berkata, "Kalau gue jadi lo, sih, gue mending bisnis sendiri aja, Lei."

"Masih nyaman kerja di sini, Pak," balas Leia. "Eiya, lupa. Akun Instagram Pak Aksel udah deactive, ya? Nggak bikin akun baru lagi?"

"Bikin, kok. Nama akun lo apa? Ntar kita folback-folback aja."

Leia pun menyebutkan nama akun Instagram-nya. Setelah saling follow akun masing-masing, Leia melihat-lihat galeri di profil Instagram Aksel. Matanya segera menangkap sosok yang belakangan ini dipikirkannya.

Seolah bergerak tanpa diperintah, jemari Leia mengklik foto Aksel bersama Bara dan seorang gadis berwajah manis. Gadis itu terlihat masih belia sekali. "Ini siapa, Pak?" tanya Leia sembari menyodorkan ponselnya ke arah Aksel.

Aksel melihat sejenak sosok yang dimaksud Leia. Dan Leia yakin sorot mata Aksel melembut meski hanya beberapa detik. Lelaki itu tersenyum, hangat. "Itu Virga." Mata Aksel pun melirik Leia. "Kenapa?"

"Nggak apa-apa." Leia terdiam sejenak. "Mukanya manis, adem dilihat."

"Hmm." Aksel tersenyum. DanLeia menangkap nada puas dalam gumamannya itu.

Leia pun bertanya lagi, "Ini... sepupu atau pacar?"

"Bukan," jawab Aksel mengalihkan pandangan. "Teman baik aja."

Bibir Leia membulat. Dia lalu membuka Instagram Bara. Dan, seperti yang sudah dia duga. Jarang sekali ada post dengan wajah Bara di dalamnya. Kebanyakan fotonya berisi panorama alam, info-info kesehatan, ajakan berdonasi, dan hal-hal seputar aksi sosial.

Ada satu foto yang mencuri perhatian Leia; foto Bara bersama teman-teman sejawatnya. Terlihat Bara dan teman-temannya di foto itu tengah mengenakan baju operasi, lengkap dengan sarung tangan, sarung kepala, serta masker yang sedang diturunkan ke bawah dagu. Melihat Bara menyengir lebar di foto itu, spontan sudut bibirnya terangkat dengan sendirinya.

"Woalah, itu," celetuk Aksel tiba-tiba, mencipta rasa kejut pada Leia hingga sang gadis terkesiap. "Eh, sori Lei. Nggak maksud ngagetin."

"Nggak apa-apa." Leia berdeham, melihat teman-temannya sudah kembali ke kubikel masing-masing. Sebenarnya, jam kerja kantor sudah hampir berakhir. Kerjaannya sendiri pun juga sudah selesai, tinggal menunggu Nirna dan Asti beres-beres dan mereka akan pulang bersama. Leia lalu layar ponselnya lagi. "Maaf, tadi Pak Aksel bilang apa?"

"Itu, cewek di situ," telunjuk Aksel mengarah ke salah satu perempuan dengan rambut bergelombang di foto Bara. "Itu cewek yang dulu Bara taksir. Nggak tahu sih, sampai sekarang masih naksir apa kagak."

Seketika, ada rasa tercubit di hati Leia. Rasanya seperti diremas. Tentu, Leia tahu apa artinya. Dia bahkan sudah menduga dari awal.

Dia menyukai Bara Langit, dan dia tak akan menampiknya dengan alasan apa pun.

Benar, dia memang hanya bertemu Bara beberapa kali. Kenal pun juga bukan kenal dekat. Tetapi, bukankah hati memang seperti itu? Kita tak pernah bisa memilih kepada siapa kita jatuh.

Namun, kita bisa memilih seperti apa kita menyikapinya, batin Leia mengingatkan.

Leia menarik napas. Gadis dalam foto yang ditunjuk Aksel bukanlah gadis yang cantik. Biasa saja, bahkan. Namun, itu menurut Leia. Entah bagaimana menurut Bara atau menurut yang lain.

Seolah sedang memperkuat pendapat Leia tanpa disadari, Aksel pun berkata, "Biasa aja padahal ceweknya. Cantik enggak, pinter juga biasa aja."

Leia mengerjap, melihat Aksel yang kembali ke ruangannya. Dalam hati dia berpikir, betapa beda Aksel dengan Bara. Namun, mereka akur terlepas dari perbedaan pandangan hidup mereka. Dia pun bertanya-tanya. Kenapa manusia tidak bisa seperti itu? Kenapa jika ada manusia yang beda sedikit pemikirannya dari standar masyarakat, maka manusia tersebut bisa dengan mudahnya dicap jelek atau kafir?

Menghela napas, Leia kembali menatap foto di galeri Bara. Foto-foto di awal kebanyakan hanya foto punggung saja. Leia tak mengerti kenapa beberapa lelakinya suka memasang foto seperti itu di galeri media sosial mereka. Apa mereka kurang percaya diri dengan wajah sendiri?

Membuka salah satu foto, dia pun terkekeh membaca komen-komen di foto itu. Pada foto Bara yang sedang berada di gunung, komen-komennya seputar 'alhamdullah ya akhi fotonya bukan foto punggung doang' atau 'nih foto kayak ada gelap-gelapnya gitu ye, Bar' yang merujuk pada kulit gelap Bara.

Leia membaca caption di beberapa post Instagram Bara. Hingga akhirnya, Leia menarik kesimpulan. Bara is a feminist. Dia bukan lelaki yang memaksakan kehendak agar perempuan yang jadi istri harus selalu di rumah. Bara tidak memandang rendah perempuan hanya karena perempuan melacurkan diri.

Dan, bertambahlah kekaguman Leia kepada Bara.

[ ].

Remediasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang