1.2 New Student

440 13 0
                                    

Sebuah perjalanan jauh dari Bandung menuju Tokyo yang menempuh jarak 5597 km. Selama di perjalanan diriku tidak sendiri, ditemani oleh seorang wanita dewasa yang diminta untuk menemaniku dari sponsor lomba. Dia dengan cegat mengurus semua keperluan yang dibutuhkan. Dalam hati, rasa kagum padanya muncul bagaikan bunga yang bermekaran. Kami pun sampai di Akademi Tokuto. Pandangan pertama yang aku lihat dari sekolah ini adalah sebuah gerbang besar seperti gerbang kerajaan. Aku tidak menyangka bahwa sekolah ini memiliki gedung yang besar. Gerbang yang terbuat dari batu bata merah yang tersusun rapi dengan sebuah plester berwarna abu-abu, serta pagar plat besi berwarna hitam bagaikan sebuah penghalang yang memperlihatkan inilah kepemilikan seorang bangsawan.

Sebelum aku menuruni mobil yang mengantarkanku, aku disuruh untuk memakai seragam sekolah. Yap, ini adalah hari pertama aku sekolah di sini. Tidak mungkin aku memasuki kelas dengan pakaian biasa. Efek dari gerbang besar yang ku lalui itu seperti tamu yang terhormat. khayalan tingkat tinggi selalu bermunculan saat sampai di sekolah ini. Aku menuju sebuah bangunan tua. tepat disana, seorang pria tua menunggu kehadiranku. Wanita yang menemaniku dan satpam yang menjaga gerbang tadi membantu membawa barang-barangku ke asrama. Dengan senyum kecil di wajahnya, wanita itu memberikanku sebuah kunci kamar dan memiliki gantungan yang bertuliskan 127. Pemandangan disekitar begitu bersih dan nyaman serta banyak pohon dan tanaman hias tumbuh subur disini. Walaupun disini tidak ada orang selain diriku yang berjalan menuju bangunan tua itu. Aku tidak heran jika Jepang merupakan Negara yang menjunjung tinggi kebersihan lingkungan. Untuk sebuah gedung, terasa sedikit tidak biasa untuk sebuah sekolah. Mungkin ini pemandangan yang jarang aku lihat di Negara asalku. Ini semua diluar ekspetasi dari apa yang kupikirkan untuk sebuah sekolah disabilitas. Hanya kata "Amazing" yang bisa kukatakan untuk sekolah ini.

***

Jarakku dengan pria tua ini membuatku sedikit gugup. Hey, ini pertama kalinya aku berbicara dengan orang Jepang. dengan perawakan yang lebih tinggi dariku. Wajah yang sudah mulai terlihat keriput dan rambut yang sedikit memudar menuju abu-abu. Dia menyapaku dengan senyum kecil.

"Halo... pasti kamu hi... da... ya... ta.."

"Hidayat, pak. Rendy Hidayat."

Ahhh ya. Aku lupa jika namaku memang susah untuk diucapkan untuk orang jepang.

"Haha. Maaf Hi..dayat. Namamu sedikit susah di ucapkan untuk dialeg kami. Perkenalkan, nama saya Nakao Takahashi. Saya adalah wali kelas dan guru sains anda. Selamat datang di sekolah Akademi Tokuto."

Kami berjabat tangan seperti orang yang sudah mengenal lama. sambutan hangatnya begitu ramah bagi yang mendengarkannya. Kemudian dia melihat jam tangan yang ada di pergelangan tangan kirinya.

"Sebenarnya kepala perawat memintamu untuk bertemu dengannya ketika kamu sudah sampai disini. Tetapi tidak ada waktu untuk itu sekarang."

"Baiklah, kapan saya bisa bertemu dengannya?"

"Ya, mungkin sore ini. Kita harus pergi dan mengenalkanmu pada semua siswa di Kelas 3-1 yang merupakan kelas yang kau tempati sekarang."

Sejujurnya menjadi sebuah pusat perhatian membuatku tidak nyaman. Situasi ini tidak bisa dihindari. Aku tidak tahu apa yang akan kuhadapi sesampai berdiri di depan kelas itu nanti. Entah bagaimana, aku menjadi gugup.

"Apakah anda ingin mengenalkan diri di kelas?"

"Ahh iya tentu. maksud saya, bukankah itu sesuatu yang normal?"

"Haha, tentu saja. Tidak semua orang suka menjadi pusat perhatian, termasuk saya sendiri. Tetapi sebagai seorang guru, saya harus bisa membuat kesan yang mudah diterima orang lain."

"Iya pak. Tidak masalah."

"Baiklah, ayo kita pergi."

Jantungku berdebar lebih cepat dan berfikir untuk bersikap santai sambil mengikuti pak Nakao menaiki tangga. Pintu pertama di koridor lantai tiga ditandai sebagai ruang kelas 3-1. Pak Nakao membuka pintu dan masuk.

Scar and ArrhythmiasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang