Kembalinya Batu Menangis

21 3 0
                                    

By: @dzulkahest

Aku menatap purnama merah di langit. Aku menangis lagi. Sesaat kemudian aku merasa kakiku mengambang tapi aku masih di tempatku. Tak berapa lama setelahnya, anugrah itu turun padaku.

Kini aku kembali dengan tubuhku yang masih sama. Entah sudah berapa tahun aku terkurung di sana. Di pinggir tebing dan menjadi kaku. Hanya air mata yang masih bisa kukendalikan.

Aku Ajeng. Dulu aku selalu bermewah-mewahan, tidak peduli dengan keadaan asli keluargaku. Bahkan, aku menyebut ibuku adalah pembantu ketika aku berjalan bersamanya. Gengsi tinggiku telah membuat ibuku marah dan sakit hati.

Ibuku yang sakit hati pada akhirnya mengutukku menjadi batu. Aku sempat meronta dan minta maaf walau pada akhirnya aku tetap menjadi batu. Berdiam di dekat tebing dan hanya bisa menangis mengingat kesalahanku. Menjadi tontonan orang-orang yang menggunakanku sebagai hiburan.

Dan kini aku terlepas dari batu itu. Tubuhku masih sama seperti terakhir kali sebelum aku dikutuk. Aku kembali menangis. Tak tahu harus mencari ke mana keluargaku, terutama ibuku.

===

Kegemparan terjadi di sekitar kawasan wisata Batu Menangis. Batu Menangis telah pecah dan menyisakan kepingan-kepingan. Aku sangat terkejut mendapat berita itu.

"Ibu, sudah dengar beritanya?"

Ibuku yang mendengar pertanyaanku hanya mengangguk. Sorot matanya terlihat sedih.

"Ibu sudah gagal menjaganya," lirih ibuku. Aku hanya menatapnya sendu.

Kami sudah hidup cukup lama hanya untuk menjaga kakakku itu. Ya, Batu Menangis itu kakakku. Ibuku mengutuknya dulu karena kakakku sangat sombong dan menyebut ibuku pembantu.

Ibu yang merasa bersalah, hanya bisa meminta pada dewa untuk diberikan kesempatan menjaga kakakku bersamaku. Dewa yang baik hati mengabulkannya.

Kini, kakakku telah pergi entah ke mana.

===

Suara yang kudengar di hutan menuntunku ke kota. Entah kenapa aku menurut. Pikiranku benar-benar kosong tapi hatiku merasa ini benar.

Aku melihat kegemparan yang kusebabkan. Ingin rasanya aku menemui ibuku saja dan pergi ke pelukannya.

Tapi, kini aku sendiri di dunia yang baru.Kembalinya Batu Menangis

di langit. Aku menangis lagi. Sesaat kemudian aku merasa kakiku mengambang tapi aku masih di tempatku. Tak berapa lama setelahnya, anugrah itu turun padaku.

Kini aku kembali dengan tubuhku yang masih sama. Entah sudah berapa tahun aku terkurung di sana. Di pinggir tebing dan menjadi kaku. Hanya air mata yang masih bisa kukendalikan.

Aku Ajeng. Dulu aku selalu bermewah-mewahan, tidak peduli dengan keadaan asli keluargaku. Bahkan, aku menyebut ibuku adalah pembantu ketika aku berjalan bersamanya. Gengsi tinggiku telah membuat ibuku marah dan sakit hati.

Ibuku yang sakit hati pada akhirnya mengutukku menjadi batu. Aku sempat meronta dan minta maaf walau pada akhirnya aku tetap menjadi batu. Berdiam di dekat tebing dan hanya bisa menangis mengingat kesalahanku. Menjadi tontonan orang-orang yang menggunakanku sebagai hiburan.

Dan kini aku terlepas dari batu itu. Tubuhku masih sama seperti terakhir kali sebelum aku dikutuk. Aku kembali menangis. Tak tahu harus mencari ke mana keluargaku, terutama ibuku.

===

Kegemparan terjadi di sekitar kawasan wisata Batu Menangis. Batu Menangis telah pecah dan menyisakan kepingan-kepingan. Aku sangat terkejut mendapat berita itu.

"Ibu, sudah dengar beritanya?"

Ibuku yang mendengar pertanyaanku hanya mengangguk. Sorot matanya terlihat sedih.

"Ibu sudah gagal menjaganya," lirih ibuku. Aku hanya menatapnya sendu.

Kami sudah hidup cukup lama hanya untuk menjaga kakakku itu. Ya, Batu Menangis itu kakakku. Ibuku mengutuknya dulu karena kakakku sangat sombong dan menyebut ibuku pembantu.

Ibu yang merasa bersalah, hanya bisa meminta pada dewa untuk diberikan kesempatan menjaga kakakku bersamaku. Dewa yang baik hati mengabulkannya.

Kini, kakakku telah pergi entah ke mana.

===

Suara yang kudengar di hutan menuntunku ke kota. Entah kenapa aku menurut. Pikiranku benar-benar kosong tapi hatiku merasa ini benar.

Aku melihat kegemparan yang kusebabkan. Ingin rasanya aku menemui ibuku saja dan pergi ke pelukannya.

Tapi, kini aku sendiri di dunia yang baru.

Drabble ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang