If you're going to live in my head, pay some rent at least.
. . .
Wingga
Hari senin, pukul 3 sore, tepat 95 jam aku belum tidur. Tubuhku panas tinggi sejak kemarin, belum kunjung turun sampai sekarang. Sepertinya aku harus tidur hari ini. Malam ini semoga saja aku punya kekuatan lebih untuk tidur.
Sambil menunggu eksperimen di laboratorium, hari ini aku stalking ulang IG Alana Kenisha, berusaha mencari tahu apa yang pernah terjadi padanya sampai dia berkata begitu padaku di rooftop tempo hari. Aku tidak menemukan clue apapun dari postingan IG-nya. Karena aku tidak menemukan clue apapun di sana, kupikir mungkin di Facebook atau social media lain miliknya, bisa jadi ada petunjuk, ternyata juga tidak kutemukan clue apapun.
"Apa sebenarnya yang pernah terjadi sama dia?" gumamku sendiri, masih men-scroll akun Instagram-nya lagi.
Aku membuka satu foto yang hanya menampakkan bagian atas kepala Alana, mulai dari mata ke atas dengan rambutnya yang dia kuncir gelung tepat di atas kepala. Yang lucu adalah caption-nya.
If you're going to live in my head, pay some rent at least.
Dia bukan sedang membicarakan kutu rambut kan? Saking keponya, aku membuka komen orang-orang dan membacanya. Dia suka sama seseorang? Ah, orang itu terus menerus ada dipikirannya, makanya Alana bikin caption suruh dia bayar uang sewa? Anjir, bisa aja permainan katanya. Aku terkikik sendiri membacanya. Tapi siapa orang yang dia suka? Roger katanya bukan, siapa lagi cowok-cowok anak club fotografi itu ya?
Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu laboratorium. Pasti Alana, yang bakalan gangguin lagi.
"Wingga!" sahut suara yang ternyata milik Edo. Dia melambaikan tangan menyapaku dan masuk ke laboratorium Kimia. Arden membuntut di belakangnya.
"Lagi ngapain lo? Sibuk amat sih lo tiga hari nggak masuk kelas,"
Aku tertawa mendengar ucapan Edo. "Lagi nggak mood ke kelas gue, besok lah kalo nggak lusa gue ikut kelas,"
"Gue juga nggak mood kelas,"
"Mau ikutan gue nongkrong disini?"
"Anjir nongkrong? Dilihat darimana eksperimen di laboratorium sama dengan nongkrong, Ngga? Gue berasa lagi kelas kimia berabad-abad disini,"
Aku tertawa lagi. Sementara Arden menengok apa yang sedang kubuka di layar handphone-ku. "Lo stalking lagi akun Instagram Alana Kenisha?"
Aku segera mematikan layar handphone-ku. "Barusan buka kok ini tadi,"
"Nggak tahu kenapa, gue tuh yakin kalo lo itu Muse-nya Alana Kenisha,"
"Den, plis nggak usah bahas-bahas Muse lagi deh," ujarku melirik Arden yang memasang wajah berpikir keras.
"Gue penasaran. Si Alana ditanya juga nggak jawab mulu,"
Dahiku mengerut menatap Arden. "Kapan lo nanya ke Alana?"
"Kapan Do?" tanya Arden menatap Edo.
"Lupa gue males mikir. Beberapa hari yang lalu lah,"
"Ngapain lo nanya ke Alana? Lo nggak bilang gue yang nanya kan btw?"
"Nggak cuma bilang lo yang nanya, gue juga bilang detail kata-katanya yang gue omongin harus gue eja dari skenario yang ditulis sama Wingga,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Far to Hold [COMPLETED]
Teen Fiction[Proses Terbit] "Kamu sangat dekat hanya dalam mimpiku" Novel dua sudut pandang by Fifi Alfiana Alana You just can help someone that he wants to be helped. Trust me, semua orang yang berusaha membantunya akan gagal. I can't believe even to m...