Alana
"Jadi, kemarin ada apa? Udah janji cerita lho ya!" todong Jihan sesampainya aku di sekolah.
"Oiya!" sahutku bersemangat untuk mulai cerita. Tapi Bu Shinta, guru geografi yang selalu rajin sekali sudah masuk kelas bahkan sebelum bel masuk berbunyi. Akhirnya aku harus menunda ceritaku sampai jam istirahat.
Aku masih ingat betul tatapan mata itu. Dadaku bergemuruh tak karuan, jangan ditanya kondisi dunia ini, karena waktu seolah berhenti. Hanya aku dan dia yang bisa mengedipkan mata. Tapi tidak satupun diantara kita yang mengedipkan mata saat itu.
Dan betapa si cowok galau yang tidak jadi beli kimbap itu berhasil menghancurkan scene film terbaik yang aku perankan bersama Wingga. Dia melangkah ke depanku, menghalangi arah pandangan mataku pada Wingga. Aku tahu dia tidak bermaksud melakukannya, dia hanya ingin segera masuk ke lift. Tapi aku agak bersyukur sebenarnya, karena aku tidak sekuat itu untuk terlalu lama bertatapan mata dengan seorang Wingga.
Belum si cowok galau yang tidak jadi beli kimbap itu masuk ke lift, Wingga lebih dulu keluar dari lift dengan tergesa-gesa. Setengah berlari, dia berjalan ke arah minimarket. Apa yang sedang dia lakukan?
Mataku mengekor gerak-geriknya. Dia seperti mencari seseorang. Oh my god! Dia tidak mungkin sedang mencari aku kan? Aku harus bersembunyi sekarang juga. Aku belum siap bertemu dengannya sekarang.
"Nggak naik?" tanya si cowok galau yang tidak jadi beli kimbap yang sekarang sudah di dalam lift. Dia menekan tombol di lift untuk menahan pintunya agar tidak menutup.
"Ah? Iya," penuh keraguan, aku melangkah ke dalam lift.
Aku menatap ke arah Wingga yang sedang berputar-putar mengelilingi minimarket. Tapi tidak sekalipun dia mengerling ke arahku. Padahal aku berharap akan ada scene ala-ala drama korea begitu. Ketika pintu lift hampir tertutup dan si pemeran utama cowok baru sadar yang dia cari ada di dalam lift, lalu dia berlari ke arah lift untuk menahan pintu agar tidak menutup. Ah, khayalan tingkat tinggi sekali Alana. Please, sadar kalau itu hanya ada dalam mimpimu.
Si cowok galau yang tidak jadi beli kimbap itu keluar dari lift di lantai yang sama dengan tujuanku. Ternyata dia berbaring di tempat tidur yang ada tepat di samping tempatku duduk menunggui Wingga tadi. Setelah berbaring, dia memasang sendiri selang oksigen yang sepertinya tadi juga dia lepas sendiri sebelum pergi ke minimarket. Oh God! Kalau tahu dia pasien, aku tidak akan setega itu mengambil kimbap yang ingin dia beli tadi.
"Dik, teman kamu barusan aja turun cari kamu ke minimarket," ujar Mbak Reni, perawat yang baru saja kukenal sedang bertugas di IGD malam itu.
"Oh, iya. Tadi udah ketemu kok di dekat minimarket, Mbak," ujarku padanya. Bertemu? Itu bisa berarti macam-macam kan? Sekedar berpapasan di lift juga termasuk salah satu definisi pertemuan kan? Aku anggap iya.
Wingga tidak kembali ke IGD lagi, aku juga tidak berniat untuk menyusulnya ke minimarket. Tentu saja. Bisa menjadi adegan paling konyol se-warkop DKI kalau tiba-tiba aku muncul dan berkata bahwa akulah yang dia cari. Bisa lebih tengsin lagi kalau ternyata bukan aku yang dia cari. Damn it.
Pernah dengar tentang teori bahwa orang yang bertemu at least tiga kali dalam 24 jam, maka 98 persen akan dipertemukan lagi? Aku lupa pernah baca dimana, tapi aku sudah membuktikan bahwa premis itu benar. Ingatan tentang premis itu membuatku teringat bagaimana pertemuan pertamaku dengan Wingga.
Pertanyaanku kali ini, kamu pasti bisa menjawabnya. Pernah tahu Patrick si bintang laut sahabat Spongebob Squarepants? Kalau tidak tahu, bayangkan bintang laut segilima warna merah muda yang bisa menggeliat, bisa penyet tertimpa batu, dan suka sekali tidak melakukan apa-apa.
Lalu bayangkan ada Patrick dalam ukuran manusia, berjalan ke arahmu di kantin yang sedang ramai-ramainya. Kemudian bayangkan dia adalah aku. Orang pertama yang menyadari kedatanganku adalah Wingga, yang saat itu aku belum tahu siapa dia. Dia langsung tersedak sup yang sedang dia makan dan tertawa terbahak-bahak, bahkan saat belum ada satu orang pun penduduk kantin yang sadar ada Patrick berjalan lompat-lompat satu arah. Aku menatapnya tajam, dengan sumpah serapah bentuk apapun yang tertahan di belakang lidahku. Tawanya praktis membuat seantero kantin terfokus padaku. Hari itu sangat memalukan memang, lebih dari sangat. Tapi tawa lepas milik Wingga itu tidak pernah lagi kulihat sampai sekarang.
Jihan adalah orang kedua yang kaget luar biasa melihatku berkostum Patrick lengkap dengan makeup pink, segera mendekat dan berkata, "Kamu ngapain?" tanyanya mengernyitkan dahi heran sekaligus menahan tawa.
"Main truth or dare sama anak club. Gue pilih dare. Nggak kepikiran kalau dare-nya bentuknya kaya begini," ujarku berbisik. Jihan kontan tertawa terbahak-bahak, lebih keras dari siapapun.
Bunyi nyaring bel jam istirahat membuyarkan lamunanku. Kamu pasti masih penasaran pertemuan kedua dan ketigaku dengan Wingga hari itu? Tapi todongan Jihan untuk bercerita apa yang terjadi semalam sudah menanti didepanku. Jadi, aku akan menceritakan pertemuan lainnya itu padamu nanti.
Aku sudah siap membuka mulut, dan Jihan sudah siap menantikan ceritaku, saat yang aku lihat kemudian membuat mood-ku untuk bercerita berubah 180 derajat. Hal sangat sederhana yang bahkan aku sendiri tak habis pikir kenapa sampai mampu membolak-balikkan hati seperti ini.
Dari jendela kelas, aku mendapati Wingga berjalan bersisian dengan Yusy di lorong depan kelasku. Mereka mengobrol entah tentang apa, tapi Wingga tersenyum lebar menatapnya. Hatiku mencelos kawan-kawan. Kamu kira jatuh cinta itu selalu adalah perasaan menyenangkan? Salah besar tentu saja. Bahwa aku terlalu menganggap positif segala hal yang ada di depanku sehingga segalanya tampak sangat membahagiakan, itu benar. Tapi aku juga manusia yang mampu merasakan perasaan sedih, seperti detik ini.
Siapa yang tak mengenal Kak Yusy, yang termasuk jajaran the most outstanding student. Dia adalah Wingga, tapi versi perempuannya. Tidak, dia belum melampaui rekor Wingga mungkin, tapi hampir.
"Em, tiba-tiba nggak mood cerita,"
"Tuh kan! Selalu kaya gitu kamu Al. Bikin bete!" sungut Jihan sebal. "Kamu anggap aku sahabat apa enggak sih sebenarnya?"
Aku meliriknya sinis. "Enggak!"
"Sialan!"
. . .
Halo gengs!
Telat banget update kali ini. Lagi banyak tugas dan banyak buntunya nih. Wkwk *jujur banget
Kali ini coba main tebak-tebakan, sesuai dengan premis Alana:
1. Apakah Wingga akan menemukannya?
2. Apakah Alana akan bertemu lagi dengan si cowok galau yang tidak jadi beli kimbap?
Next episode Insya Allah Wingga, stay tune yah~
Kasih tepuk pramuka buat aku dong biar semangat lanjutinnya. Wkwk
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Far to Hold [COMPLETED]
Novela Juvenil[Proses Terbit] "Kamu sangat dekat hanya dalam mimpiku" Novel dua sudut pandang by Fifi Alfiana Alana You just can help someone that he wants to be helped. Trust me, semua orang yang berusaha membantunya akan gagal. I can't believe even to m...