Episode #1: Alana

190K 6.6K 394
                                    

Alana

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, setelah dua minggu liburan semester. Aku sangat-sangat-sangat excited menyambut hari ini. Tentu saja, dua minggu itu lama banget lho untuk nggak ketemu sama dia. Yeah, cuma sekedar ketemu. Eits, ralat lagi, cuma sekedar melirik mungkin kata kerja yang lebih tepat. Syukur-syukur kalau ada kesempatan jepret foto dia. It will be great. Aku sedang berlari sekuat tenaga dari rumah menuju gerbang sekolah. Mungkin jaraknya hanya 200 meter dari rumah. Tapi bel masuk sekolah sudah berbunyi bahkan sebelum aku melewati gerbang sekolah.

"Stop pak stop! Sebentar!" teriakku pada Pak Royco, satpam yang sedang bersiap menutup gerbang sekolah. Sebenarnya nama beliau hanya Pak Roy, kesukaannya terhadap sayur sop pakai Royco rasa sapi membuat kita menjulukinya Pak Royco.

"Cepat, Mbak Lana! Cepat!"

Tepat saat aku sampai gerbang sekolah, tepat di depanku, dia yang namanya tak boleh disebut sedang berjalan menuju lobby sekolah. Jangan ditanya, tentu saja aku mengenalinya hanya dalam satu lirikan singkat. Hanya butuh waktu satu detik saja untuk mengenali sosok itu, dari belakang sekalipun.

Aku menata nafasku, berniat menyusul langkahnya, agar paling tidak aku bisa melirik wajahnya sesaat. Aku hampir mensejajari langkahnya, tanganku meraih tas kamera yang tersampir di lengan kiriku, mengambil kameraku dan menyalakannya. Karena hidupku tidak bisa berjalan lancar tanpa membawa kamera kemanapun, aku selalu membawa kamera digital paling mungil yang aku punya, Sony Alpha 5000 milikku bahkan ke sekolah sekalipun.

Dear God, thank you for making this chance for me. Di senin pagi, sudah lihat yang bening-bening, batinku dalam hati, saat aku sudah mendapati wajahnya meski dari samping. Dia terlihat sedang berpikir keras, entah apa yang dia pikirkan. Kalau dia lagi mikirin suatu permasalahan, ekspresi mukanya sumpah ya bikin meleleh. Mendadak kelihatan bertambah kegantengannya, ada kali 30 persen.

Tiba-tiba, aku dengar ada suara yang berteriak memanggilku. "Alana!"

Belum sampai dia mengucapkan kata selanjutnya, yang mungkin adalah kata 'awas!', aku sudah menabrak bokong motor Honda Beat milik entah siapa yang terparkir di depan lobby sekolah dan jatuh terjerembap. Damn it.

Jihan, teman sebangkuku yang tadi berteriak memanggilku, segera berlari menolongku. Tidak, bukan itu highlight-nya. Dia yang namanya tidak boleh disebut, kini berada tepat di depanku, menyentuh bahuku. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya.

Aku tertegun beberapa saat, menengok ke kanan menatapnya selama hampir sepuluh detik. Lalu bangkit dari tengkurapku secepat aku bisa bangun. "Nggak apa-apa, nggak apa-apa," ujarku sambil tersenyum.

Senyumku kontan memudar saat kudapati lututku berdarah. Telur ayam pun tahu kengerianku terhadap benda apapun yang berdarah-darah, bahkan darahku sendiri. "Hansaplast! Perban!" ucapku panik bercampur ngilu.

Sementara dia yang namanya tidak boleh disebut menilik luka di lututku dengan seksama. "Ini abrasi ringan aja kok, nggak sampai kena jaringan kulit dalam. Tapi jangan langsung ditutup pakai plester atau perban, harus dibersihkan pakai desinfektan dulu, cukup desinfektan ringan semacam Betadine sudah cukup,"

What? Bodoh. Mana ada orang luka langsung ditutup pakai hansaplast atau perban? Oh my god, Alana. Ini ilmu pengetahuan basic tentang kehidupan yang lo bahkan nggak tahu hal se-dasar itu? Sial. Aku sangat bersyukur Jihan kini yang berganti cerewet.

"Ya ampun, Al. Bisa-bisanya ya ada orang yang parkir motor disini. Kan ini jalan utama buat masuk sekolah. Ayo ke UKS sekarang!" Jihan mengumpat orang pemilik motor, lalu membantuku berdiri dan menggandengku menuju ke UKS.

Di satu sisi aku kesal bukan dia yang namanya tidak boleh disebut yang membawaku ke UKS karena itu adalah kesempatan yang amat sangat langka, di sisi lain aku merasa terselamatkan karena aku bahkan tidak tahu apa itu abrasi. Dia tersenyum tipis kepadaku dan Jihan, lalu berkata, "Jangan lupa dibersihkan dulu ya lukanya, baru di plester,"

Senyum bak malaikat miliknya praktis membuat aku terpesona olehnya sampai seolah terbawa angin terbang ke atas awan bertemu burung-burung dan pelangi. Sakitnya luka di lututku membawaku ke permukaan tanah. Lalu kembali menyesali betapa tampak bodohnya aku hari ini di depannya dan kembali menyadari fakta bahwa aku dan dia punya jarak sangat jauh dan berduri, yang tidak akan mudah untuk dilalui.

Yeah, itu benar. Kuberi bocoran tentang seberapa jauhnya dia untuk aku raih, bahkan untuk hanya melirikku balik. Pertama, letak kelasnya sangat jauh dari kelasku, dia di ujung barat, aku di ujung timur, dia IPA, dan aku IPS, apalagi dia senior kelas XI dan aku apalah cuma anak baru. Dia anak olim, sedangkan aku anak recehan klub fotografi yang SK Kepala Sekolah pun belum meresmikan adanya klub itu di sekolah kami. Dia anak olimpiade yang sudah melanglang buana, medali emas OSN bidang biologi, lalu ikut Pelatnas, dan maju ke International Biology Olympiad (IBO), dan lagi-lagi dapat emas.

Dan aku pernah kepo seluk-beluk tentang dia, dan ternyata dia mungkin sudah terlahir menjadi anak olim, karena sejak SD sudah ikut OSN sains, pulang dengan medali emas. Lalu SMP ikut lagi OSN bidang Fisika dapat emas dan di International Physics Olympiad pun dapat emas juga. Aku anak IPS yang belum pernah sekalipun ikut olimpiade jenis apapun. Bahkan olimpiade balap karung sekalipun. Bisa dibayangkan seberapa jauh jarak antara aku dengan dia?

___________________________________________________________

Halo readers tersayang!

Perkenalkan, aku Fifi Alfiana, perantara kisah Alana & Wingga yang sudah kalian baca part 1-nya. Kenapa aku bilang perantara? Yah, bisa jadi di dunia ini secara paralel dengan tulisan ini dimuat disini, ada Alana-Wingga yang lain yang sedang melalui hal serupa. Dunia ini luas, sangat. Tapi kemudian dunia ini tetiba berasa kecil karena dengan komunikasi, segalanya terasa dekat. Kisah ini saya tulis bersamaan dengan perjalanan pengalaman saya kuliah di luar negeri. Sangat jauh di mata, tapi dekat di hati kan? Wkwk sowwy kalau lebays.

Stay tune kisah selanjutnya yah, setiap Selasa dan Jumat! Spoiler sedikit, insya Allah ritme-nya adalah hari Selasa edisi Alana dan edisi Wingga ada di hari Jumat. So, see you next week!

Btw, you can drop a hello to me via: 

IG: @fifi.alfiana & Twitter: @chupinnaz

Email: fifi.alfianarosy@gmail.com

Or kindly browse other works by me at wattpad: @fifi_alfiana

Let's be friends! :)

Too Far to Hold [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang