[6] Kapan Akad Nikahnya?

107K 6.6K 56
                                    




Ujian Nasional tinggal satu bulan lagi, tidak heran jika siswa-siswi kelas tiga di SMA Garuda terlihat tengah sibuk dengan kegiatan-kegiatan seperti try out. Tak terkecuali hari ini, try out kali ini adalah mata pelajaran Matematika, yang sukses membuat siswa-siswi pusing tujuh keliling.

"Ji, lo jawab berapa nomor tadi?"

"Ummm, dua puluh lima nomor, lo?"

Raisa mengetuk-ngetuk pulpen di jidatnya, yah katanya untuk meminimalisir rasa sakit yang tiba-tiba mendera kepalanya setelah menjawab soal try out Matematika tadi.

"Kalo nggak salah lima belas, deh..."

"Dari lima puluh soal, lo cuma bisa jawab lima belas nomor?"

"Ya mau gimana lagi? Lo tau kan gue paling nggak bisa di mapel Matematika."

Jihan menghela nafas pelan. "Yaaa yaaa... ke kantin yuk! Lapeeerr..."

"Ya udah... yuk."

***

Pukul tujuh lewat lima belas menit, dan Fairis baru saja menyelesaikan proposalnya. Tinggal bimbingan sekali dan kemudian ujian proposal.

Fairis buru-buru memasukkan buku-buku serta laptopnya ke dalam tas ransel miliknya dan segera menuju parkiran. Ia berniat pulang lebih awal mengingat ucapan Abinya tadi pagi bahwa ada yang ingin di bicarakan dengannya.

Perjalanan menuju rumah Fairis hanya memakan waktu setengah jam. Ya, jarak rumah Fairis dan kampusnya memang tidak bisa di bilang jauh, hanya sekitar delapan kilometer.

Setelah memarkirkan motornya, Fairis mengetuk pintu dan memberi salam. Di ruang tamu sudah ada Abi dan Uminya, tak terkecuali Aisyah yang terlihat sedang sibuk dengan permainan puzzelnya serta Fatih yang tengah mengerjakan tugasnya di samping Abi.

Setelah membalas salam dari Fairis, Abi menyuruh anak sulungnya itu untuk duduk.

"Udah makan belum, bang?" ujar Umi

"Udah, Umi. Tadi sempat ke kantin sama Nathan."

"Oh, gitu."

"Baaang... abaaaaang... baaaang..."

Fairis tersenyum lembut dan berjalan ke arah Aisyah, ia kemudian mengangkat Aisyah dan memindahkannya ke pangkuannya. Aisyah langsung mengelus-ngelus pelan pipi kakaknya itu dengan tangan kecilnya. Sementara Fairis hanya tersenyum geli.

Beralih dari adiknya yang kini tengah bersandar di dadanya mencari posisi nyaman untuk tidur, Fairis kemudian menatap Abinya.

"Abi, mau ngomong apa sama Fairis?"

"Oh, iya. Abi cuma mau tanya. Kapan kamu akan melangsungkan akad nikahnya?"

"Hah? Abang akan menikah?" kali ini suara Fatih yang menginterupsi.

"Doakan Abang ya, Fatih." Ujar Fairis sambil tersenyum. Fatih hanya mengangguk mengiyakan kemudian kembali berkutat dengan tugasnya.

"Kalo Fairis sih nggak masalah kapan mau adain akadnya, Abi. Tapi Raisanya yang aku khawatirin, apalagi bentar lagi dia ujian. Nanti kalo akadnya dipercepat malah bikin dia nggak konsen sama ujiannya. Aku harus banyak pertimbangin lagi, Abi."

Abi dan umi kemudian mengangguk-angguk pertanda setuju dengan argumen Fairis. Ya, andai bukan karena Raisa yang akan menghadapi Ujian Nasional, Fairis tidak segan-segan untuk meminta agar pernikahannya segera di laksanakan. Memang terkesan terburu-buru, tapi yang ada di pikiran Fairis adalah karena semakin hari salah satu teman yang ada di kampusnya yang bernama Denisha semakin gencar mendekatinya, dan itu sangat membuatnya risih. Berkali-kali pula ia berbicara baik-baik dengan cewek itu, tapi seolah menulikan diri, Denisha tetap mendekatinya. Bahkan Nathan yang notabene adalah sahabatnya ternyata sangat tidak bisa di andalkan untuk urusan ini. Dia seolah menikmati tontonan gratis ketika Denisha datang dan mulai melakukan PDKT kepada Fairis.

Fairis kemudian menghela nafas pelan, dan dengan pelan ia mengelus rambut milik Aisyah. Adiknya itu sudah tertidu pulas. Ia terlihat tenang dalam pelukan kakaknya itu. Fairis tersenyum melihat wajah menggemaskan adiknya.

"Bang, Aisyah tidur ya?"

"Iya, Umi. Aku bawa ke kamarnya dulu ya, umi. Sekalian aku mau istirahat."

"Iya, Bang. Selimutnya Aisya ada di dalam lemari ya, Bang."

"Iya, Umi. Fatih belajar yang rajin, ya." Ucap Fairis sambil mengacak-acak rambut Fatih. Fatih hanya merenggut sebal karena Fairis mengganggu konsentrasi belajarnya.

Abi dan umi terkekeh melihat tingkah kedua anak laki-lakinya itu.

***

"Dek! Minta saladnya dong!"

Raisa melirik Reza sekilas, kemudian beralih ke acara TV yang menyuguhkan film kartun disney kesukaannya. Hari ini sekolahnya di liburkan untuk persiapan UN. Maka tidak heran jika Raisa sudah menjadi penguasa TV seharian.

Reza berdecak kesal melihat tingkah adiknya itu. "Yeee... nggak di gubris. Dasar si badak bercula satu!"

"Apaan sih, kak? Ganggu aja."

"Elo yang ganggu kesenangan gue karena libur sialan lo itu."

Raisa menatap Reza dengan tatapan sewot. "Idiiih... kok aku yang ganggu kakak? Kakak tuh, yang gangguin aku."

Reza tidak menggubris, ia langsung mengambil salad dari tangan Raisa dan melahapnya sampai tak bersisa. Raisa melongo melihat piring kosong yang ada di tangan kakaknya. Ia kemudian bersiap memukul kakaknya itu dengan bantal sofa, namun suara Ratih ternyata berhasil mengurungkan niatnya.

"Kalo bantal sofanya robek lagi, kamu yang jahit ya, Ca."

Raisa kemudian menatap sebal kakak perempuannya itu. Ia tahu betul salah satu kelemahan Raisa adalah menjahit. Alasannya karena terlalu ribet, makan waktu lama, dan terlalu malas memasukkan benang ke lubang jarum. Katanya, mending beli yang baru.

Reza terbahak-bahak melihat raut wajah Raisa yang ditekuk. Ia kemudian beralih mengambil remot TV yang tergeletak di samping Raisa dan mengganti-ganti channel untuk mencari siaran yang menurutnya lebih bermutu.

"Iiiiihhh! Kak Reza! Kenapa di ganti sih? Rapunzelnya belom kelaaaaarrrr!"

"Elah! Si kutu kupret. Lagian iklan, juga."

"Pokoknya aku maunya kartun yang tadiiiiiiii kaaaaaaaaaaaaaaak!" teriak Raisa.

Ratih yang tengah membuat bubur di dapur menggeleng pelan. "Za! Jangan bikin ribut kamu, ya!"

"Icha nih, Kak. Nontonnya kartun mulu. Nggak bosen apa. Lagian kartunnya juga udah dia nonton berkali-kali."

"Biarin! Kartunnya kan seru!"

Berdebat dengan adiknya itu memang perlu tenaga yang lebih besar. Dia tidak akan pernah menang jika beradu argumen dengannya. Masih gondok karena punya adik semenyebalkan Raisa membuat Reza beranjak dari sofa dan kemudian melempar remot tv ke arah Raisa yang kemudian berhasil di tangkap olehnya.

Reza berjalan menuju dapur dan melihat Ratih yang tengah sibuk mencuci piring dan gelas bekas makan April. Ia kemudian beralih menatap April yang juga menatapnya dan segera menggendong keponakannya itu. ia menggigit-gigit gemas pipi gembul milik April.

"Kak, kapan rencana akad nikahnya si upil gorilla itu?"

"Belum tau, Za. Mungkin setelah dia UN. Soalnya kata Ayah, kalo dipercepat nanti Icha nggak bisa konsen sama UN-nya."

Reza kemudian mengangguk paham.

"Kenapa? Mau ngenalin pacar ya sama Ayah?" tebak Ratih. Reza mendengus pelan menanggapi ucapan kakaknya itu yang kemudian mendapat respon tawa dari Ratih.

Sialan

Kekasih Halalmu [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang