[4] Keputusan Raisa

121K 7.7K 185
                                    



Bel pulang sekolah sudah berbunyi, para siswa-siswi masing-masing menutup buku catatan miliknya, tak terkecuali Raisa, bedanya, Raisa terlihat lesu dan malas-malasan –berbeda dengan Jihan yang menggumamkan kata "YES" dengan antusias.

"Heh! Nggak usah dipikirin, eh... maksud gue yah gimana ya, entar malam kan mereka bakalan dateng ke rumah lo, nah di situ lo bisa nyampein pendapat lo soal perjodohan lo sama si... siapa tadi? Fairus? Faiz? Fa.. Fa.."

"Fairis.." ucap Raisa membetulkan.

"Iya... iya... Fairis."

Raisa melirik sekilas ke arah sahabatnya itu, kemudian tersenyum singkat. "Ji, lo mau nggak gantiin gue?"

"Maksud lo?" Jihan mengernyitkan jidatnya

"Yaaa.. maksud gue lo aja gitu yang nikah sama Fairis."

Jihan menjitak kepala Raisa dengan cukup keras.

Raisa meringis. "Aduh! Sakit, bego!"

"Elo yang bego, ngomong sembarangan."

Raisa terkekeh pelan mendengar jawaban Jihan. Raisa merasa beruntung kenal dengan Jihan, meskipun baru mengenal gadis pecinta drama korea itu dua tahun yang lalu, tapi Raisa sudah menganggap Jihan sebagai saudaranya, tempatnya berkeluh kesah, tempatnya berbagi apapun itu. Menurut Raisa, Jihan itu sosok yang dewasa, mudah mengambil keputusan dengan konsekuensi yang sudah dipikirkan matang-matang. Tidak seperti dirinya, masih suka ngambek tidak jelas, labil, dan childish.

Sesampai di depan gerbang, Jihan kemudian menyetop taxi yang kebetulan lewat, tapi sebelum menaiki angkutan itu, Jihan menepuk bahu Raisa, "Gue yakin sama keputusan lo." ucapan Jihan hanya dibalas dengan senyuman tipis oleh Raisa.

***

Raisa menggigit bibir bawahnya dengan keras, entah sejak kapan ketika melihat rumahnya itu, dia menjadi gusar sendiri. Pasalnya, mengingat wajah kedua orangtuanya saja sudah membuat jantungnya berdetak dengan tidak normal. Sejujurnya, ia belum tahu pasti jawaban apa yang akan diberikan nantinya soal perjodohan itu. Di sisi lain, ia akan merasa sangat berdosa jika menolak keinginan kedua orangtuanya, namun di sisi lain pula, ia sungguh belum siap menyandang status sebagai istri orang.

Hiks! Miris banget sih idup gue. Batin Raisa

Raisa mendorong daun pintu bercat abu-abu itu dengan pelan, setelah menutupnya kembali, ia beranjak menuju kamarnya, namun ketika baru menapaki anak tangga kedua, suara Sasa –ibu Raisa menginterupsi anaknya itu untuk berhenti melangkah.

"Adek? Udah pulang? Kok nggak beri salam dulu?"

Raisa kemudian melangkahkan kakinya menuju Sasa dan menyalami wanita paruh baya itu.

"Kok lesu sih, Dek?" Sasa mengelus pelan rambut sebahu milik anaknya.

"Nggak papa kok, Bu."

"Jangan bohongin Ibu. Ibu tahu kok. Ngomong sama Ibu, gih."

Raisa menghela nafas pelan kemudian menatap mata ibunya yang juga balas menatapnya, tatapan itu yang selalu membuat kerisauan Raisa menjadi hilang, dan sebentar lagi ia akan jarang menatap mata itu jika sudah menikah dengan Fairis.

Apa? Menikah?

Pertanyaan itu terus muncul di benak Raisa akhir-akhir ini. Bahkan kadang ia berfikir, kenapa dia tidak punya pemikiran yang sama dengan Ressa Rere? atau Larissa Chou? Yang umurnya masih muda tapi sudah membina rumah tangga dengan lelaki pilihan mereka. Oke, lelaki pilihan. Bahkan Raisa belum sempat memilih sendiri calon pendamping hidupnya.

"Ada apa, hm?"

Pertanyaan Sasa itu sukses membuyarkan lamunan Raisa, "Eh? Oh, itu Bu. Soal... per-perjodohan yang Ibu dan Ayah bilang kemarin..."

Kekasih Halalmu [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang