[8] Dia... Manis

104K 7.5K 119
                                    

Raisa tersenyum sumringah ketika ia membaca namanya tertera di mading sekolah. Begitu pun dengan Jihan dan teman-temannya yang lain. Ya, hari ini adalah pengumuman kelulusan di SMA Garuda dan patut disyukuri bahwa tak ada di antara mereka yang hasilnya gagal dalam pengumuman UN itu.

Euforia di antara kelas tiga itu membuat Raisa dan Jihan menjauhkan diri dan mengambil posisi yang jauh dari lautan manusia itu.

"Huhft, gila ya. Berasa berebutan hadiah tujuh belasan kita." Ujar Jihan sambil mengusap peluhnya.

"Hahaha... ya gitu deh." Ucap Raisa sekenanya

Keduanya terdiam sejenak, Jihan kemudian menatap orang yang ada disebelahnya itu, orang yang selama tiga tahun ini menjadi sahabatnya.

"Cha, gimana ama pernikahan lo? Lo belom cerita kan ke gue soal pertemuan keluarga lo ama keluarga kak Fairis?"

"Oh, ehem itu.. umm kemarin kak Fairis udah nentuin tanggalnya sih." Entah mengapa, Raisa merasa aneh membahas soal pernikahan, apalagi ini adalah pernikahannya.

"Kapan?" ucap Jihan antusias.

"Tanggal 7 Juni."

"Waaahh... bertepatan dengan hari ultah lo dong!"

Raisa mengangguk mengiyakan.

"Wah, gue nggak nyangka kak Fairis sampe tau tanggal lahir lo!"

"Oh, itu sih gara-gara Mas Rendra yang ceplas ceplos." Ucap Raisa dengan wajah di tekuk

Jihan cekikikan melihat ekspresi kesal Raisa. "Udah lah Cha, menurut gue nih ya, lo terima aja kak Fairis sebagai suami lo, eh calon suami maksud gue. Lagian kan lo kalo nikah nggak musti hamil juga kan? Atau kalo emang lo udah kebelet banget pengen... ehem ya nggak papa juga sih. Hahaahha"

Raisa menatap tajam sahabatnya itu, gila aja ya omongannya.

"Lo kalo ngomong di saring dulu ya, bekicot!" sembur Raisa dengan nada kesal, sementara Jihan hanya terkekeh menanggapi.

🐥🐥🐥

Setelah melihat pengumuman, Raisa langsung balik ke rumah. Ia tak mau kelayapan nggak jelas, apalagi pake pawai dengan baju di coret-coret segala. Mendingan bajunya di sumbangin untuk orang yang kurang mampu, kan lebih bermanfaat.

"Assalamualaikum, Icha pulang."

"Waalaikumsalam. Gimana dek pengumumannya? Luluskan?"

"Icha lulus dong, Bu. Hehehe..."

"Ya iyalah lo harus lulus, kalo nggak lo batal nikah dah." Ujar Reza dengan tatapan usilnya.

Raisa memberenggut kesal. Mulut kakak laki-lakinya itu memang minta di sumpal pakai sendal. Asal ceplas-ceplos saja kerjanya.

"Hus! Bang? Nggak boleh ngomong gitu."

"Lagian ya, bu. Bukannya dia coret-coret baju seperti anak SMA yang emang udah lulus, bajunya dia malah bersih kinclong. Kan abang curiga si upil ini nggak lulus."

"Heh! abang katro. Alesan Icha nggak coret-coret baju itu ya biar Icha bisa sumbangin buat temen-temen di luar sana yang kurang mampu. Mending gitu lah, daripada coret-coret nggak jelas gitu abis itu di jadiin kain lap di dapur."

Sasa terkekeh mendengar ucapan anak bungsunya itu.

"Ckckckck... Ibu, pikiran Icha udah dewasa ya? Emang udah cocok untuk di nikahkan." Ujar Reza dengan tampang usil.

Sementara Raisa menatap kesal kakak laki-lakinya itu. Ia berjalan dengan menghentak-hentakkan kedua kakinya, ia memutuskan untuk ke kamarnya saja, daripada harus berdebat dengan Reza, orang dengan tipikal menyebalkan tingkat dewa.

Tapi sebelum menaiki anak tangga, Sasa memanggilnya.

"Dek, besok kita mulai mempersiapkan persiapan untuk acara nanti ya?"
Raisa terdiam sesaat, memikirkan jawaban atas ajakan ibunya. Tidak ingin membuat ibunya kecewa, akhirnya Raisa mengangguk kepalanya mengiyakan ajakan dari ibunya.

Setelah menerima ajakan ibunya, Raisa pamit dan berjalan meninggalkan ruang tamu dengan perasaan yang campur aduk. Sesampai di kamarnya, Raisa merebahkan diri di kasur empuk miliknya. Berbagai kemungkinan setelah ia menikah dengan Fairis mulai menari di pikirannya. Mulai dari cara menjadi istri yang baik, cara masak kesukaan suami, sampai malam pertamanya nanti. Seketika kedua pipi Raisa memerah.

"Ngapain sih gue mikirin begituan? Pasti ini gara-gara si Jihan. Dasar emang si otak kotor itu." Gumam Raisa.

Karena tidak mau berlarut-larut dengan pikiran-pikiran aneh, Raisa memutuskan untuk mandi, menyegarkan tubuh dan pikirannya yang sempat ternodai oleh Jihan.

🐥🐥🐥

"Nat, jam dua siang lo ada acara nggak?"

"Nggak ada. Kenapa? Mau ngajak gue kencan? Inget calon istri, pak." Ujar Nathan dengan wajah dibuat serius.

Fairis berdecak kesal mendengar ucapan Nathan, "Kagak. Gue mau minta tolong ama lo, tolong bawain buku ini di perpustakaan pusat kampus. Gue nggak sempat kesana dan hari ini jadwal gue ngembaliin buku."

"Oh, perpustakaan pusat? Yang di dekat kampus jurusan Sastra itu kan?"

Fairis mengangguk

"Oke deh, dengan senang hati kali ini gue mau bantuin lo." Ujar Nathan dengan semangat.

"Oh, jadi kemarin-kemarin lo nggak ikhlas bantuin gue?"

"Ya nggak gitu bro! Lo tau kan, gue punya kesempatan lebih besar ketemu ama Juni kalo ke perpus pusat."

Fairis mendengus keras mendengar ucapan sahabatnya itu. "Lo jangan modusin anak orang kalo ujung-ujungnya nggak pasti minang dia."

"Wuihhhhh yang mau nikah, wejangannya itu lohhh bikin nyes di dada."

"Udeh sana, nikahi Juni juga, biar lo nggak baper-baper terus."

Sementara Nathan cengengesan mendengar ucapan Fairis.

"Eh, ngomong-ngomong, Ris. Raisa orangnya gimana? Cantik nggak? Beneran mirip sama Raisa penyanyi itu?" ujar Nathan antusias.

Fairis menatap Nathan dengan kerutan di keningnya, "Oh. Raisa. Dia nggak cantik. Tapi dia... manis?"

"Woahhhh, lo ternyata udah jago nilai cewek ya? Kirain lo selama ini cuma taunya sama buku aja. Hahahaaha... trus, trus...?"

"Apanya yang trus trus?"

Nathan menepuk jidatnya, "Yaelah, maksud gue selain dia manis gimana lagi?"

"Ya nggak gimana-mana."

"Lo ya, bener-bener. Masa cuma manis doang? Kalo cuma manis sih mbah Suri juga manis."

Fairis mengerutkan keningnya, "Mbah Suri?"

Seolah mengerti ketidaktahuan Fairis mengenai mbah Suri, Nathan kemudian menunjuk sebuah kantin yang tidak jauh dari kampusnya berada, "Noh, mbah Suri. Penjaga kantin depan."

Fairis menggeleng pelan.

"Jangan bilang lo nggak punya foto Raisa di hp lo?" ucap Nathan dengan tatapan aneh, sementara Fairis hanya tersenyum menanggapi.

"Bro, lo kok nggak punya sih foto calon bini sendiri?"

"Lagian kan masih calon, Nat. Belom halal. Nantilah kalo abis gue nikah gue puas-puasin natap dia, nggak perlu natap hp kayak orang ogeb."

Sementara Nathan hanya menatap sahabatnya itu dengan tatapan iba.

🐤🐤🐤

Hai, aku balik lagi nih... hehehe
Gimana part ini?
Di tunggu vote dan komennya ya (kritik dan sarannya juga) ☺️
Jangan lelah menunggu ya 😘
Terima kasih karena udah setia menunggu~ ❤️

Kekasih Halalmu [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang