Seventh

125 7 2
                                    

Trevor kini sedang berbaring di atas tempat tidur Anne dengan si pemilik kamar yang berada di dalam dekapannya. Anne sudah tenang setelah menangis selama berjam-jam lamanya. Ia berhasil mengurungkan niat gadis itu untuk pergi ke luar. Perlahan, ia melepaskan diri dari Anne. Ia harus mencari tahu apalagi yang membuat gadis itu menangis seperti itu. Dengan langkah pelan dan tanpa suara, Trevor keluar dari kamar tidur Anne. Ketika Trevor telah menutup pintu kamar dan berbalik ia sedikit terkejut mendapati Jade yang sudah berdiri di belakangnya.

"Bagaimana Marianne?" tanya Jade.

"Dia sudah tidur." Jawab Trevor, ia menghela nafas.

"Ikut aku, kita perlu bicara." ujar Jade, Trevor mengangguk kemudian mengikuti langkah Jade menuju ke perpustakaan keluarga Phantomhive. Di sana sudah ada Joshua yang duduk di sofa, menanti kedatangan Jade dan Trevor.

"Duduklah, Trevor." ujar Joshua, Trevor mengangguk dan mengambil duduk di sisi kiri Joshua, sementara Jade duduk di sisi kanan Joshua—menghadap langsung ke Trevor.

"Sebenarnya aku tidak ingin membicarakan hal ini, tetapi melihat kembali kondisi Anne. Tidak ada pilihan lain selain membicarakannya." ujar Joshua membuka suara.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Trevor tanpa basa-basi.

"Alexandra," mendengar nama itu membawa perubahan begitu kentara pada Trevor. Rahangnya mengeras, matanya berkilat marah, kedua tangannya terkepal hingga buku jemarinya memutih.

"Begini, Trevor. Sedikit demi sedikit, aku mulai memberikan tanggung jawab Phantom Group pada Anne. Dia harus mengaplikasikan ilmunya dengan praktik nyata. Terlebih lagi kondisiku tidak begitu baik, sementara Jade harus menangani urusan Ratu dari jalur 'belakang'.

"dan tugas awal yang kuberikan yakni bekerja sama dengan MadTown Production dalam pembuatan sebuah film romansa sejarah, di mana pemeran utamanya adalah Alexa." jelas Trevor panjang lebar.

"Kau bisa menyuruh orang lain untuk menangani proyek itu, Josh. Siapapun, selain Anne." ujar Trevor mendesah frustasi.

"Tidak bisa, Trevor. Dengan Uncle Ryan sebagai sutradaranya, apa yang akan Father katakan jika kami menangani proyek ini dengan sembrono." ujar Joshua.

"Sebenarnya apa yang terjadi antara Marianne dan Alexandra? Aku tahu mereka tidak saling menyukai sejak lama, tetapi semuanya semakin memburuk ketika Marianne tidak berbicara dan mematikan diri selama lebih dari satu bulan saat terakhir kali Alexandra berkunjung kemari." ujar Jade. Ia tidak bisa melupakan kejadian di mana adik perempuan kesayangannya yang seharusnya menjalani masa junior high schoolnya dengan ceria malah berakhir dengan home schooling.

"Biar aku yang bertanggung jawab mengenai kerja sama MadTown Production, berikan saja tugas yang lain pada Anne." ujar Trevor tanpa menjawab pertanyaan Jade.

"Persetan dengan proyek sialan itu! Aku ingin kau menjawab pertanyaanku, Walter. Ini menyangkut tentang adikku." Ujar Jade emosi dan menggebrak meja.

Trevor tidak bergeming, ia memilih beralih ke Joshua. Mengabaikan Jade.

"Mulai besok aku akan mendampingi Anne selama masa penanganan proyek ini." ujar Trevor.

"Bagaimana dengan perusahaanmu, Trevor?" tanya Joshua. Berbeda dengan adiknya, ia lebih tenang dalam menyikapi masalah.

"Aku akan menyerahkannya pada wakilku. Lagi pula, aku sudah jauh-jauh hari menyelesaikan proyek penting yang kutangani." ujar Trevor.

Joshua mengangguk setuju, saat ini percuma memaksa Trevor untuk berbicara. Ia memilih untuk mencari tahu sendiri, apa yang sebenarnya terjadi.

***

Anne terbangun ketika merasakan cahaya mentari yang menyilaukan. Ia menggeliat dan menelungkup menghidar dari silaunya mentari pagi.

"Selamat pagi, My Lady. Saatnya Anda bangun, sarapan pagi sudah siap." ujar sebuah suara yang tak lagi asing di telinga Anne.

Anne memiringkan kepalanya ke samping dan membuka sedikit matanya, mendapati Trevor yang sudah sangat rapi dengan setelan jas abu-abu dengan kemeja putih serta celana dengan warna senanda jasnya.

"Aku masih ingin tidur." gumam Anne kembali memejamkan matanya.

"Anda harus segera bersiap ke kantor, My Lady." ujar Trevor menarik selimut dan mengubah posisi Anne yang menelungkup kini menjadi duduk.

"Trevor! Kau gila! Tinggalkan aku sendiri, aku tidak ingin melakukan apapun hari ini!" pekik Anne kesal.

"Tidak bisa, Anne. Kau harus bangun dan bersiap-siap berangkat kerja atau...,"

"Atau apa?!" bentak Anne.

"Atau kau ingin aku memandikanmu dan menyiapkanmu untuk berangkat ke kantor?" ujar Trevor, kali ini tidak menggunakan embel-embel seperti 'My Lady', 'Saya', ataupun 'Anda'.

Anne melempar gulingnya ke arah Trevor yang berhasil ditepis laki-laki itu dengan lengan kokohnya. Anne bergegas menuju ke kamar mandi sementara Trevor masih berdiri di tempat yang sama, Anne berbalik.

"Apa yang kau lakukan di sana? Lekas keluar dari kamarku! Butler mesum!" pekik Anne geram lantas membanting pintu kamar mandinya.

Trevor berjalan ke walk-in-closet milik Anne dan memilih setelan formal yang akan dikenakan Anne. Ia menggeram kesal ketika melihat lebih banyak mini skirt. Setelah mencari beberapa menit kemudian, ia menemukan celana panjang hitam, tanktop hitam serta blazer merah, ia menyeringai jahil memilihkan bra dan celana dalam yang akan digunakan Anne.

Bersambung....

Self-centred Lady and Arrogant Butler [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang