Hujan siang ini tak sedikit pun memberi rasa ngantuk pada penghuni kelas XI IPA 3, berbeda dengan kelas lainnya. Faktor dari perbedaan itu adalah, free class dan on class. Saat semua gerah dan berusaha fokus pada penjelasan para guru, sebagian penghuni kelas XI IPA 3 malah asyik-asyik duduk melingkar di depan kelas dan mengobrol seru dari satu topik ke topik yang lain. Jika hujan siang tidak cukup deras, mungkin ketujuh orang itu sudah dihukum, karena menganggu KMB di kelas lain.
“Tapi masa sih? Jadi kalau bohong demi kebaikan ada, berarti membunuh demi kebaikan juga ada dong?” tanya Ekal sambil mengangkat kaki kanan ke atas kaki kiri.
“Lah bego mana ada sih, kalau bohong demi kebaikan itu emang ada kan ada hadist yang menjelaskan.” Rano memutar bola mata mendengar pertanyaan Ekal.
“Gue ngga bego, maksud gue tuh gini. Kalau saat ini lo dihadapkan 2 pilihan yang kalau tolak lo nyesal, tapi nerima pun lo takut, contoh apa yang bakal lo lakuin kalau orang tua lo diancam akan dibunuh dan disisi lain ada penawaran untuk membunuh si pengancam itu?”
Melodi dan beberapa temannya yang sedari tadi menyimak mengangguk-ngangguk. Hanya beberapa dari mereka yang mengerti maksud ucapan Ekal. Melodi yang paham diam-diam berdecak, akan pemikiran tersebut, walau sedikit ada keganjalan sih.
“Ya bunuh si pengancamlah gila.”
Ekal mendengus. “See? membunuh demi kebaikan? tapi kayaknya kata-katanya kurang tepat. Mungkin membunuh demi melindungi orang yang kita sayang atau membunuh satu menyelamatkan dua orang dalam situasi terjebak gitu?” Ekal terdiam sejenak.
“Sebenarnya gue agak mengganjal sih sama pemikiran gue yang ini, tapi kalau dipikir-pikir beda tipis bukan dengan kebohongan demi kebaikan. Sama-sama jahat juga kan? Eh bodoh deh.”
“Oke gue mulai paham, tapi bingung gue mau ngomentar gimana. Salah satu hadist yang gue ingat itu Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohonga kecuali suami membohongi istri dan istri membohongi demi menyenangkan pasangannya.”
Melodi memutar mata mendengar ucapan Ran. “Padahal kecuali dalam peperangan lebih mudah deh untuk diingat.”
Naya yang berada di samping Ran ingin menjitak cowok itu, tapi dengan gesit Ran menghindar. “Emang cuman tentang suami istri aja yang diingat.”
Melodi dan yang lain menghembuskan napas melihat kedua orang yang sekarang telah beranjak untuk melanjutkan percekcokan di dalam kelas begitu melihat tatapan tajam Adnan. Melodi yang melantai memundurkan badannya dan menyandarkan badan ke tembok pembatas. Walaupun terlihat seperti menyimak, tapi nyatanya Melodi sama sekali tidak meresapi dengan baik pembicaraan teman-temannya.
Menghembuskan napas pelan, Melodi menoleh menatap sepinya lorong tersebut. Hanya ada mereka yang berada di luar kelas. Matanya terpejam untuk menetralisir jantungnya yang berdetak sedikit lebih cepat saat tak sengaja matanya menatap ke arah kelas XI IPA 6. Bukan kelasnya sih, tapi salah satu penghuni di kelas itu. Mungkin tidak akan sedramatis ini kalau saja kejadian di perpus tempo hari tidak pernah terjadi.
“Lo sakit?”
Melodi tersentak kaget begitu menyadari punggung tangan Fana berada di dahinya.
“Hah?”
“Wajah lo merah gitu.”
“Hah?”
“Hah-hah kek orang bego aja lo.” Ekal memutar mata sekaligus ingin menabok wajah linglung gadis yang berada di bawahnya itu.
Melodi segera mengambil kaca kecil yang diberikan Fana, ia meringis begitu mendapati wajah seorang cewek yang terlihat begitu merah seakan wajah itu baru saja berhadapan dengan api selama semenit. Mengembalikan kaca, Melodi berdiri dan masuk ke dalam kelas dengan rasa malu pada dirinya sendiri, gitu aja pake blushing apaan banget coba.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Somebody Else
Teen FictionSLOW UPDATE Awalnya, Melodi hanya sekedar menyukai Chandra. Tidak ada sedikit pun harapan pada gadis itu untuk Chandra. Ya itu awalnya, sebelum Chandra menyadari perasaan Melodi dan mendekati gadis itu. Semua berjalan normal, setelah dengan nekat co...