Sebelumnya gue minta maaf karena part" kemarin ada adegan yang lebih menjurus ke Romance daripada teenfiction.
Tapi ya, gimana lagi atuh? Itu demi kelangsungan part" berikutnya.. So, kalian yg jijik baca part kemarin, lewat aja oke.
***
Author POV
Saat ini, Kara tengah berdiam diri dikamar menunggu Arka yang sedang mengambilkan sarapan untuknya. Dikarenakan Kara badannya yang sakitnya minta ampun, Arka pun rela, ikhlas, ridho lahir-batin mengambilkan sarapan untuk istrinya itu.
Arka melihat dari kejauhan kalau orangtuanya dan orangtua Kara sedang sarapan di meja makan.
"Morning eperibadih," sapanya begitu sampai di meja makan tersebut.
"Pagi!" jawab mereka berbarengan.
"Kara mana, Ka?" tanya Gevan langsung to the point.
"Di kamar, katanya badan dia sakit semua jadi gak bisa turun kasur." ucap Arka sambil mengambil piring lalu menyiukan nasi dan lauk pauk kedalamnya. Dia tak sadar, para orangtua itu tersenyum jahil menatapnya.
"Oh.." mereka lagi-lagi menjawab dengan kompak.
Arka telah selesai dengan kegiatannya. Dia pun pamit pada semua, "Arka ke kamar ya."
"Iya, tiati Ka!" Arka mengerutkan dahinya. Hati-hati? Dia emang mau kemana? Suka lebay gitu ah.
Kara mengalihkan pandangannya dari benda berbentuk pipih itu begitu pintu kamar terbuka dan memunculkan Arka yang membawa piring dan gelas ditangannya. Dia menyimpan handphone itu di nakas dan bersandar ke kepala kasur.
"Nih makan." Arka duduk pinggiran kasur, dia menyodorkan piring itu kehadapan Kara. Kara langsung melahapnya dengan rakus.
"Pelan-pelan onta! Belepotan kan ah," Arka mengelap sudut bibir Kara, membuat gadis itu menghentikan gerakan sendoknya diudara. Matanya bersibobok dengan mata Arka yang juga sedang menatapnya.
Waktu seakan berhenti, mereka tak tahu lagi harus bagaimana untuk mengalihkan pandangan masing-masing. Pandangan mereka seakan terkunci.
Kara merasakan degup jantungnya yang semakin cepat dan ada aliran listrik yang mengalir dari jari Arka ketubuhnya. Arka pun begitu, dia baru sadar bahwa Kara memiliki warna mata yang sangat indah, warna biru.
Tiba-tiba ada angin berhembus yang membuat mereka tersadar. "Hm, itu--ada nasi." suasana jadi awkward.
Kara hanya mengangguk ragu. Dia kembali terhanyut dengan makanannya.
"Gue mandi dulu ya?" Arka bangkit dari duduknya, dia menepuk dua kali puncuk kepala Kara lalu menghilang dibalik pintu kamar mandi.
Kara POV
Puft, gue kenapa sih? Gak biasanya gue deg-degan gini kalo deket Arka. Tadi saat matanya menatap gue, gue tahu kalo ada sesuatu dibalik mata tajamnya itu.
Gue gak bisa deskripsikan perasaan gue sekarang ke dia. Yang penting, gue udah mulai nyaman dengan semua perlakuannya. Mungkin kayaknya gue sama Arka harus damai dan menganggap pernikahan ini serius.
Gue punya cita-cita untuk cuma nikah 1 kali seumur hidup dan gue gak bisa wujudkan itu sendirian. Harus ada peran Arka juga didalamnya.
Semoga Arka bisa diajak kompromi deh ya..
Author POV
Arka, dirinya baru selesai mandi namun saat dia keluar dari kamar mandi, Arka tidak melihat Kara dikamar. Dia mengerutkan dahinya, bukankah badan Kara sakit semua? Kenapa jalan-jalan?
"Ra!" panggilnya sambil keluar dari kamar. Namun yang didapatnya hanya keadaan hening.
Dia menelusuri lorong dan berakhir di sebuah balkon yang menghadap langsung ke halaman belakang. Dia dapat langsung menangkap siluet seseorang disana. Dia tahu betul seseorang itu siapa.
Disisi lain, Kara sedang menikmati sinar matahari pagi yang begitu cerah, membuat bunga-bunga dihalaman belakang rumahnya terlihat lebih indah.
Grep
Ada tangan seseorang yang memeluk pinggangnya dari belakang. Dia sempat terkejut, namun setelah mencuim wangi yang keluar dari seseorang itu, dia tahu itu Arka.
"Ngagetin aja sih lo!" ketus Kara.
Arka melepaskan pelukannya lalu ikut bersandar pada pagar balkon, sama seperti Kara. "Abisnya gue cariin dimana-mana lo nya nggak ada."
"Gue tuh mau menikmati suasana di pagi hari yang cerah ini," Kara mengambil nafas perlahan sambil menutup matanya. "Lagian gue gak tahu kapan gue bisa kayak gini lagi."
"Maksud lo?" tanya Arka tak mengerti.
"Kita kan gak tahu gimana kedepannya nanti. Bisa aja gue hamil, dan pastinya gue gak punya waktu buat santai-santai kalo anak kita udah lahir." jawab Kara tanpa melihat ekspresi dari Arka, dirinya menatap lurus bebungaan yang ada dibawah sana.
Arka sempat mengerjap-ngerjapkan matanya. Gak salah? Seorang Kara ngomong sebijak ini? Batinnya bertanya-tanya.
Arka menaruh telapak tangannya ke dahi Kara. Lalu dia menggumamkan, "nggak panas."
"Ish! Apaan sih lo." Kara langsung menepis tangan Arka yang tadinya berada di dahinya.
Setelahnya hening. Kara sibuk memandangi dedaunan di pohon itu yang menurutnya sedang berfotosintesis. Arka, dia malah asik sendiri memandangi awan yang menurutnya bergerak itu.
"Ka," panggil Kara memecah keheningan.
"Hm?" Arka menoleh pada Kara. Menatap gadis itu walaupun pandangan mereka tak bertemu.
"Kita damai yuk!"
"Hah?" Arka jadi cengo sendiri. Damai? Damai apanya.
"Iya, kita damai. Jangan suka berantem lagi kayak dulu. Nih ya, gue itu cuman mau nikah 1 kali. Nah, kalo kita berantem mulu, bisa-bisa cerai kita. Gue gak mau jadi janda pokoknya!"
Arka tersenyum kecil.
"Gue ingin pernikahan ini kita jalani dengan serius. Karena pernikahan itu pada awalnya kan memang bukan mainan." lanjut Kara.
Arka terdiam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan dari Kara.
Sampai pada akhirnya, "Gue..."
***
Tbc..
Hayo loh, digantung.
WkwkwkLove❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Love
Teen FictionIni kisah klise tentang dua anak manusia yang kerjaannya selalu berantem tapi suatu ketika, mereka dijodohkan oleh orang tua mereka. Gimana jadinya?