III

440 41 3
                                    

Aku percaya,bahwa hidup bukan hanya tentang cinta. Masih banyak hal lain yang dapat kalian deskripsikan tanpa perlu hadirnya seseorang yang benar-benar membuat kita lupa akan segala yang kita miliki.

-Melody Naima

.....

Aurora's POV

Kali ini aku merasa berada ditengah-tengah hutan dan jauh dari kehidupan sesungguhnya. Rumah tua nan usang ini tampak menawan meskipun ada beberapa bangunan yang perlu di renovasi lagi. Aku berada di rumah Natha. Baru kali ini aku memasuki kediamannya ini yang bisa disebut rumahnya. Lapisan ornamen kayu nampak jelas dibagian dinding rumahnya,bahkan ada pula yang benar-benar menggunakkan kayu. Aku merasa takjub akan arsitektur bangunan rumah milik Natha. Walaupun,rumahnya nampak sepi. Kedua bola mataku tidak dapat berpaling dari tiap sudut rumah Natha. Ku jelajahi tiap inchinya hingga detail. Bahkan tambahan foto penemuan serta ilmuan kuno yang berdebu menambah ke-antikan rumah ini.

"Ra?kok kamu belum masuk."ujar Natha dari dalam kamarnya.

"Tunggu."jawabku kini aku melewati lorong menuju arah ke kamar Natha.
Tiba -tiba bola mataku seakan ingin melontar keluar yang mendapati Natha sedang berganti pakaian. Punggung Natha yang begitu proposional dengan urat di lengan tanganya. Membuat mataku berkaca-kaca. "Sungguh ini Natha?"batinku. Kali ini aku berperang antara pikiran dan batinku.
"Peluklah dia dari belakang,jangan hanya berdiri dan menatapnya dengan hasrat keinginanmu."pikirku.

"Ciumlah tengkuk leher jenjangnya,aku rasa kau menginginkannya."batinku.

Sungguh hal menjijikan yang terlintas dibenad serta batinku. Apa aku harus melakukan hal gila tersebut kepada Natha. Seakan Natha-lah satu-satunya mahkluk hidup didunia ini.

"Nath.."ujar ku perlahan dan pelan.

"Eh,ra kalo masuk bilang dong."Natha terkejut dan lekas memakai pakaiannya dengan cepat dan singkat. Lalu ia berbaring diatas kasurnya serta membersihkan hidungnya yang bergelimang darah dengan selembar tissue.

"Aku buatkan akan buatkan untukmu teh hangat."ujarku yang lekas pergi menuju dapur.

Dari dapurnya terdapat jendela yang memancarkan keindahan sebuah taman kecil penuh dengan bunga-bunga. Aku nyalakan perapian dari sebuah kompor dan memanaskan air. Tidak hanya bagian rumahnya,ternyata gelas serta piringnya pun bercorak kuno. Aku jatuh cinta pada tempat ini.

*Ciiiitttttt...citttttttttttt*

Bunyi teko yang menandakan air sudah pada suhu tertinggi mulai terdengar. Aku menuangkan teh hitam kedalam cangkir kuno ini. Tak lupa air hangat didalam gayung serta kain untuk mengompres wajah Natha yang penuh dengan lebam dan parut.

"Untuk apa gayung serta kain itu?"ucap Natha sambil menunjuk-nunjuk gayung serta kain tersebut.

"Sudah jangan banyak tanya,minum dulu tehnya." Sesaat ia meminum tehnya aku menjaram kepalanya yang luka dengan kain. Tak sengaja aku melihat mata Natha menatap wajahku dengan senyum simpulnya. Aku pun membalasnya tak kalah manis. Sembari aku meredakan luka Natha,aku merasa jantungku berpacu dengan cepat seakan ingin turun kedalam rongga perut. Apa ini? Ah tidak mungkin.

"Aww sakit,agak pelan bisa gak,kamu ini kayak menyentuh batu."teriaknya disertai guyonan garing nan melepes.

Aku hanya bisa tertawa melihat wajah lugunya karena kesakitan sungguh anak yang malang.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang