Pagi ini, langit dihiasi oleh awan mendung. Suasana kelabu kembali menyelimuti SMA Miyuzama. Tersiar kabar bahwa salah satu murid dari kelas 11-2 telah meninggal dunia di hari Sabtu kemarin.
Di sepanjang koridor sekolah, sayup-sayup terdengar percakapan para siswa-siswi yang terkejut atas kematian Sayuri. Tidak sedikit dari mereka yang ketakutan dan ingin pindah sekolah. Pasalnya, kematian Michiko dan Sayuri memiliki selang waktu tidak lebih dari satu bulan.
Siapa korban selanjutnya? Tidak ada yang tahu, yang pasti mereka yang sudah mem-bully-ku adalah calon korban selanjutnya.
Tidak ada yang tahu siapa pembunuh Michiko dan Sayuri, sebab pembunuh itu berlindung di balik topeng lugunya, bersandiwara di hadapan semua orang, seolah tidak tahu apa pun. Seandainya mereka tahu siapa pembunuh Michiko dan Sayuri, mungkin mereka akan lari ketakutan saat berpapasan dengannya.
Si Pembunuh itu berpura-pura terkejut dengan apa yang dia dengar dari siswa lain. Padahal, itu adalah perbuatannya sendiri yang menyebabkan Sayuri meninggal. Raut itu adalah tipuan! Yang ada di balik raut itu adalah raut tertawa senang karena telah melenyapkan orang yang sudah mem-bully-ku. Laki-laki itu, si Kutu Buku dari kelas yang sama dengan korbannya. Kelas 11-2.
“Yuki?”
Seseorang menepuk pundakku, sehingga membuat kesadaranku kembali. “M-Mina?”
“Sedang apa kau berdiri di sini?” tanya Mina. Dia lalu mengikuti arah tatapanku.
Aku memang sedari tadi berdiri di ambang pintu kelas sembari memperhatikan tempat duduk Shirosuke, yang kini sosoknya sudah beranjak dari sana, pergi keluar kelas.
“Satu lagi, anggota geng Haru mati,” gumam Mina yang tertangkap oleh indra pendengaranku.
Satu lagi, ya? Bagaimana kalau nanti mereka semua mati?
“Yuki?” panggilnya, aku pun menoleh. Mina menatapku penuh selidik. “Apa kau tahu sesuatu mengenai kematian Sayuri?”
“Huh?” Aku melongo, terkejut atas pertanyaan Mina. Mengapa dia bertanya mengenai kematian Sayuri kepadaku? Dia... mencurigaiku?
“A-aku (tahu) tidak tahu,” jawabku pelan.
Bohong.
“Hei, kalian berdua!”
Astaga! Kami berdua terlonjak saat seseorang membentak kami. Kami pun berbalik agar dapat melihat siapa yang sudah membuat jantung kami hampir copot.
Seorang laki-laki berperawakan tinggi dan memiliki wajah yang selalu dihiasi dengan dahi berkerut, serta alis yang hampir bertaut, menatap ke arah kami dengan sorot mata yang tajam serta bibir yang jarang tersenyum. Bukannya garang, tetapi memang wajahnya seperti itu. Dia adalah Ketua Kelas kami, Nakamura Eiji.
Disiplin dan tegas sudah menjadi kepribadiannya. Meskipun begitu, dia juga baik hati. Aku bersyukur karena dia bukanlah orang yang suka mem-bully. Dia juga tidak mempergunakan jabatannya sebagai ketua kelas untuk merendahkan murid lain.
“Kalian bisa berdiri di mana pun yang kalian mau, asal jangan di depan pintu! Kalian hanya menghalangi murid lain yang ingin masuk ke kelas saja!” ujar Eiji. Ya, kami tahu kami salah dan Eiji berhak memarahi kami.
“Ma-maaf.” Kami membungkukan sedikit tubuh kami, lalu berlari masuk ke kelas.
Tidak lama kemudian, bel masuk berbunyi bersamaan dengan Shirosuke yang melenggang masuk ke kelas dengan beberapa buku di tangan. Laki-laki itu mengikuti pelajaran seperti biasa, berlagak layaknya murid kebanyakan. Tidak ada yang tahu kalau itu semua hanyalah sandiwara.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PSYCHOPATH BOYFRIEND [ON REMAKE]
Mystery / Thriller(17+) [Mystery/Thriller, Romance] "Jadilah kekasihku, jika kau tidak ingin mati." Berawal dari pertemuan, berujung jatuh cinta dan obsesi. Kimura Yuki mendapat penderitaan baru dari seorang siswa bernama Takishima Shirosuke, yang tidak akan segan me...