11

149 7 0
                                    

Terik matahari masuk menyinari teras depan rumah kediaman Casilas Mirdas di Wallof. Casilas yang sedang di dapur mengambil sebuah sendok kecil untuk mengaduk cokelat panas yang dibuatnya sendiri. Tiba-tiba terdengar suara telepon berdering.

"TRING..."

"TRING..."

"TRING..."

"Hahh.. siapa siang hari begini meneleponku?" Casilas menghela nafas dan segera mengangkat telepon yang berdering itu.

"Halo?"

"Apakah benar ini kediaman Mirdas?"

"Iya benar, saya sendiri, ada perlu apa ya?"

"Kami dari Panti Jompo Greatof  ingin menyampaikan kabar bahwa Nyonya Grace telah menutup usianya tadi pagi. Kami ikut berduka mister, anda adalah satu-satunya kontak yang kami temukan dalam dompet Nyonya Grace. Apakah anda bisa segera ke sini dan mengurus pemakamannya?"

"Saya harus ke Greatof?" Casilas bertanya dengan nada ragu.

"Yes mister."

"Alright. I'll be there tonight." Casilas menutup telepon dan menghela nafas panjang.

"Grace.. Grace... sungguh malang dirimu, semoga Tuhan akan menjagamu bersama keluarga Peter di sana"

Casilas bersiap ke kamarnya dan menyiapkan pakaian untuk pergi ke Greatof dengan membawa koper berwarna cokelat tua antiknya. Sesampainya di stasiun Wallof, Casilas membeli tiket Nexpress Train untuk menuju ke Greatof. Di dalam kereta, Casilas duduk di dekat jendela pada barisan tengah. Memandangi alam sekitar. Casilas berpikir di dalam hati apakah dia harus menemui anaknya di Monthart? Casilas takut bahwa Rose akan merindukannya dan tidak ingin Casilas untuk kembali ke Wallof.

"Hm, mungkin aku akan mengunjunginya setelah pemakaman Grace selesai."

***

Sampailah Casilas di Panti Jompo Greatof, ia segera menemui bagian informasi dan diantarkan ke tempat pengurusan pemakaman Grace.

"Saya ingin pemakamannya dekat dengan keluarga kediaman Peter Grew."

"Baiklah Tuan"

Grace tidak memiliki banyak sanak saudara, pemakamannya begitu sunyi dan hanya teman dekat Grace, para suster dari Panti Jompo, dan Casilas yang hadir dalam pemakamannya.

Semua memakai baju serba hitam, cuaca begitu sejuk dan langit terlihat mendung. Casilas yang juga membawa kopi hangat instan ditangannya terlihat rapi dengan setelan jas hitamnya. Setelah semua proses pemakaman selesai, Casilas masih terdiam dan melihat kuburan yang terletak bersebelahan. Kuburan itu yakni Peter Grew, Anne Rose, dan Grace.

Dalam suasana dingin, mata Casilas berlinang air mata dan merindukan sosok keluarga yang penuh kasih itu. Setelah meneguk sedikit kopi hangatnya, Casilas duduk di rumput bersih samping kuburan Peter Grew dan berkata.

"Anakmu, sekarang sudah besar. Dia bersekolah dengan baik bersama anak laki-lakiku. Mengapa Peter? Mengapa kau meninggalkan segalanya begitu cepat? Bukankah ini kehidupan yang kita inginkan dulu, memiliki keluarga bahagia dan seorang anak. Tapi kau bahkan tidak merasakan semua itu. Bagaimana caraku menjelaskan semua ini kepada Rose?...."

Casilas sedih. Air matanya pun turun membasahi pipi sosok seorang Casilas yang tangguh. Casilas meneguk kembali kopi hangatnya dan menghela nafas panjang.

Casilas berdiri dan beranjak pergi meninggalkan kuburan kediaman keluarga Peter Grew itu.





Lady Rose and The Secret FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang