sebuah diary

50 11 0
                                    

Burung-burung yang berterbangan, langit yang berwarna jingga,pohon-pohon rindang, Juga kucing anggora milik rezka menjadi saksi Kemesraan mereka.

"Kamu tau cerita aristoteles yang menanyakan arti cinta sejati pada gurunya?" Tanya Alviana.

Azka menggelengkan kepalanya, Ia menatap alviana.

"Suatu hari, aristoteles bertanya pada gurunya, 'apakah cinta sejati itu?' Lalu guru nya pun menjawab, 'berjalan lah lurus di taman bunga yang luas,lalu petik lah satu bunga yang menurut mu paling indah, dan jangan pernah berbalik ke belakang' lalu," alviana menghela nafas."Aristoteles mengikuti apa yang di perintahkan oleh guru nya, dia pergi ke sebuah taman, Tapi.. dia kembali ke gurunya dengan tangan hampa. Dan guru nya pun bertanya 'mana bunga nya' lalu aristoteles pun menjawab 'saya tidak bisa mendapatkan nya, sebenarnya saya telah menemukan nya, tetapi saya berfikir jika di depan masih ada bunga yang lebih indah, tetapi dugaan saya salah, ketika saya sampai di ujung taman, saya sadar jika bunga yang pertama kali saya temukan itulah yang terbaik. Akan tetapi saya tidak bisa berbalik lagi ke belakang, karna bunga itu sudah di ambil oleh orang lain." Ucap alviana tersenyum menatap azka.

"Lalu apa jawaban dari gurunya?" Tanya azka yang masih menatap alviana.

"Gurunya tersenyum mendengar jawaban aristoteles lalu ia berkata 'seperti itulah cinta sejati,Semakin kamu mencari yang terbaik, Semakin kamu tidak akan pernah menemukan nya." Ucap alviana tersenyum. "Kamu mengerti maksud ku?" Tanya alviana kepada azka yang sudah menatap nya dengan tersenyum.

Azka tersenyum, "Aku ngerti," ucap azka yang mengacak-acak sedikit rambut alviana.

Alviana berdiri dari posisi awal nya, berjalan menuju ke dalam rumah, Tidak ada sepatah katapun yang alviana ucapkan pada azka ketika ia pergi meninggalkann azka tanpa permisi terlebih dahulu.

Azka menatap kepergian alviana  sambil tersenyum.

******

Laki-laki ini yang membuat hidup ku terasa lebih berbeda,
Dunia yang dulu gelap,Segelap malam.
Kini,
Sudah terang seterang sinar mentari pagi.

Tak pernah bisa ku bayangkan,
bagaimana pertemuan singkat kita dulu,
Kita hanya dua orang yang hanya sekedar mengenal nama,
Saling Menyimpan rasa tanpa ada yang mengetahui.
Saling melempar tatapan malu setiap kali bertemu.
Saling memendam rindu yang ada, Tanpa berani untuk mengungkap kan nya kepada sang pengirim rindu.
Saling mencari tanpa ada rasa ingin bertanya pada orang lain.
Saling berharap untuk berbicara lebih,
Tetapi,
Sang Mulut selalu berkata lain,
Mulut tak pernah seirama dengan hati,
Aku benci itu,
Akupun  tau,
kau juga benci itu.

Perasaan ku masih tetap sama,
Rasa malu ku pada mu, masih tetap ada.
Berbicara dengan mu saja,
Kaki ku masih sering gemetar.
Memandang mu saja,
Wajah ku masih sering berubah memerah.

Aku tau, kau laki-laki yang berbeda.
Tapi maaf,
Aku masih ingin memperlakukan mu sama seperti teman laki-laki ku.
Bukan karna aku tak sayang padamu.
Karna belum siap untuk jatuh cinta.
Aku belum siap,
Jika kau tiba-tiba meninggalkan ku tanpa sebab.
Aku belum siap untuk sakit hati,
Dan aku belum siap untuk kehilangan mu.
Itu alasan ku.

Tapi setiap kejadian yang kita lalui bersama.
Itu adalah nyata.
Bukan ilusi,
Bukan khayalan,
Bukan kebohongan hati,
Bukan kebohongan rasa,
Setiap detik yang terjadi,
Antara aku dan kamu.
Itu adalah benar-benar terjadi.
Benar dari hati,
Benar nyata bukan ilusi,
Benar nyata bukan khayalan,
Benar kesenangan hati, Bukan kebohongan rasa. 

Alviana tersenyum, Ia sedang duduk di jendela kamar nya sambil memegang sebuah buku diary yang cukup besar dan berwarna pink, Diary ini adalah pemberian dari Alm. Mamah nya ketika ia duduk di kelas 1 SMP, Dulu mamah nya memberikan ini untuk alviana menulis segala aktivitas nya, Tapi sejak kelas 2 SMP, Diary ini beralih fungsi menjadi ungkapan rasa kesal nya pada papah nya dulu, Dan Semenjak Kepergian mamah nya,Diary ini menjadi Buku untuk menceritakan segala kerinduan alviana untuk Alm. Mamah nya. Dan kini isi buku diary itu banyak menceritakan tentang azka di dalam nya.

Alviana menatap langit yang penuh dengan bintang sambil tersenyum, sebenarnya alviana memang belum begitu jatuh hati pada azka, Karna memang itu alasan nya, Ia takut jika ia terlalu jatuh ke dalam jurang perasaan yang amat dalam. Ia takut jika suatu saa ia tidak bisa keluar dari dalam jurang itu. 

Malam ini kanya akan menginap di rumah ini, Karna memang besok adalah weekend jadi mereka bisa sepuasnya bergadang hingga larut malam.

Kanya sudah datang sejak tadi,Tapi ia mengobrol terlebih dahulu dengan bi tina di bawah yang sedang menyiapkan susu coklat untuk alviana. Dan kanya juga akrab dengan bi tina, karna memang sudah beberapa kali ia datang ke rumah ini.

Kanya masuk dengan membawa sebuah nampan yang berisi susu dengan biskuit di Atasnya.

"Makasih ya mbok" ucap alviana yang mengambil segelas susu di nampan yang di bawa oleh kanya.

"Iya non, jangan di abisin ya, Sisain buat semut, setetes aja." Ucap kanya.

Alviana tertawa, Kanya duduk di jendela sebelah alviana.

"Kamu suka duduk di sini?" Tanya kanya yang kemudian menatap langit yang penuh dengan bintang.

"Jarang sih, Aku lebih suka duduk di balkon rumah," ucap alviana.

Kanya tersenyum, Alviana pun tersenyum.

"Kamu lihat adik ku kemarin?" Tanya kanya.

"Lihat, Adik mu kelihatan menyenangkan," ucap alviana.

"Adik ku bukan kelihatan menyenangkan," ucap kanya yang menatap langit penuh bintang.

"Terus?" Tanya alviana.

"Adik ku kelihatan ngantuk," ucap kanya yang sedikit menimbulkan tawa. Kanya pun tertawa. Kanya senang sekali membuat alviana tertawa lepas bahkan bukan saja alviana mungkin, Tapi setiap orang yang berada di dekat kanya bisa ia buat tertawa sepanjang hari.

Kanya banyak bercerita tentang keluarga nya, tentang ibu nya yang adalah seorang ustadzah, ibu  nya yang setiap kali berdakwah selalu membawa nama nya sebagai bahan contoh, Juga tentang ayah nya yang hanya pulang ke rumah cuma numpang tidur habis itu pergi dinas lagi, kanya jarang makan bersama dengan ayah nya,Karna selama Dinas ayah nya selalu mendapatkan nasi box untuk makan nya. Dan ia juga bercerita tentang adiknya yang mempunyai hobi bermain skate, sampai koleksi papan skate nya mencapai 25 papan skate. Kanya berbicara jika Adik nya itu adalah pemain skate sekaligus pelawak Level teri kacang. Ia lebih suka dibilang pelawak level teri kacang, Di bandingkan dengan pelawak kelas kakap, Karna ia pernah bilang 'aku ga suka kakap, aku sukanya teri kacang, soalnya kakap gaenak banyak tulang nya, Kalo teri sama kacang kan tinggal makan doang,' ucapan alvin saat itu dapat menimbukan tawa seluruh keluarga.

VOUS ETES TOUT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang