***
Lala pov
Lala mengerjapkan matanya saat seberkas cahaya masuk menyelinap ke kamarnya. Dengan malas Lala mengambil handuk yang terletak diatas sofa lalu masuk ke kamar mandi. Selesai mandi, Lala memakai seragam sekolahnya dan mengoleskan bedak bayi di wajahnya. Tidak lupa Lala memakai liptint yang berwarna natural sesuai dengan warna bibirnya. Dengan cepat Lala menyandangkan ransel merah mudanya lalu turun ke bawah untuk sarapan.
Lala segera duduk dibangku yang bersebelahan dengan Mamanya dan menatap kesana kemari mencari sosok kakaknya. "Kakak mana Ma?" Tanya Lala kepada Mamanya. "Ohh... itu tadi kata Kak Qiqi mau cari buku Fisika dulu." Lala hanya manggut manggut mendengar ucapan Mamanya.
Sepuluh menit berlalu, tapi Qiqi tak kunjung menemukan buku Fisikinya. "KAK QIQI BUKUNYA UDAH KETEMU BELUM?" Teriak Lala dari bawah. Tak lama kemudian, Qiqi turun dengan menenteng tasnya. "La ayo berangkat udah mau telat nih. Lala dengan cepat mengambil ranselnya lalu pamit kepada kedua orang tuanya.
***
Author pov
Didalam mobil
Lala menatap kakaknya dengan tatapan khawatir.
Bagaimana tidak? Qiqi mengidap penyakit anemia, jika Qiqi terlalu kecapekan atau telat makan, maka kondisinya bisa drop kapanpun. "Lo gak sarapan dulu Kak?" Tanya Lala menatap Kakaknya yang tengah menatap jalanan dengan fokus. "Kita udah telat, nanti gue bisa sarapan dikantin kok." Jawab Qiqi mengalihkan pandangannya dari jalan menengok kearah Lala sekilas dan menatapnya sambil tersenyum. "Lo bawak obat kan Kak?" Qiqi menepuk jidatnya saat Lala menanyakannya pasal obat. "Gue lupa bawak obat." Mendengar ucapan Qiqi, Lala menjadi sangat panik. Inilah yang Lala benci dari kakaknya. Qiqi memiliki sifat yang ceroboh. Lala sangat membenci orang orang yang memiliki sifat ceroboh dan pembohong. Tapi Lala tidak bisa membenci Qiqi walaupun Qiqi memiliki sifat yang ceroboh, Karena bagaimanapun juga Qiqi adalah kakak satu satunya."Kok lo bisa lupa bawak obat sih Kak, lo itu sakit Kak, lo gak boleh kecapekan atau pun telat makan, gimana kalo keadaan lo drop, gimana kalo lo masuk rumah sakit, siapa yang khawatir, Papa Mama pasti khawatir sama lo, kalo lo masuk rumah sakit, kita semua pasti nangis kak, lo itu harus jaga kesehatan lo, lo harus ikutin anjuran dokter, kalo kelakuan lo masih ceroboh kayak gini, keadaan lo bisa--"
"Drop." Sambung Qiqi. Qiqi menepikan mobilnya lalu mendekat kearah adiknya dan memeluknya erat. Qiqi tau arti dari omelan Lala untuknya. Lala sangat peduli pada Qiqi. Bahkan melebihi kata peduli. Qiqi mengusap lembut punggung Lala yang bergetar akibat menangis. Lala sangat lemah jika telah bersangkutan dengan orang orang tersayangnya. Qiqi melerai pelukannya dan melajukan mobilnya kembali menuju sekolah.
Qiqi dan Lala telah sampai disekolah 5 menit yang lalu. Qiqi dan Lala kini berjalan beriringan menuju kelas mereka masing masing. Lala berhenti sejenak di tempat. Qiqi yang merasakan itu membalikkan badan dan menatap mata adiknya yang memancarkan rasa kekhawatiran. "Kenapa berhenti?" Tanya Qiqi bertanya kepada Lala. "Kakak hati hati ya, kalo laper langsung kekantin aja, kalo ada apa apa telpon atau chat gue ya." Qiqi tersenyum mendengar ucapan Lala dan mengacak pelan rambut Lala. "Bawel lo, kuy lah ke kelas nanti keburu bel"
***
Divan pov
Divan menyusuri koridor yang tampak masih sepi. Entah ada angin apa, hari ini Divan berangkat ke sekolah sangat pagi. Bahkan Divan dapat melihat ruang guru yang masih sepi. Divan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas. Keadaan kelas sangat sepi. Jadi, Divan memutuskan untuk menggambar di buku hariannya. Setiap kali Divan memikirkan sesuatu, pasti dia akan selalu menggambarnya. 10 menit berlalu, kelas yang tadinya sepi, kini mulai ramai mengingat hari yang mulai menjelang siang. Divan melihat Lala yang menundukkan kepalanya kebawah. Divan menatap bingung kearah Lala yang masih menunduk walaupun telah duduk dibangkunya. Divan tidak bisa melihat wajah Lala karena tertutup oleh rambut Lala yang panjang. Samar samar Divan mendengar suara tangisan disampingnya. Divan yakin ada yang tidak beres dengan Lala. Akhirnya Divan memberanikan diri untuk membuka rambut Lala yang tergerai. Mata Divan membulat ketika melihat Lala yang sedang menangis. Dengan sigap Divan memeluk erat tubuh Lala.
"Lo kenapa?" Tanya Divan lembut. Lala sama sekali tidak menjawab pertanyaan Divan. Divan menghembuskan nafas pelan. "Nangis aja dulu sepuas puasnya, tapi janji, kalo udah nangisnya, lo cerita ya sama gue." Lala hanya menganggukan kepalanya. Divan melerai pelukannya ketika sadar bahwa tidak terdengar lagi isakan dari Lala. Divan memegang bahu Lala untuk kedua kalianya. Mata Divan menatap lekat bola mata Lala. "Lo kenapa? Cerita sama gue?". Lala mengambil nafas lalu mulai berbicara kepada Divan. "G-gue hiks khawatir sa-ma Kak Qiqi." Lagi lagi Divan memeluk tubuh Lala. Ada rasa tersendiri saat memeluk Lala. Divan menyukai pelukan hangat ini. Divan hanya dapat berharap jika hanya dirinya lah yang akan menenangkan Lala jika dalam situasi seperti ini.
"Gak usah sedih La, gue yakin, kalo Kak Qiqi itu cewek yang kuat, positif thinking aja dulu." Lala tersenyum hangat kepada Divan. Rasanya sangat indah jika kita dapat bersama dengan orang yang kita sayang walaupun dalam keadaan suka dan duka. "Makasih ya Van." Divan hanya menganggukan kepala lalu membelai lembut pipi Lala
***
Author pov
Tubuh Lala menegang saat sebuah tangan hangat membelai pipinya lembut. Entah mengapa, Lala merasakan hal aneh saat dia berdekatan dengan Divan.
Duh Divan jangan buat gue baper dong. Kok gue deg deg-an ya? Wait, deg deg-an?-Lala-
Setelah cukup lama Divan membelai pipi Lala. Divan segera melepaskan tangannya dari pipi Lala, dan mencapit hidung Lala dengan gemas. "Aww." Ringis Lala menggosok gosok hidungnya yang sakit akibat ulah Divan. "Lucu deh, jadi pengen cepat cepat nembaknya."
Deg
Lala lagi lagi merasakan deg deg-an karena perbuatan Divan. Divan yang melihat itu menatap Lala dengan tatapan geli. "Uluk uluk uluk... Lala blushing ya." Lala baru menyadari bahwa pipinya sudah memerah karena ulah Divan. Dengan sigap Lala memukul pelan tangan kekar Divan hingga cowok itu terjungkal kebelakang. Lala menjadi merasa bersalah karena telah memukul Divan. Lala mendekatkan wajahnya saat melihat kepala Divan luka akibat terbentur meja. Jangan panggil Divan kalau tidak mengambil kesempatan saat ini juga.
Cup
Divan mencium sekilas pipi Lala. Lala membelalakan matanya saat merasakan sesuatu basah menyentuh pipinya. Lala kemudian menatap Divan yang tengah tersenyum melihat wajah lucu Lala. Lala menghentikan aktivitasnya mengobati luka Divan dan menatap tajam cowok dihadapannya. Lala memasang tampang segalak mungkin untuk menutupi kegugupannya walaupun pipinya sudah memerah seperti tomat.
"Aduh La sakit banget." Ringis Divan dan membuat wajah Lala yang galak tadi berubah menjadi panik. Divan hanya tersenyum kemenangan karena berhasil membuat Lala panik karena ulahnya. Lala sama sekali tidak melihat Divan tersenyum dan masih setia mengobati luka di kepala Divan dengan teliti.Lo senyum aja udah bikin gue bahagia La-Divan-
***
Haihaihai
Author update lagi nih
Ada yang kangen sama Fadhil gak?
Jawab di koment yaMaaf ya kalo banyak yang typo sama gaje
Jangan lupa Vomment
Thx😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny [On Going]
Teen Fiction"Awalnya gue bingung sama perasaan gue sendiri. Setiap kali gue deket sama lo, gue selalu aja deg deg-an. Setiap kali lo gombalin gue, pipi gue selalu aja blushing. Dan setiap gue lagi sendiri, gue selalu kangen wajah lo dan candaan candaan lucu lo...