9

35 5 5
                                    

***

Lala pov

Lala menenteng ranselnya dipunggung sambil menuruni anak tangga dengan cepat. Tadi Verina berteriak bahwa Divan menjemputnya hari ini. Lala tersenyum melihat kemesraan kedua orang tuanya yang sedang suap suapan di depan Divan, ya...walaupun seharusnya tidak baik ditunjukkan didepan anak.

"Ma, Pa, Lala langsung pergi aja ya. Nanti aku sarapan dikantin aja. Assalamualaikum." Lala menatap sebal kedua orang tuanya yang tidak memperhatikannya. Tanpa basa basi, Lala menarik tangan Divan dengan wajah yang ditekuk.

"Lo kenapa?" Lala hanya menggeleng pelan.

"Lo marah sama orang tua lo ya?" Lala diam tidak niat menjawab pertanyaan Divan.

"Jangan marah lagi dong, La. Entar cantiknya ilang." Lala menjadi salah tingkah saat Divan mengacak lembut rambutnya. Tidak bisa dipungkiri, pipi Lala kini sudah memerah seperti tomat akibat ulah Divan.

Pagi pagi udah dibikin marathon aja

"Berangkat yuk Van." Divan mengangguk mengiyakan ajakan Lala.

Divan menaiki motornya dan menutupi wajah tampannya dengan helm fullface miliknya. Divan juga mengulurkan tangan membantu Lala untuk duduk di jok motor. Sementara Lala, sedang menetralkan detak jantung yang telah dibuat marathon akibat perlakuan kecil Divan.

"Lo gak mau peluk gue?" Lala mendorong ganas kepala Divan yang tertutup helm dan membuat cowok itu meringis. "Modus aja kan lo?" Divan mengendikkan bahu santai lalu menge-gas motornya dengan kecepatan tinggi.

"DIVAN BAWAK MOTORNYA PELAN PELAN AJA." Teriak Lala ketakutan akan kecepatan motor yang dikendarai Divan. Akhirnya Lala terpaksa memeluk pinggang Divan.

***

Author pov

Lala turun dari motor Divan dengan tatapan kesal. Tanpa basa basi, Lala berjalan meninggalkan Divan yang masih berdiri di parkiran.

"LA...TUNGGU!" Teriak Divan sambil berlari menyusul Lala. Setelah perjuangan Divan yang mati matian mengejar Lala, Divan berhasil menyusul Lala yang masih dengan tatapan sebelumnya, yaitu ' kesal '. "Kok gue ditinggal sih La?" Lala hanya mengedikkan bahu santai dan kembali melanjutkan perjalanannya.

"Ihh, Lo ngambek ya?"

"Gak."

"Terus, tadi kenapa ninggalin gue sendirian di parkiran?"

"Gue piket, jadi mau cepet."

"Ooh... kirain gue lo marah lagi. Eh, tapikan jadwal piket belum di kasih, lo tau darimana kalo lo piket hari ini? Hayooo mau bohongkan lo?

"Engh, udahlah lupain aja, pokoknya gue mau ke kelas. Titik!"

"Yaudah kalo mau ke kelas, bareng aja, kita kan sekelas, sebangku lagi."

Lala tidak menggubris ucapan Divan dan memilih kembali berjalan menuju Kelasnya. Sedangkan Divan? Berjalan bersisian bersama Lala. Saat hendak melewati lapangan basket, Lala tidak sengaja menabrak seorang perempuan yang cukup tinggi dan cantik.

Brukk

Lala terjatuh ke lapangan basket dan segera dibantu berdiri oleh Divan. "Kalo jalan bisa liat liat gak sih?" Ucap perempuan yang ditabrak Lala yang sepertinya sudah kelas 12, terbukti dari angka kelas yang tertera di sebelah kanan bagian atas tangan.

"M-maaf Kak." Ujar Lala ketakutan jika nanti Kakak kelasnya ini akan melabraknya.

"Lo pikir kata maaf cukup buat ganti semua ini?"

"Weitss, gak usah nge-gas juga dong." Ucap Divan membela Lala.

Seketika Kakak kelas yang tadinya mendumel tidak jelas menjadi terdiam saat dia baru melihat ada seorang cogan disamping Lala. Dengan bangga, Divan berbisik kearah Lala.

"Tuh kan liat aja, kegantengan gue bikin orang mati kutu."

"Gak usah sok pede lo nyet."

"Nyet? Monyet? Lo berani manggil gue monyet?"

"Emangnya kenapa? Lo pikir gue takut sama lo?"

"Ihh, Lala jahat ah sama aaq."

"Alay njir."

"Biarin aja."

"Ihh lo kok nyolot sih?"

"Emang lo aja yang berani? Gue ju--"

"STOP!"

Lala dan Divan terdiam tanpa berkutik sedikitpun. Kakak kelas yang tadinya bengong, kini menatap kedua manusia ini dengan tatapan sebal.

"Lo berdua bisa diem gak sih?"

"Nggak." Jawab Divan singkat, dan mendapat pelototan tajam dari Kakak kelas itu.

"Lo berani jawab?"

"Emangnya Kakak siapa? Kakak Tuhan, yang harus kami takuti? Bukankan? Jadi buat apa kami takut sama  kakak?" Jawab Lala yang kini membela Divan. Bukan Lala tidak sopan karena menjawabi Kakak Senior, tapi karena Lala sudah muak dengan sikap angkuh kakak seniornya ini.

"Lo? Lo berani jawab gue? Liat aja yang bakal gue lakuin. "Ucap Kakak Senior itu seraya menunjuk tepat wajah Lala menggunakan telunjuknya.

"Gue gak takut sama Kakak." Ucap Lala yang membuat emosi seniornya itu memuncak.

"Lo udah rehemin gue, tinggal tunggu aja tanggal mainnya." Ujar kakak senior itu lalu meninggalkan Lala dan divan.

"Udahlah gak usah diladenin, mending kita kekelas aja yuk." Ajak Divan dan dijawab anggukan kecil dari Lala. Jujur saja, Lala memang dari dulu sangat takut kepada orang yang suka memberi ancaman. Lala sudah sangat trauma akibat ancaman beberapa tahun yang lalu. Dulu sewaktu Lala berusia sekitar 12 tahun, Lala pernah diancam akan diganggu setiap hari oleh para Kakak kelasnya. Tapi Lala sama sekali tidak percaya dengan ucapan Kakak kelasnya itu, hingga pada suatu hari, terjadilah hal yang tidak diharapkan Lala dan membuat Lala harus pindah dari sekolah lamanya. Perlahan, trauma masa lalunya menghilang dan digantikan dengan masa masa indahnya bersama seseorang. Lala hanya dapat berharap, bahwa kebahagiaan akan datang kepadanya menggantikan masa masa kelamnya yang saat ini masih sering menghantui pikirannya.

***

Holla
Sorry ya kalo gue late update
Sorry juga kalo part ini pendek dan absurd
Kalo ada typo tolong kasih tau ya
Jangan lupa Vote + Comment
Salam manis dari istri Chim chim
Thx😙

Love Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang