BIMBANG BERUJUNG MANIS

17.9K 2.8K 323
                                    

Satu bulan lebih Mega tidak mendengar berita tentang Ilyana. Sudah sering dia menghubungi namun Ilyana tidak pernah menanggapi. Hidupnya kosong dan hatinya hampa. Dia merasa hari-harinya monoton, flight ke satu tempat ke tempat lain, begitu hampir setiap hari tidak ada yang spesial.

"Kenapa sih Kap, lesu banget?" tegur kopilot bernama Guntur saat mereka menunggu boarding.

"Nggak tahu nih, Kap," jawab Mega lesu bingung dengan jalan hidupnya sekarang.

"Ada masalah?" Guntur menepuk pundak Mega.

Mega menyandarkan tubuhnya dan mendongakkan kepala menatap tombol-tombol yang ada di langit-langit kokpit.

"Saya itu bingung Kap, setelah istri saya meninggal begitu banyak yang terjadi membuat hati saya selalu gelisah. Mertua saya selalu mendesak supaya saya menikahi adik ipar saya. Tapi ...." Mega menghentikan ceritanya.

Guntur mengerutkan dahi menanti cerita selanjutnya.

"Tapi apa? Kamu punya pilihan lain?" tebak Guntur.

Mega menatapnya dan menganggukkan kepala.

"Kap, setelah istrimu meninggal hubunganmu dengan keluarga Dinda itu sudah putus. Mereka tidak lagi punya hak mengatur pribadimu. Kalau kamu punya pilihan lain bilang saja, kamu berhak menentukan keputusan sendiri," nasihat Guntur.

"Masalahnya tidak semudah itu, Kap. Cewek yang saya taksir ini salah paham dan sekarang menjauh dari saya."

"Siapa sih dia?" desak Guntur penasaran.

Mega menggigit bibir bawahnya lalu menjawab, "Dia ... Aruna. Pacarnya almarhum Kapten Langit."

Guntur terkejut dan menatap Mega tak percaya.

"Apa?!!! Gilaaaa! Nggak menyangka." Guntur menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kenapa? Apa saya salah kalau menyukai dia?"

"Nggak Kap, bukan itu. Cuma saya terkejut saja. Mungkin ini yang namanya takdir. Allah mengambil istrimu dan Kapten Langit di waktu yang sama. Tapi Dia punya rencana baik untuk kamu dan Aruna. Kalian dipertemukan ketika sama-sama berduka," terang Guntur tersenyum lebar memberikannya semangat.

"Iya bisa jadi, Kap. Tapi saya sungkan kalau menolak permintaan mertua. Selama ini mereka selalu baik pada saya dan Yoga. Tidak ada yang dibedakan antara anak dan menantu, mereka memperlakukan kami seperti anak sendiri." Mega mengusap tengkuknya yang terasa kaku. Pikirannya kalut dan hatinya risau.

Guntur memahami itu, memanglah sulit menolak permintaan seseorang yang sudah sangat baik kepada kita, apalagi jika kita memiliki hutang budi kepadanya.

"Lalu apa yang mau kamu lakukan, Kap? Menikahi adik ipar kamu tanpa mencintainya? Apa kamu sanggup?"

Pertanyaan Guntur menohok ulu hati Mega. Dia mencerna baik-baik dan berpikir ulang bagaimana nasib dia jika salah mengambil keputusan.

"Sudahlah, jangan pikirkan itu dulu. Sudah waktunya tutup pintu. Ayo!" Guntur menampar lengan Mega kecil.

Mega pun menghela napas dalam dan sementara menghempaskan segala pikiran yang membebani otaknya.

***

Ilyana duduk bersandar di kursi kerjanya seraya melamun memukul-mukulkan bolpein ke dahi. Sebenarnya satu bulan tanpa mendengar berita Mega hati Ilyana gelisah dan berkecamuk. Banyak hal yang ingin dia tanyakan, tapi gengsi menguasai dirinya.

"Assalamualaikum," pekik Fluor masuk ke ruang kerja Ily lalu berjalan ke arahnya dan duduk di kursi depan meja kerja.

Ilyana masih melamun menatap ke luar jendela. Fluor mengikuti arah pandang dia. Hanya hamparan gedung-gedung perkantoran dan pemukiman serta jalanan ibu kota yang padat.

PANGERAN BURUNG BESI (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang