Rintik air hujan menyambut senja hari ini, sampai petang hujan tak juga reda. Ilyana bosan menunggu balasan Whatsapp dari Aliandra. Dia duduk memeluk lututnya sambil menikmati coklat panas di ruang tamu.
"Nunggu Langit, Na?" tanya David menghampiri duduk di sampingnya.
"Iya, Pa. Katanya mau datang. Sudah jam segini belum datang juga," jawab Ilyana memanyunkan bibirnya kesal bosan menunggu Aliandra.
Suara mesin mobil terdengar berhenti di depan teras. Senyum mengembang di bibir yang tadinya manyun seperti bebek. Dengan riang Ilyana meletakkan cangkirnya dan meloncat berlari kecil menyambut seseorang yang sudah ditunggu. David menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya.
"Hai, maaf telat," ucap Aliandra ketika mereka bertemu di teras.
"Iya, nggak apa-apa. Kenapa jam segini baru sampai?" tanya Ilyana.
"Tadi ban mobilku di tengah jalan kempes, jadi ganti dulu. Oh iya, maaf aku nggak bisa lama ya? Soalnya aku berangkat dinas dini hari, malam ini harus siap-siap. Minggu depan aku flight ke Belanda," ujar Aliandra beriringan masuk ke rumah bersama Ilyana.
"Ke Belanda? Berapa lama?" tanya Ilyana terkejut dalam hati tidak rela jika harus berlama-lama tidak bertemu Aliandra.
"Sekitar 2 atau 3 hari," jelas Aliandra lantas menyalami David. "Om," sapanya mencium tangannya.
"Iya, Om masuk dulu kalian ngobrol saja," pamit David menepuk bahu Aliandra dan berlalu meninggalkan ruang tamu.
Aliandra duduk di sofa single, hubungan mereka berjalan mengalir begitu saja yang jelas mereka sama-sama nyaman.
"Aku ikut," rajuk Ilyana manja.
"Terus gimana kerjaan kamu?"
"Bolos."
"Nggak boleh!"
"Aaaa... please," mohon Ilyana mengiba.
Aliandra menghela napas dalam dan meliriknya tajam.
"Jangan meninggalkan tanggung jawab kalau bukan urusan yang sangat mendesak dan penting," nasihatnya.
"Ini juga penting."
"Penting apanya?"
"Iya penting dong, kan menjaga kamu dari godaan-godaan syaitonirrojiim," gurau Ilyana.
Aliandra terkekeh dan menempeleng kepalanya pelan.
"Kamu ada-ada saja!" cibir Aliandra.
"Boleh ya, ikut ke Belanda?" desak Ilyana mengiba memasang wajah memelas.
Aliandra tak sampai hati jika melihat gadis yang selalu menguasai pikirannya bersedih.
"Ya. Urus visa kamu," jawabnya.
"Yeaaaaaa ... go Belandaaaaa!" pekik Ilyana girang mengangkat kedua tangannya di udara.
Mega tersenyum bahagia melihat wajah gembira Ilyana.
"Oh iya, kapan kamu jadi ajak aku ke Jayapura? Katanya mau ngenalin aku sama keluarga kamu," tanya Ilyana tak lagi sungkan menagih janji Aliandra.
"Sabar ya? Tunggu waktu yang tepat. Bulan ini aku nggak ada jadwal ke sana. Kalau nunggu aku day off, cuma sehari atau dua hari, waktunya kurang," jelas Aliandra, dia juga bingung mencari waktu senggang untuk mengajak Ilyana ke rumah orang tuanya.
"Sibuk amat, ngalahin kesibukan presiden," cerca Ilyana.
"Ya memang begini pekerjaanku. Kamu harus sabar, pekerjaanku itu tidak seperti pekerja yang lain. Berangkat dan pulang tidak di jam yang sama. Kadang berangkat kerja bisa tengah malam, dini hari, begitu juga pulangnya," terang Aliandra memperkenalkan bagaimana sistem pekerjaannya supaya Ilyana bisa memahaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN BURUNG BESI (Sudah Terbit)
Любовные романыBagaimana bisa Ilyana melamar pilot untuk menjadi suaminya? Mmm ... melamar? Bukankah seharusnya dilakukan seorang pria? Namun, kali ini Ilyana yang melamar Aliandra. Ancaman perjodohan orang tuanya membuat Aruna Florence Ilyana kalang kabut. Dalam...