Flashback
Saat Aliandra melangkah keluar dari tempat makan itu, dia menoleh melihat Ilyana menunduk sedih. Hatinya tidak tega dan akhirnya memutuskan kembali masuk. Dengan wajah tebal menahan malu, Aliandra pun menarik tangan Ilyana.
"Ayo, pergi!" ajaknya menarik koper dan menggandeng tangan Ilyana keluar dari tempat itu. Dia tidak memerdulikan tatapan aneh dari teman-temannya.
Selama berjalan mereka saling diam, Ilyana merasa malu dan ini sangat sulit dia terima. Dia terus menunduk, dalam hati dia merutuki kebodohannya.
"Kamu pulang, saya harus berangkat flight lagi," ucap Aliandra melepas tangan Ilyana.
Ilyana masih diam, dia menunduk tidak berani menatap wajah Aliandra.
"Tunggu saja jawaban saya setelah lepas tugas. Sekarang please pulang ya?" mohon Aliandra.
"Aku akan menunggu kamu," jawab Ilyana lirih tanpa menatapnya.
"Iya, tapi tunggu di rumah. Karena jadwal saya ke luar kota terus setelah ini. Tolong ya kamu sekarang pulang?" pinta Aliandra melihat jam di pergelangan tangannya. 10 menit lagi waktu pesawatnya membukakan pintu untuk boarding.
Ilyana masih berdiri menunduk. Aliandra gusar bingung menghadapi Ilyana. Waktu terus berjalan dan jarum jam berputar semakin membuatnya kelimpungan.
"Maaf, saya tidak punya waktu banyak, penumpangku sudah menunggu waktu boarding." Aliandra berucap sambil berlari.
Dia melambaikan tangan dan tersenyum sangat manis. Tidak ada waktu untuknya melayani tangisan Ilyana, karena dia harus segera mengecek pesawat dengan tujuan jadwal berikutnya dan harus segera membuka boarding gate 45 menit sebelum waktu take off.
Flashback off.
Bibir itu terus tersenyum tidak jelas saat Ilyana mengikuti meeting bersama klien dari perusahaan lain. Presentasi yang dijelaskan pria separuh baya di depan layar sampai berbusa-busa, Ilyana tak acuhkan. Fluor yang duduk di seberangnya mengerutkan dahi bingung.
'Sudah gila ini anak, senyum-senyum sendiri nggak jelas,' batin Fluor.
Dia kembali memerhatikan presentasi di depan. Sedangkan Ilyana masih sibuk membayangkan kejadian beberapa hari lalu yang menurutnya konyol, memalukan tapi sangat berkesan. Bukan lagi waktunya menunggu bola, yang dilakukannya waktu itu, menjemput bola. Artinya, Ilyana tidak ingin berlama-lama menunggu Aliandra yang lebih dulu menyatakan cinta dan mengajaknya menikah. Sampai kapan dia akan menanti waktu itu tiba? Daripada tidak mendapat kepastian, bukankah lebih baik dia yang bergerak lebih dulu? Usia juga sudah mendesak apalagi orang tua.
"Baik, presentasi hari ini sudah cukup. Bagaimana Nona Aruna?" tanya pria paruh baya yang sudah menyelesaikan persentasenya.
Semua menatap Ilyana, dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Fluor menggelengkan kepala dan menendang kakinya menyadarkan Ilyana.
"Aw!" pekik Ilyana tersadar dan langsung memegang kakinya bekas tendangan Fluor.
"Nona Aruna yang terhormat. Bagaimana presentasi Bapak Widodo hari ini? Apa keputusan Anda?" geram Fluor geregetan melototkan matanya kepada Ilyana.
Ilyana bingung, dia kan tidak mendengarkan presentasinya? Bagaimana dia bisa memutuskan? Dia menyengir menyapu pandangannya.
"Mmm... Pak Widodo, mohon maaf sebelumnya. Saya rasa kami butuh waktu untuk kembali mempertimbangkan presentasi hari ini. Jika tidak keberatan kami meminta waktu untuk berdiskusi. Tapi tenang saja, jika kami sudah mendapat kesepakatan pasti perusahaan Anda segera kami kabari. Bagaimana?" Ilyana menatap wajah Widodo, dalam hati sangat berharap dia menyetujuinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/99754381-288-k74146.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN BURUNG BESI (Sudah Terbit)
RomanceBagaimana bisa Ilyana melamar pilot untuk menjadi suaminya? Mmm ... melamar? Bukankah seharusnya dilakukan seorang pria? Namun, kali ini Ilyana yang melamar Aliandra. Ancaman perjodohan orang tuanya membuat Aruna Florence Ilyana kalang kabut. Dalam...