Malam gemerlap dengan taburan bintang yang bertahta eksotis, langit cerah bulan tanggal tiga belas bersinar elok, menemani gemintang yang kelap-kelip gemuruh. Angin mendesau perlahan, mengirimkan sebuah pesan perdamaian pada bumi, malam ini akan ada suasana tenang dengan gemintang yang saling akur di langit sana.
Gedung-gedung pencakar langit bahkan nyaris terdiam bungkam, memperhatikan saja gemerlap bintang malam ini, mengalahkan kelip lampu miliknya. Kabut-kabut polusi bahkan malu untuk menampakkan diri, mengingat langit sedang ramah-ramahnya. Corong-corong pabrik penyebar polusi enggan beroprasi, entah karena apa. Bahkan knalpot mobil, angkutan umum, bis kota dan truk muatan yang biasa terkentut-kentut walau masih beroprasi di jalanan kota di bawah langit sana, dengan segera dibersihkan angin seketika. Yang penting langit sedang menampakkan keramahannya kali ini, langit yang benar-benar berbeda.
Jauh dari gedung pencakar langit, jauh dari knalpot yang saling beradu dan terkentut-kentut, serta jauh dari berbagai macam kebisingan kota lainnya, sebuah motor melaju dengan kecepatan sedang. Santai saja, tidak terlalu kencang apalagi pelan. Dua orang yang sedang duduk di atas jok hitam sepeda motor merah tersebut juga sedang asik menikmati taburan bintang di langit sana. Mengikuti arah bintang layaknya zamrud yang terserak seperti aliran sungai, warna-warni.
"Raihan mau kemana?!" seru Alin setengah berteriak, seperti janji Raihan siang tadi, kali ini mereka menembus malam sejak lepas isyak, keluar dari kebisingan kota, terus mengikuti arah rasi bintang waduk yang gemerlap samar di atas sana.
"Ada ajah!" Raihan masih dengan santai menjawab, dia selalu penuh misteri. Alin terdiam, walau dalam hati senang bukan kepalang, bisa duduk di jok yang sama dengan Raihan, menikmati malam mereka kali ini yang berbeda. Sebuah gitar tua terselip antara dia dan Raihan. Sepertinya malamini akan menjadi malam yang benar-benar special buatnya, dia tersenyum girang dari tempat duduknya.
"Hayo, kesenengan yah?" eits, rupanya Raihan memperhatikan perubahan wajahnya dari spion sepede motor.
"Enggak... eh... enggak, ngapain juga senang?!" buru-buru Alin menukas, Raihan tertawa
"Awas terjadi sesuatu denganku, aku lapor polisi. Ini penculikan!" Alin mengancam, Raihan malah semakin lebar tertawa, kali ini sampai terguncang. Sebuah lobang di jalanan tidak sempat dihindari, motor terlambat berkelit, Alin nyaris melorot dari joknya.
"Kamu nggak apa-apa Al?" Raihan melambatkan laju motor, menoleh ke belakang, memastikan karibnya dalam kondisi nyaman.
"Woy, aku masih pengen idup tauk!" Alin berseru gemas, mendelik. Raihan nyengir merasa bersalah.
"Maaf Bu, kondisi jalan agak sedikit rusak" motor kembali melaju dalam kondisi normal. Alin tersenyum samar di jok belakang. Langit masih saja ramah, gemintang terus menyinari, sinar bulan yang nyaris sempurna di atas sana juga menemani laju sepeda motor merah yang semakin jauh meninggalkan kota, ke suatu tujuan yang hanya Raihan saja yang tahu.
***
"Rahasia Tuhan pertemukan kita
Tak biasa jalan menimbulkan cita
Sesuatu tumbuh bergemuruh haru
Bersamamu tak kan merasakan jemu"
Bisikan lirih dari kursi goyang tua yang berderit terdengar syahdu, sebuah lagu wajib, dari puluhan tahun silam hingga detik ini sering didendangkannya lamat-lamat. Sebuah lagu yang selalu menemani hari-harinya, lagu sangat special yang menurutnya bahkan mengalahkan lagu gubahan kompuser terkenal negeri ini. Sebuah lagu tak tergantikan yang bahkan tidak akan pernah memiliki nilai jual hingga kapanpun, lagu yang dibuat puluhan tahun silam, sebuah lagu yang juga turut mendendangkan cerita. Lagu yang bahkan diingatnya terus hingga batas usia yang pernah dimilikinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marmutkelinci143@yahoo.com
RomanceJika cemburu tidak membuat segalanya saru, maka izinkan aku bercemburu! Sayangnya cemburuku padamu menjadi sedemikian tabu. Tak seharusnya aku menyimpan rasa ini! Kelinci begitu panggilmu kepadaku, akupun memanggilmu dengan Marmut, sayangnya harus a...