Suasana weekend minggu ini menjadi genting di lingkungan para gadis. Dewi selaku ketua geng sedang ribut dengan ponselnya untuk menghubungi seluruh anggota geng gadis-gadis.
'Halo Sist, dimana?' sahut Dewi dalam ponselnya sedang menelfon Nanda.
'Dirumah Sist, ada apa?' ujar Nanda dengan nada santai.
'Sidang baru, calls semuanya ngumpul dirumah sekarang, terutama si Pesek!' ujar Dewi dengan penuh semangat.
Para gadis memang sering mengadakan sidang yang menurutku "nggak penting" seperti ini. Hal ini diadakan hanya jika ada salah satu dari kami yang trouble. Maksud trouble disini bisa juga dalam hal sedang galau, atau sedang keluar dari jalan kebenaran. Geng kami memang sedikit alay.'Mengenai berita si Pe kan? Oke siap meluncur!' ujar Nanda juga dengan penuh semangat membara.
Yap! Sidang kali ini diadakan untuk membahas masalahku. Dewi mendengar issu mengenai kedekatanku dengan Dika tanpa sedikitpun cerita kepada merka. Oleh karenanya sidang nggak penting ini diadakan.Setelah semua anggota berkumpul di markas, Dewi menceritakan kronologi issu yang ia dengar. Semua gadis-gadis kaget mendengar issu itu. Tentu saja, pada saat Dewi menceritakan kronologi masalahku, aku belum hadir disana. Aku sengaja di hubungi terakhir kali.
Selang beberapa menit, ponselku berbunyi. Aku yang tengah asik menyiram tanaman di halaman belakang rumah seketika kaget mendengar ponsel dalam saku celanaku berbunyi sore itu. Aku melihatnya, tertera di layar Dewi memanggil. Aku pun segera mengangkat telfonnya.
'Iya Dew, halo?' sahutku sambil mematikan kran air.
'Pe dimana? Nggak kangen kita-kita kah? Ngumpul di markas yuk!' ujarnya merayu.
Aku sedikit curiga mendengarnya. Tidak biasanya Dewi mengajak kumpul di markas dadakan seperti ini. Mungkin ada yang sedang bermasalah pikirku, tanpa aku tahu bahwa yang akan di bahas adalah mengenai diriku sendiri.'Kapan Dew? Aku masih beres-beres rumah ini.' Ujarku padanya dalam telefon.
'Oh nggak apa-apa, setelah kamu selesai beres-beres aja Pe, kita tunggu di markas.' Sahutnya. Dengan mengiyakan ajakan Dewi, perbincangan di telefon itu pun berakhir. Aku kembali melanjutkan pekerjaanku menyiram tanaman dan beres-beres rumah.
Seusai sholat maghrib, aku pun bergegas menuju markas. Kebetulan hari ini weekend, jadi nggak ada tanggungan tugas atau PR yang akan dikerjakan. Setibanya di markas (rumah Dewi) aku melihat sudah banyak motor terparkir di halamannya. Mungkin aku sudah terlambat terlalu lama.
Aku pun bergegas memarkir Chisy didekat motor para gadis. Aku mengucap salam dan mengetuk pintu rumah Dewi.
'Eh mbak Shella, silahkan masuk mbak! Sudah ditunggu mbak Dewi di kamarnya.' Ujar Mbok Nah, pembantu di rumah Dewi sambil membukakan pintu untukku.
Dengan membalas senyum tipis aku meninggalkan mbok Nah dan bergegas menuju kamar Dewi atau biasa dibuat markas para gadis-gadis. Kami sudah terbiasa nimbrung di markas, orang tua Dewi juga sering keluar kota, jadi rumah Dewi bagi para gadis sudah seperti rumah sendiri tanpa ada rasa canggung sedikitpun.Aku pun menaiki tangga menuju lantai 2 dimana markas gadis-gadis berada. Setibanya disana aku langsung di sambut meriah oleh Tasya yang sedang duduk di dekat pintu dengan setoples kue kering.
'Hei Peee sudah datang, sini sini!' gumamnya sambil mengunyah kue kering di dalam mulutnya dan bergegas menarik lenganku menuju kamar Dewi.
Setibanya di markas, suasana begitu berbeda. Sorotan pandangan gadis-gadis sangat tajam padaku. Aku memandangi sekeliling markas, anggota sudah lengkap, dan pandangan mereka semua kini tertuju padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
11 Love Stories
Storie d'amoreDia mengajariku tentang 11 rasa cinta yang berbeda. Tentang cinta tanpa syarat. Tentang cinta tanpa perlu berbalas, dan tak perlu pamrih. Dia selalu mengatakan, bahwa dia sangat menyayangiku. Tapi Dia tidak pernah bertanya, apakah aku menyayanginya...