''Terus lo gimana Dev?'' Tanya Renandha pelan dan nada khawatir. Devia terus menerus mengobrak-abrik tas nya. ''Gini aja Dev, lo minjem dulu senter di kelompok lain gimana?'' Devia diam, kegiatan mencari-cari senter didalam tas-nya dihentikan. Kini tatapannya lurus menerawang kearah gelap yang terpampang di depan matanya.
Satu jam yang lalu, Devia diberi informasi bahwa tanda jejak dilakukan tepat sehabis hujan reda. Namun yang membuat Devia bingung adalah ketika ia merogoh tas besarnya beserta ransel kecil, ia lupa membawa senter. Padahal malam itu sangat gelap dan mengerikan bagi Devia.
Sembari memijat keningnya kasar, Devia berucap, ''Kayaknya gue mesti pura-pura sakit deh.'' Lalu ia terduduk lemas di kursi yang memang diletakkan disamping pohon besar tempat semua siswa berkumpul.
Renandha yang melihat sahabatnya kini malah terbelalak kaget, ''Lo waras Dev? Lo ketos disini,'' Devia tersenyum geli.
''Terus kalo gue ketos emang kenapa? Sakit itu kan manusiawi'' Kekeh Devia, tetap dengan senyum gelinya.
Renandha mengernyit, menghembuskan napas keras. ''Lo kabur kayaknya udah ga mungkin deh,''
''Maksud lo?''
''Tuh! Liat sana, barisan yang paling ujung udah jalan,'' Ucap Renandha sambil menunjuk barisan yang baru saja memasuki hutan. ''Dan yang jadi koordinator disini itu pak Bodong!'' Renandha kini menatap sahabatnya cemas. Senyum yang tadi Devia tunjukkan sirna sudah semenjak Renandha menunjuk ke salah satu guru yang berdiri di depan. Guru yang diyakini Devia paling killer dan menyebalkan kerap kali dipanggil 'Bodong' karena sifatnya yang memang membuat kebanyakan siswa jengkel, padahal nama asli guru tersebut adalah Rai Mulyanto. Guru PKn yang paling tak bisa dilawan jika sudah berdebat.
''Terus gue gimana dong?'' Rengek Devia, kini ia benar-benar panik setengah mati. Pasalnya Devia bermusuhan dengan pak Rai. ''Lo liat deh kumis itemnya tu udah melambai-lambai dari tadi Re!''
''Kalo kumisnya melambai emang kenapa Dev?''
''Dia udah siap marah lah bego!'' Renandha menatap kesal Devia yang bicaranya tak masuk akal. ''Re! dia liatin gue gila!'', Devia menutup wajah dengan tangannya.
''Siapa yang liatin lo?''
''Pak bodong lah, bego tuh diilangin.'' Suara Devia memelan, takut terdengar karena barisan siswa sedikit-demi-sedikit sudah memasuki hutan.
Renandha mengernyit bingung, lalu menepu pundak Devia pelan, ''Lo emang kelompokan sama siapa?''
''Gue ga tau kelompokan sama siapa, kan belum dipanggil.'' Tatapan Devia menurun pada nomor yang ada digenggamannya, angka 7. Itu berarti Devia harus bersama siswa yang bernomor 17 dan 27.
''Huh elo sih tadi ga nyari tau, nanya-nanya kek gitu ke orang-orang, kayak gue dong dapet nomor 5, dan kebetulan barisan disamping gue nih kelompok gue.''
Devia mengerucutkan bibirnya kesal, ''Ngeselin lo monyet.''
''Eh gue udah dipanggil, duluan ya Dev. Fighting!'' Ucap Renandha sambil mengangkat salah satu tangannya yang terkepal. Dengan maksud memberi semangat pada Devia. Lalu berjalan menjauh. Memasuki hutan belantara yang dengan menatapnya saja membuat Devia bergidik ngeri.
''Nomor 7, 17, dan 27! Maju kedepan!'' Suara keras milik pak Rai memenuhi tempat itu.
''Sante aja kali manggilnya, ah pak Bodong nih!'' keluh Devia dengan suara yang sudah pasti kecil, dan hanya terdengar bagi dirinya sendiri. Ia berdiri, berjalan sambil menunduk. Masih berpikir tentang senternya yang hilang. Sebenarnya bisa saja teman satu kelompoknya membawa senter, tapi tetap saja Devia merasa malu meminjam, dan di cap sebagai ketua osis yang tak disiplin. Yakaliiiiiiii.
''Angkat kepalamu ketua osis! Menunduk itu tidak bagus bagi pemimpin!, mau jadi apa kamu?'' Tentu saja itu suara yang paling Devia benci.
Gausah isi nyangkut pautin jabatan kali woy! Rutuk Devia dalam hati
Devia lantas mengangkat kepalanya kesal, menatap tajam guru tersebut dengan senyum nya yang dibuat-buat. ''Oh maaf pak.'' jawab Devia ketus , tak ingin memperpanjang debatnya, kan bukan lagi pelajaran Pkn.
Ketika Devia menoleh ke sekeliling, ia melihat siswa cekikikan karena tontonan gratis Devia, si Ketua OSIS dimarahi guru paling menjengkelkan. Devia hanya bisa mendecakkan lidahnya. Lalu melirik teman kelompoknya.
Yang bener aja! Gue sama mereka??!!
Terlihat Baruna berdiri disampingnya, lalu? Siapa orang yang berada disamping Baruna? Devia membungkukkan badan sedikit sambil menoleh kearah samping.
Angel??!!!
Ah! Lengkaplah sudah penderitaan Devia karena satu grup dengan kedua makhluk menyebalkan seperti ini.
''Devia! Kamu mendengar penjelasan saya?!'' Suara yang dibencinya kini terdengar lagi.
Devia menggeliat kecil, ''Denger kok pak.''
''Bagus! Sekarang kalian bertiga masuk kedalam hutan, hati-hati dan tetap jaga kekompakan kalian bertiga!''
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Thursday
Teen Fiction"Sebab aku memilih Kamis untuk mengakhiri cinta yang tragis, dan memilih Kamis pula aku memulai cinta yang manis." Devia mengerjapkan matanya ketika Baruna mulai menggenggam tangannya. Hangat dan lembut, itu kesan pertama bagi Devia terhadap laki-la...