[Alone - Alan Walker]
'Jika kau tak bisa memutar balik waktu. Maka, manfaatkan waktumu saat ini sebaik-baiknya sehingga kau lupa akan penyesalan.'
Suasana rumah tampak sepi, Baruna memarkirkan motor di garasi yang terletak di belakang rumahnya. Sehabis menaruh helm, ia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumahnya yang bisa terbilang megah. Kedatangan Baruna ternyata disambut adik kecilnya, Manda.
"Akak balu sampe ya, yee kak Una dateng. Mamaa kak Una dateng!" Adik kecilnya lalu berlari menghampiri Clarissa.
Clarissa lalu menghampiri Baruna dengan senyum teduhnya, terdapat memar-memar di siku dan pipi Clarissa.
"Kamu kok dateng sore nak?"
"Mama kenapa? Dipukul Papa lagi?" Baruna tak menghiraukan pertanyaan mamanya, ia malah mengalihkan dengan pertanyaan yang lain. Baruna lalu memandang wajah polos adik nya yang masih TK, tampak lugu dan belum mengerti tentang apa yang terjadi pada mamanya.
"Ah, tadi mama kesandung di-"
"Mama gausah bohong, aku tau ini ulah Papa, sialan!" Baruna menggertakan giginya dan emosi pada dirinya sendiri, ia tak mampu. Ia tak mampu menjaga mama nya, ia tak mampu mencegah hal buruk yang terjadi pada mamanya, ini semua dikarenakan oleh laki-laki sialan yang telah menyakiti mama. Namun pada siapa dia akan menghempaskan emosi nya? Pertanyaan ini terus menerus berkecamuk dalam pikirannya. Baruna terlihat bimbang. Bimbang akan masa depan keluarga yang sedang ia jalani saat ini.
Seharusnya orang tua mencontohkan hal yang baik kepada anak-anaknya. Bukan seperti ini, bagi Baruna, Dito adalah ayah terburuk yang pernah ada. Tapi selama ini ia terus menerus menahan emosi karena Clarissa menyuruhnya. Tak akan ada toleransi lagi. Baruna membenci ayahnya.
Tapi setidaknya Baruna tidak sendirian, ia masih mempunyai Clarissa, Manda, dan sahabat-sahabatnya yang masih mewarnai hari-harinya. Tanpa mereka, hidup Baruna akan terasa seperti abu-abu.
Clarissa menunduk, tak kuasa menahan air matanya "Udah ya, jangan permasalahin ini lagi, kasian Manda, dia belum ngerti apa-apa."
Baruna lalu melirik adik kecil nya itu, Manda terlihat kebingungan oleh kejadian di depannya, kejadian bahwa Clarissa telah menangis.
"Mama kenapa nangis?" Hanya kalimat itu yang bisa Manda ucapkan di umurnya yang masih kecil.
"Mata mama kemasukan debu, Manda sayang." Clarissa lalu memeluk kedua anaknya, mata Baruna memerah, membayangkan betapa teririsnya hati Clarissa saat ini.
"Kamu mainan Barbie dulu gih disana, mama mau ngomong sebentar sama kak Baruna," Clarissa mengalihkan agar Manda memasuki kamar, lalu gadis kecil itu berlari kecil menuju kamarnya, sesuai dengan perintah Clarissa.
Hening beberapa saat diantara Baruna dan Clarissa.
"Ma, pindah rumah yuk?" Suara Baruna memecah sunyi antara mereka berdua.
Clarissa hanya terbelalak mendengar permintaan anak laki-lakinya .
"Maksud kamu apa nak?"
"Kita pindah rumah aja, kasian mama.." Suara Baruna memelan.
"Nggak usah sampe begitu nak, Mama yakin ayahmu pasti bakalan berubah," Clarissa mencoba menenangkan dirinya menggunakan kata-kata yang ia ucapkan tadi. Mencoba menghibur diri sendiri.
Baruna mengernyitkan dahinya, tak mengerti dengan hal apa yang telah merasuki pikiran mamanya sehingga begitu percaya akan berubahnya sifat Papa nya.
"Sampe kapan kayak gini terus ma?"
Clarissa tetap bungkam
Baruna mendesah berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Thursday
Teen Fiction"Sebab aku memilih Kamis untuk mengakhiri cinta yang tragis, dan memilih Kamis pula aku memulai cinta yang manis." Devia mengerjapkan matanya ketika Baruna mulai menggenggam tangannya. Hangat dan lembut, itu kesan pertama bagi Devia terhadap laki-la...