BAGIAN 4

14.5K 1.2K 22
                                    

Hari Senin terbaik dalam hidupku mungkin terjadi sekarang. Aku memang tampan, tapi aku berusaha berpenampilan sebaik mungkin untuk hari ini supaya Becky tidak melepaskan matanya dariku. Sudah saatnya Johnny Morgan mengeluarkan pesonanya lagi.

Sangat sulit menarik perhatian wanita itu. Dia berkali-kali membuatku putus asa karena membuatku merasa tidak diinginkan.

Apa menurut Becky, aku ini tak tampan? Sesuatu pasti terjadi pada kacamata besarnya.

Aku melajukan mobil Pete—yang belum sempat aku tukar—ke rumah Becky, dengan perasaan berbunga-bunga. Aku sama sekali tak ingat kapan terakhir kali aku mengalami romansa remaja seperti ini. Pasti ini adalah hal paling konyol dalam hidupku. Aku tidak pernah berangkat ke kantor bersama orang lain selain Pete. Sekarang aku justru memberikan perilaku khusus dengan menjemput asistenku sendiri. Aku banyak melakukan hal bodoh akhir-akhir ini.

Ponselku berbunyi ketika aku melewati Times Square. Aku melihat layar dan mendengus ketika mendapati nama Monster-Carolina di sana.

"Bisakah kau tidak meneleponku sepagi ini?" jawabku tanpa basa-basi.

"Aku menerima pembayaranmu."

Hanya itu? Dasar tidak penting. "Oke."

Hening di sana. Aku benar-benar berniat untuk mematikan panggilan secara sepihak. Namun kemudian, suara Carol hadir kembali. "Aku bertanya-tanya..."

"Apa?"

"Untuk apa kau membeli setelan kerja wanita dan riasan?"

Oh, yeah, aku membeli semuanya dari butik Carol. Aku teringat Becky mengatakan belum pernah bekerja di kantor. Kuasumsikan dia tidak mempunyai setelan kerja yang sesuai. Aku toh juga berencana mengubahnya menjadi barbie sungguhan. Jadi aku meminta Carol memilihkan ukuran dan sesuatu yang cocok untuk Becky. Tanpa menyebut nama Becky.

Bukannya aku tak ingin menyembunyikan kenyataan bahwa aku memang tertarik pada Becky. Tapi jika aku menceritakan kebenarannya, Carol akan menghakimiku sejak aku mengangkat panggilannya.

Lagipula, aku bukan Pete. Bercerita pada Carol bukanlah karakterku.

"Kau masih di sana?" Carol membuatku tersentak meski dia tidak berteriak.

"Ya, aku sedang dalam perjalanan. Kau bisa menghubungiku nanti."

"Kau mengabaikanku," tuduh Carol.

Aku mendengus. "Kau mengganggu rutinitas pagiku."

"Kau berhutang cerita padaku!" Suaranya mulai tajam di seberang sana.

"Oh, ya. Selamat pagi. Selamat tinggal." Akhirnya aku mewujudkan keinginanku untuk mengakhiri panggilan itu lebih dulu.

Aku memarkir mobil di pinggir jalan ketika tiba di gedung apartemen milik Becky. Aku telah menyiapkan diri untuk mengetuk pintu apartemennya dan mengulurkan tanganku padanya dengan cara yang romantis. Namun sebelum aku sempat mewujudkan semua rencanaku, bahkan sebelum aku memasuki gedungnya; aku melihatnya.

Di sana lah dia, sedang berjalan di trotoar membelakangiku. Aku bisa mengenalinya—tentu saja. Wanita itu ada di pikiranku selama berminggu-minggu.

Becky mengenakan setelan kerja yang kukirimkan kemarin. Aku akan berterimakasih pada Carol—jika aku ingat—karena telah memilih setelan yang terlihat sangat cocok untuk Becky. Aku bahkan bisa melihatnya meski dia masih membelakangiku.

Aku keluar dari mobil, mengejar, lalu memanggilnya. Dia sangat mahir melarikan diri dariku. "Hai," kataku.

Becky berbalik. Tersenyum. Memanggil namaku dengan semangat. "Johnny!"

Cursed on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang