8.2

16.2K 1.1K 24
                                    

"Johnny..." Sebuah suara dari surga memanggil namaku.

"Astaga! Ayo bangun!" Lalu suara itu datang lagi. Dan itu lebih terdengar seperti nada cerewet yang dilontarkan ibuku—parahnya lagi, Carol.

"Johnny! Demi Tuhan!"

Aku mengerjapkan mataku dan mendapati Becky sedang terburu-buru mengeringkan rambutnya. Dia masih terlihat cantik seperti biasanya. Dan semakin cantik ketika dia berdiri seperti itu; hanya mengenakan celana dalam dan bra senada...

Aku berani bertaruh branya mempunyai kait depan.

"Johnny!" Becky terlihat mulai geram membangunkanku.

"Aku bangun, oke?!" ujarku saat Becky mulai menarik kakiku. Demi Tuhan, bagaimana Becky berubah dalam satu malam? "Selamat pagi, Sayang."

"Selamat pagi." Becky mengoleskan kosmetik yang tidak kumengerti ke wajahnya. Ia menatapku dari cermin riasnya. "Cepatlah bangun atau kita akan terlambat. Kau harus mengambil setelanmu dulu, kau tahu."

"Aku tahu." Aku bangkit dari tempat tidur. Memeluknya dari belakang. Menciumi lehernya. "Kenapa kita khawatir terlambat? Aku bosnya. Kau bekerja untukku. Satu-satunya hukuman yang cocok untukmu adalah menampar pantatmu yang seksi."

Gerakan tangan Becky yang tengah memulas wajahnya terhenti. Ia tersenyum penuh arti padaku. Kali ini ia menatapku sungguh-sungguh. "Dasar arogan. Ayolah, Johnny. Bukan berarti aku akan terjebak di ranjang bersamamu sepanjang pagi. Ini hari Senin."

Aku melepas pelukanku. Mengendikkan bahu. "Tak ada masalah dari itu. Aku bosnya."

Becky mendorongku ke kamar mandi. Ia memberikan kecupan di pipiku. Sudah bisa dipastikan lipstiknya menempel di pipiku. "Baiklah, Bos. Aku akan meninggalkanmu sendiri untuk mandi. Aku tak mau kehilangan pekerjaanku karena bosku terus-menerus merayuku." Dengan itu Becky menutup pintu dan meninggalkanku sendiri.

Itu membuatku tersenyum seperti orang idiot. Astaga, aku benar-benar suka menggodanya. Dari dalam kamar mandi, aku berteriak. "Bisakah aku menambahkan ranjang sebagai rincian pekerjaanmu?" teriakku pada Becky.

Jawaban dari Becky menembus pintu kaca hingga terdengar sangat lantang. "Mandi!"

* * * * *

Aku yakin sebagian karyawanku sudah muak melihatku dengan Becky bermesraan. Sebagian karyawati yang melamunkanku sepanjang waktu pasti cemberut melihat aksi murahanku dan Becky.

Tapi aku tak peduli.

Pagi ini aku tidak lagi tanggung-tanggung hanya menggandengnya, aku memeluk pinggang Becky saat masuk kantor. Mengumbar kemesraan kami. Yang sebenarnya adalah ideku untuk mempublikasikan ini ke seluruh kantor. Aku tak rela pria-pria di luar sana menatap pacarku yang cantik dengan binar permohonan dan mengagumi seolah mereka bisa tersungkur di depan kaki Becky jika wanitaku menginginkan.

Alhasil, seluruh penghuni ME semakin tajam menatap kami.

Aku posesif? Ya, tepat sekali. Becky milikku, aku milik Becky.

Aku kembali menekuri pekerjaanku. Dokumen-dokumen yang harus kutanda-tangani seperti tak ada habisnya. Aku mungkin akan dengan senang hati menenggelamkan diri dalam tumpukan kertas ini, jika Becky berada di pangkuanku dan sedang menggodaku.

Dasar otak selangkangan.

Interkom di mejaku berbunyi, tanda menunjukkan panggilan berasal dari meja Becky. Oh, yeah, dia mungkin merasakan gelombang hasrat yang sama denganku. Dia tak tahan lama-lama menjauh dariku.

"Ya, Sayang?" Sial, rasanya menyenangkan memanggil asistenku seperti itu.

"Aku hanya memberitahu bahwa Mrs. Fred ada di ME."

Cursed on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang