Bagian 3

5.2K 654 45
                                    

Naruto meringis kecil. Menggaruk lengannya yang gatal bekas digigit nyamuk.

" Naruto- nee, sudah belum?" Sakura berseru dengan wajah tersembunyi di balik kedua telapak tangannya yang kecil. Badan mungilnya berdiri tegak menghadap sebuah pohon besar yang ada di antara rumah Uchiha dan Naruto.

" Sudah," bisik Naruto pelan dengan bibir mencebil bosan. Semakin merapat pada rerimbunan tanaman hias milik bibi Mikoto dengan Sasuke di belakangnya.

" Naruto- nee-"

" Sudah."

Ah, kampret. Naruto membatin kesal mendengar suara Sasuke yang membalas panggilan Sakura. Kalau begini caranya mereka kan bisa cepat ketahuan.

" Sasuke? Naruto- nee? Kalian di mana?" suara kecil Sakura kembali terdengar.

Naruto buru- buru membekap mulut Sasuke sebelum bocah itu memberitahu keberadaan mereka.

" Jangan beritahu, oke?" bisiknya lagi.

Sasuke mendelik usil. Menarik tangan Naruto dari mulutnya dengan seringai kecil.

" Di sini," seru bocah itu kemudian dengan suara keras. Tersenyum samar mendapati wajah jengah si pirang. Diam- diam merasa senang menggodai teman main Itachi ini.

Naruto menghela nafas kasar. Begini kalau main petak umpet sama bocah yang baru lulus dari TK. Aturan mainnya tidak jelas dan sama sekali tidak sportif. Tapi kok mereka senang- senang saja ya?

Sejak kedekatan Sasuke dengan si rambut merah jambu setelah pertemuan perdana mereka dua hari lalu, ia bertekad untuk menjadi orang ke tiga di antara keduanya. Tidak. Tidak. Si kecil Sakura itulah orang ke tiga dalam hubungan tidak jelas mereka dan dia tengah berusaha mempertahankan hubungan baiknya -yang tidak bisa dibilang baik-  dengan Sasuke nya.  Karena itu dia bersedia mengikuti permainan apapun yang bocah- bocah kencur itu lakukan. Tapi kalau terus dibully Sasuke begini, siapa yang sudi. Hell. Sasuke itu kadang ibarat kentut tak berbunyi, diam- diam baunya menusuk sekali. Sekalinya keluar bisa langsung membuat sesak nafas sampai mau mati. Eh? Salah, ya?

" Suke, harusnya kau diam saja," bisik Naruto kesal.

Si bocah kembali mendongak, menatap Naruto lama kemudian membalas, "Mama bilang kalau aku ditanya harus menjawab," tuturnya.

Si pirang menganga.

" Tapi kau sering tidak membalas ucapanku," erangnya memrotes.

" Hn."

" . . . . "

" . . . . "

" Haiss, kenapa aku tiba- tiba merasa  kesal sekali, sih?" gumam Naruto pada diri sendiri seraya melengos sebal, menuai lirikan aneh dari bungsu Uchiha.

Naruto terus menggerutu dan mengabaikan suara langkah Sakura yang mendekat untuk menemukan mereka.

" Aku berhenti. Mau main PS saja sama Itachi di rumahku," putusnya begitu Sakura nyaris berteriak 'Waaa' dengan lantang untuk mengagetkan mereka.

Naruto beranjak, berdiri dan menepuk- nepuk pelan pantatnya untuk mengusir debu tanah dan daun kering yang menempel di celana pendeknya.

" Naruto- nee?" Sakura mengerjap bingung. Menatap si pirang lama dengan kepala mendongak karena perbedaan tinggi badan mereka.

" Kalian main sendiri saja. Aku mau cari Itachi. Jangan jauh- jauh dari rumah, mengerti?" pesannya sebelum berlalu meninggalkan keduanya dengan perasaan kesal.

..
..
..

" Nah. Mampus," Itachi mendesis puas setelah mengalahkan Naruto.

Firefly For SasukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang