Bagian 13

5.9K 809 379
                                    

Puk

" Bangun."

Puk. Puk.

Utakata mengerutkan kening. Menepis kasar jemari usil yang menepuk- nepuk pipinya dengan kurang ajar. Jelas ia tahu siapa pelakunya. Tapi sumpah, dia masih malas untuk bangun di jam sepagi ini. Badannya bahkan masih merengek minta waktu tidurnya ditambah.

" Utakata, mau tidur sampai jam berapa? Bangun, Bocah!" cubitan menyakitkan terasa di pipi kanan.

Utakata membuka matanya malas. Melotot pada kakaknya dengan mata merah dan berseru, " Sakit! Dasar manusia semena- mena!"

" Bisa lihat tidak sekarang jam berapa? Hn? Matahari sudah di atas kepalamu. Aku bahkan sudah selesai menyapu, mengepel, dan membersihkan rumah ini sendirian, dau kau malas- malasan begini. Mau jadi apa kalau besar nanti!?" Naruto balas melotot. Garang. Tipikal calon ibu- ibu judes yang tidak suka dibantah setiap kali bertitah. Belum lagi lengan kemeja yang dilipat sampai siku. Itu jelas sudah dalam mode mengajak gulat sampai mati.

Padahal penampilannya luar biasa manis. Rambutnya yang digelung asal begitu dengan kemeja besar dan celana setengah paha ditambah wajah menggemaskan minta diterkam pasti mampu membuat banyak hati laki- laki manapun ketar ketir. Sungguh, kakak perempuannya itu joker berbulu batman. Untung dirinya tahu bahwa dibalik wajah malaikat itu bercokol seekor siluman rubah kelaparan.

" Dan kau ngiler di gulingku. Kuso! Cuci sampai bersih, sampai mengkilat. Sampai tujuh kali."

" Astaga. Galaknya," Utakata beranjak. Menggumam pelan, " Kalau aku jadi saudara angkatmu dan kita sepantaran sudah kupiting kepalamu dan kulempar ke bak mandi. Dasar Medusa."

" Kau bilang apa barusan?"

Utakata buru- buru menggeleng dan melesat keluar kamar untuk mengunci diri di kamar mandi.

" Tidak di cerita ini, tidak di cerita yang satu lagi, kenapa bocah itu selalu membuatku darah tinggi? Astaga. Aku bisa mengalami penuaan dini."

Naruto melempar kain lap ke atas lantai. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Kamarnya masih rapi. Tentu saja karena tak ada seorang pun yang menempatinya. Tapi debunya terlihat setebal kamus di meja belajarnya yang kusam. Heran saja, kenapa adik laki- lakinya itu betah dengan bau apek begini. Bukannya membersihkan kamar lebih dulu, pemuda itu justru langsung melompat ke atas ranjang begitu ia selesai mengganti seprei.

Naruto menghela nafas panjang. Rumah lamanya kotor sekali. Bahkan atap kamar nyaris penuh dengan sarang laba- laba. Gadis itu keluar kamar berniat mencari sapu. Meneruskan kegiatan bersih- bersih sebelum keluar untuk membeli bahan masak dan berkunjung ke rumah Uchiha.

Uchiha?

Tempat tinggal Itachi dan Sasuke?

Naruto mengulum bibirnya sebentar. Melirik kediaman sahabat lamanya yang kini terlihat lebih megah dengan pagar bercat cokelat muda yang nyaris mengelelingi rumahnya. Bangunannya saja terlihat lebih tinggi. Naruto sudah menebak- nebak bekerja sebagai apa Itachi sekarang. Kalau bukan jadi pengajar di sebuah sekolah laki- laki itu pasti bekerja di sebuah kantor ternama. Karena sahabatnya itu menginginkan pekerjaan semacam itu ketika mereka masih duduk di bangku sekolah.

Bukan seperti dirinya yang punya cita- cita jadi spiderman ketika masih SD, lalu ingin jadi gitaris sebuah band saat SMP yang lantas menyerah bagai pengecut begitu saja ketika jarinya tergores senar gitar saat belajar bersama Itachi, dan terakhir ia justru bermimpi jadi istri Sasuke yang ... yah, tidak lebih dari itu.

Naruto berdehem pelan. Menetralisir degup jantungnya yang tiba- tiba memompa dengan cepat luar biasa ketika wajah Sasuke telintas begitu saja di pikirannya. Bahkan ia bisa merasakan pipinya bersemu hanya dengan membayangkan jika dirinya akan bertemu pemuda itu lagi setelah sekian lama. Akan seperti apa Sasuke sekarang? Setampan apa dan .... bagaimana reaksinya nanti saat mereka bertemu?

Firefly For SasukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang