2

1.2K 124 18
                                    

Kalau ada satu lah yang sangat jarang ia lakukan semasa hidupnya, itu adalah melamun, meratapi nasib. Ah, anak itu bukan orang yang seperti itu. dalam hidupnya dia gak punya waktu untuk cuma berdiam diri, harus ada sesuatu yang dapat ia lakukan.

Tapi bahkan otaknya tak dapat memikirkan satu saja hal yang dapat membuat keadaan lebih baik walau cuma sedikit. tak ada jalan keluar, anak itu pasrah.

Viny menghela nafas lelah.

Kemudian menyandarkan kepalanya dimeja belajar. Matanya mengatup pelan, mulutnya mulai bergumam.

"Seandainya red diamond itu beneran ada". Lirihnya pelan.

Red diamond. Adalah mitos jaman dulu, yang menyebutkan bahwa ada sebuah batu kristal merah yang sangat berharga, bahkan lebih berharga dari emas atau uranium sekali pun. Hal itu pernah ia baca pada salah satu buku koleksinya.

Buku itu adalah karangan dari ayahnya, sang ayah yang sekarang entah dimana. Setidaknya itu adalah pemberian satu satunya dari sang ayah, sebelum ia pergi saat Viny berusia 8 tahun.

Ia pun pergi ke perpustakaan kecil miliknya, sebenarnya itu hanyalah gudang tua tak terpakai milik sang kakek, yang ia sulap menjadi tempat menyimpan barang koleksinya. Termasuk tumpukan buku novel yang sudah tak muat lagi dikamarnya, Viny cinta buku-buku itu.

Dia juga sama cintanya dengan semua barang-barang aneh yang telah dia ciptakan di gudang sempit itu. Mesin pemotong rumput otomatis, pemanggang kue tenaga matahari, atau bahkan robot buatan pembaca dongeng sebelum tidur. Tapi omong-omong soal dongeng, omong-omong soal buku, kedua hal itu menghantarkannya pada satu benda yang paling dia jaga didunia ini, bahkan dibanding dirinya sendiri.

sebuah buku karangan ayahnya itu.

Ia jadi ingin membaca lagi buku karangan ayahnya itu, seingatnya terakhir ia membaca buku itu sekitar 5 tahun yang lalu. Dan beruntung Viny adalah anak cerdas yang punya ingatan kuat, jadi ia bisa mengingat cerita dari buku itu walau tidak secara detail.

Ia pun berhasil menemukan buku itu pada satu box berisi benda benda kesayangannya. Buku itu sudah agak usang dan berdebu. Buku itulah satu satunya jalan agar ia bisa selalu merasa dekat dengan ayahnya. Segidaknya untuk membalas rasa rindu

Dibacanya buku itu entah untuk keberapa kalinya, Viny tak pernah bosan membaca buku karangan ayahnya itu. Lewat buku itulah juga akhirnya Viny punya hobi membaca. Dirak rak bukunya yang tersusun rapih itu juga sebenarnya masih ada 3 buku karangan ayahnya yang lain. Namun, hanya satu buku inilah yang membuat Viny tertarik. Kado ulang tahunnya yang ke-8, kado terakhir yang ia terima dari ayahnya.

Ia pun jadi teringat pada sepucuk surat yang ada dibuku itu, surat dari ayahnya yang tak pernah ia baca. Ada satu hal yang membuatnya enggan untuk membaca surat itu. 5 kata yang selalu membuat dahinya berkerut bingung setiap membacanya. Diamplop surat itu tertulis,

'Bacalah, Kalau kamu sudah siap'

Viny kembali memandangi surat itu, mungkin ini saatnya ia harus membuka surat itu. Siap tidak siap ia harus melakukannya. Setidaknya mungkin ia akan menemukan jawaban atas keresahan yang selalu membayanginya belakangan. Mungkin ini puncak kesabarannya dalam menahan rasa penasaran hanya untuk menunggu sebuah kesiapan. Dia bahkan lupa, seseorang baru akan benar-benar siap saat dia sudah memulainya. lantas Viny mulai membuka kertas itu.

Surat dengan kertas yang masih bersih dan kaku itu pun terbuka, isinya adalah tulisan tangan rapih yang ditulis secara tegak bersambung. Dengan tinta hitam tebal yang pekat. Viny pun mulai membacanya,

Anakku Viny, selamat ulang tahun Ayah ucapkan untukmu.

Untuk tahun ini, dan tahun tahun berikutnya.

48 Hours JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang