Viny POV
Setelah tau tentang kebenaran yang kutemukan karena ketidak sengajaan itu, aku tak mungkin bisa menyimpannya sendirian. Walaupun sebenarnya ada Shani yang tau akan hal ini. Tapi tetap saja, anak kecil itu tak mengerti apapun. Jadi, aku putuskan untuk membicarakan hal ini pada dua sahabatku.
"Kamu yakin itu benar, Vin? Kalau ternyata kita kesana dan gak ada apa-apa gimana?". Kak Yona menatapku intens, aku langsung mengangguk pasti. Kalau ada hal tersulit yang pernah kulakukan selain membuat robot pendongeng itu, pastilah meyakinkan Kak Yona akan sesuatu yang tak masuk akal. Anak itu terlalu rasional.
"Aku yakin 100% Kak! Ini pesan dari ayahku sendiri". Seruku. Aku tak tau, tapi aku selalu bersemangat soal ini.
Tapi Kak Yona dan Dyo nampak ragu padaku, pada teori dan keyakinanku, mereka mungkin menganggapku orang gila sekarang. Memang rasanya tak masuk akal, tapi bukannya tak pernah ada hal masuk akal yang terjadi di dunia ini. Semuanya serba tak masuk akal, maksudku, lihat bagaimana langit bisa berdiri kokoh tanpa tiang penyangga? Bagaimana bisa manusia pertama didunia ini tercipta. Itu bukanlah hal yang masuk akal, jadi percaya dengan legenda dinovel ini bukan hal yang salah buatku.
"Oke, oke. Kita percaya, terus sekarang gimana? Kita bahkan cuma punya waktu sedikit. Ini mustahil!". Erang Dyo frustasi. Ia terus saja menggebrak meja didepan kami.
"Ayolah! Gak ada sesuatu yang terlalu terlambat untuk dicoba. Walaupun kemungkinan besar akan gagal, tapi seenggaknya kita udah mencoba".
Aku sendiri sebenarnya tak yakin dengan rencana ini, apakah yang kulakukan ini benar atau tidak. Aku sendiri tidak percaya diri tentang argumen yang masih semu ini.
"Ya tuhan! Apa ini waktu yang tepat untuk bereksperimen?! taruhannya berat Viny!". Kak Yona mulai memakiku.
"Tapi, lebih baik mencoba lalu gagal, dari pada gak sama sekali kan?". Aku berdalih.
"Oke, terus sekarang apa rencana kamu?". Tanya Kak Yona serius. Aku tau dia bilang begitu hanya untuk meyakinkan kalau ia mendukungku, agar aku tak berkecil hati terhadapnya. Tapi lihat saja jika nanti ternyata tanah rahasia itu memang benar nyata, pandangannya terhadapku pasti akan berubah drastis.
Aku pun membawa mereka ke gudang belakang rumahku, markasku lebih tepatnya. Aku akan lebih leluasa menjelaskan soal ini ke mereka disana. Dan tentu, ditempat tertutup tak ada orang lain yang bisa mendengarnya.
Dan tanpa membuang waktu, kami segera pergi kesana.
"Eh, Shani? Kamu ngapain?". Aku terkejut dan bingung. Apa yang ia lakukan didepan pintu markasku.
"Nunggu kamu, aku ke rumah kamu tapi ibu kamu bilang kamu lagi pergi. Jadi aku nunggu kamu disini, karena aku tau kamu bakal kesini". Jawabnya santai.
"Aku? Gimana kamu tau kalo aku akan kesini?". Dia mengangguk sambil berdeham.
"Waktu pertama datang kesini, kakek kamu cerita banyak tentang kamu, tanpa sebut nama cucunya. Mungkin dia lupa, tapi aku ingat dia pernah bilang kalo gudang tua ini adalah tempat kesukaan cucunya". Jelasnya. Aku cukup mengerti dengan ini.
"Kamu disini sejak kapan?". Dia beralih pada arloji ditangannya.
"Hm, 3 jam yang lalu".
"Dia siapa Vin?". Tanya Kak Yona.
"Dia Shani, temen aku". Jawabku. Kak Yona mangut mangut saja. Sementara Dyo kelihatannya sedang menyelidik Shani dengan tatapan tajamnya.
"Aku kayak kenal kamu deh...". Gumamnya. Kami semua langsung memperhatikan anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
48 Hours Journey
Fanfiction48 jam penuh perjuangan. 48 jam penuh tantangan. 48 jam penuh pengorbanan. 48 jam penuh petualangan