Di bantu oleh ke enam temannya yang telah sadar, juga pria tua itu, Kinal memapah Jinan yang masih pingsan untuk kembali ke rumah si pria tua. Perjalanan panjang malam ini terpaksa mereka tunda dulu.
Rumah terbesar dari rumah penduduk lainnya, meskipun masih kalah besar dari gudang penyimpan makanan.
Anak itu lantas membaringkan tubuh lemas Jinan diatas kursi rotan yang besar, dilapisi jerami tebal.
Sementara keenam temannya langsung menghempas diri ke lantai dengan wajah kotor penuh peluh. Malam yang sangat berat, pikirnya.
Pria tua tadi keluar dari tirai-tirai bambu, dengan nampan berisi gelas-gelas baja.
"Silakan diminum, ini akan membuat kalian merasa baikan".
Isi gelas itu adalah air biasa, sedikit berwarna kehijauan. Jumlahnya pas dengan mereka yang ada tujuh orang, Kinal jadi yang pertama meminumnya, dia pasti kehausan.
"Ini... Enak sekali. Menyegarkan". Dia bergumam, matanya mengamati gelas yang sisa airnya tinggal sedikit.
"Sangat jelas. Ramuan itu kami dapat dari Demifaun, kamu salah satu dari mereka pasti tidak asing dengan minuman itu". Kata si pria tua sambil tersenyum.
Ke enam temannya lantas mengikuti, bahkan menenggak minuman itu hingga habis.
"Siapa kamu sebenarnya?". Viny bertanya.
Si pria tua itu terkekeh pelan, menertawakan kebodohannya sendiri. "Ah, maafkan lelaki tua yang tidak sopan ini. Aku bahkan belum memperkenalkan diriku pada tamu-tamuku ini".
"Namaku Taft, aku pemimpin Bangsa Erimos ini". Pria tua itu dengan gagah menjabati satu-per satu tangan tamunya.
"Kini giliranku yang bertanya, siapa kalian sebenarnya?".
Viny diam sementara, saling beradu tatap dengan ke enam temannya. Lalu sepakat mengangguk, Taft orang yang baik, pikirnya.
"Kami berasal dari Veda, diutus kesini untuk mencari hira aruna".
Taft sedikit terkejut, namun segera bersikap biasa. Tatapannya menelisik satu-persatu gurat wajah anak-anak ini.
Dia diam cukup lama, hingga anak-anak itu menatapnya kebingungan, matanya memicing tajam.
"Mereka temanku Taft, mereka baik". Jinan segera berkata, ia telah sadar dari pingsannya. Namun tenaganya belum terkumpul penuh.
Dengan dibantu Dyo dan Shani ia mencoba duduk.
"Baiklah, tak ada kebohongan dalam gurat wajahmu gadis muda. Aku percaya itu". Taft berkata pada Viny, anak itu menghela nafas lega.
Pria tua itu lantas segera bangkit dari duduknya, mengajak ke enam tamunya, beserta Jinan untuk mengikutinya.
Sampai lah mereka di bagian terbelakang rumah, ruang besar yang diisi banyak sekali barang barang yang terbuat dari baja kuat.
Satu tuas baja paling kanan ia tarik dengan kuat, hingga seperempat bagian dinding polos ruangan terbuka. Membentuk pintu lebar setinggi orang dewasa, lorongnya disetapaki oleh anak tangga.
Ruang bawah tanah rahasia.
Dibawah sangat gelap, namun tak bertahan lama, begitu Taft menginjakan kakinya pada anak tangga kedua lorong itu langsung diterangi cahaya lampu pada langit-langit. Tak begitu terang, namun temaram, tapi cukup untuk menuntun langkah mereka agar aman.
Anak-anak itu mengekorinya dari belakang, satu per satu tanpa suara. Tak lama mereka sampai di ruang bawah tanah, ruang yang tak sebesar ruangan atas namun cukup untuk menampung mereka semua hingga tak perlu berdesakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
48 Hours Journey
Fanfiction48 jam penuh perjuangan. 48 jam penuh tantangan. 48 jam penuh pengorbanan. 48 jam penuh petualangan