7

711 93 3
                                    

Viny POV

Disitu dia rupanya.

Aku sudah mencarinya sejak tadi, diantara kumpulan orang orang yang begitu banyak. Dengan riuhnya suasana sekarang, ia memilih duduk dipinggir lapangan sambil minum jus semangka sendirian.

Aku pun berjalan mengendap-endap dari belakang, berusaha untuk tak menimbulkan suara, barang sedikit pun. Setelah sampai dibelakangnya pun ia tak menyadari kehadiranku.

Aku lalu berjongkok dibelakangnya dan dengan cepat menutup kedua matanya dengan tanganku. Ia diam saja, tak berontak, walaupun tadi agak sedikit terkejut.

"Kak Viny...". Desisnya. Dia tau aku.

Aku lalu melepas tanganku dari wajahnya, lalu duduk disebelahnya tanpa permisi.

"Kok tau?".

"Ketebak".

"Oh ya?".

"Lain kali jangan terlalu deket dengan tubuhku. Wangi badan kamu itu aku udah hafal". Katanya.

"Yah.. Kalo gitu tadi aku harusnya tutup hidung kamu". Kataku sambil mencubit gemas hidungnya itu.

Aku lalu mengecek jam tangan disaku bajuku. Waktunya tinggal 15 menit lagi.

"Ayo ikut aku!".

Aku langsung menarik tangannya tanpa permisi. Menimbulkan tanya besar dibenaknya.

"Kita mau kemana?". Tanya Shani terheran heran dengan kelakuanku. Aku tak menjawab dan semakin mempercepat langkah. Bisa sia sia kalau terlambat.

"Aku punya kejutan untuk kamu". Kataku sebelum kami naik.

Kami sampai dipohon yang super tinggi ini lagi, kali ini tanpa Yupi. Aku mengajaknya naik keatas, dan gadis ini dengan polosnya mengikutiku saja. Walaupun banyak tanya, tapi dia tetap mengikuti aku.

"Kita mau kemana sih?".

"Ikut aku aja".

"Kalo kamu culik aku gimana?".

"Gak mungkin lah".

"Mungkin aja".

"Tapi kamu seneng kan aku culik?".

"Gak".

"Iya".

"Enggak!".

"Iyaa...".

"Gak Kak Viny!".

"Iya Shani...".

"Terserah kamu deh. Nyebelin". Umpatnya sebal. Aku terkekeh, melihat gaya marahnya yang lucu.

Kami pun akhirnya sampai diatas, kami belum terlambat. Masih ada tiga menit lagi. Aku duduk di dahan tempatku dan Yupi duduk tadi, bedanya aku tak bersama Yupi lagi. Gadis manis lugu ini yang ada disebelahku sekarang. Mulutnya sedang menganga dengan tatap mata nanar menatap bulan purnama yang begitu besarnya.

Aku tersenyum melihatnya.

"Bagus banget kak...". Lirihnya.

"Iya memang".

"Kamu tau tempat ini dari mana?".

"Ada aja. Rahasia". Shani tak mempedulikannya. Biasanya ia akan kepo luar biasa jika aku bicara soal rahasia.

"Ini kejutan yang kamu maksud?".

Aku menggeleng sambil tersenyum jahil. Aku senang membuatnya merasa penasaran.

"Bukan? Terus apa?".

"Kamu harus tunggu kalo mau tau". Kataku. Aku kembali melihat arloji-ku. Sedikit lagi.

48 Hours JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang