Gemuruh suara jeritan-jeritan manusia menggema di suatu tempat. Kepanikan, ketakutan, kecemasan serta kericuhan terbendung di setiap sisi dan sudutnya. Kilatan-kilatan cahaya yang terlihat seakan memaksa keadaan untuk berubah menjadi kelam. Selimut abuabu yang membentang menambah dukungan bagi sebuah transportasi untuk goyah tak menentu. Di dalamnya, seorang gadis pasrah akan apa yang terjadi pada dirinya kelak.
Ketakutan yang terkumpul pada hati dan jiwanya tidak dapat ia tameng kembali, sehingga buliran air mata mengalir pada pipinya. Inikah akhir dari segalanya? Ia tersenyum kecut memikirkan suatu kejadian yang hanya menghitung detik akan terjadi. Dalam suasana yang sangat genting itu, seorang pemuda dengan rasa cemas dan ketakutan yang sama menghampiri gadis itu yang sedang mencoba untuk tenang di tengah-tengah jeritan dan tangisan manusia di sekitarnya. Pemuda itu dengan tanggap memeluk sang gadis, sehingga gadis itu terkejut saat mengetahui siapa pemuda yang mendekapnya erat itu.
"Kakak! Kenapa ada di sini?" sahut gadis itu lalu melepas pelukan pemuda tersebut begitu saja.
"Aku sengaja mengikutimu! Aku tidak ingin kau pergi!"
"Kakak! Apa kau sadar? Kau gila! Pesawat ini akan jatuh! Aku tak ingin terjadi apa-apa denganmu!" seru sang gadis disela-sela isakan tangisnya. Lalu pemuda itu kembali memeluknya dan berkata, "Kalau memang harus mati. Kita mati bersama. Aku tidak ingin jauh-jauh darimu!"
"Tidak! Biar aku saja yang mati. Kau harus hidup! Kau harus hidup! Kau masih punya orang tua dan adik yang sayang padamu! Sedangkan aku? A...a...aku hanya sebatang kara!"
"Cukup! Aku tidak mau mendengarnya!"
Perdebatan itu terjadi diantara kepanikan orang-orang. Tiba-tiba dengan gesit pesawat yang mereka tumpangi bergerak oleng, kehilangan kendali. Pemuda itu terhempas dari sang gadis, terjatuh, punggungnya terbentur oleh salah satu kursi dengan sangat keras.
"Kak!" jerit gadis itu. Ketika ia berusaha untuk menghampiri kekasihnya, pesawat itu benar-benar sudah tak bisa dikendalikan lagi. Dari ketinggian yang sangat sulit untuk diperkirakan, pesawat itu terjatuh bersama awak dan penumpang-penumpangnya.
(***)
"TIDAKKKK!!" Dengan wajah pusat pasi, keringat yang membasahinya, desahan nafas yang tak teratur, Jiwon terbangun dari pingsannya. Tak terasa tetesan bulir-bulir air mata jatuh menimpa pipinya. Ia menangis, mengingat mimpi buruk yang dialaminya beberapa saat lalu. Sesekali ia menyentuh kepalanya yang masih terasa sakit. Lalu ia beranjak dan bersender pada penopang tempat tidur di belakangnya.
"Kau kenapa? Apa yang terjadi?" tanya seseorang yang dengan setia menemani gadis itu yang sibuk dengan album foto yang berada di pangkuannya.
"Kenapa menangis?" tanyanya yang kini mencoba menyeka air mata yang mengalir pada pipi gadis itu. Jiwon diam, tak membalas perkataan seseorang tadi.
"Apa kau baik-baik saja?" pertanyaan lain muncul.
"Ta... takut! Aku takut Sehun!" rintih gadis itu sembari mencengkeram selimut dengan begitu erat. "Pesawat! Jeritan! Kepanikan! Tidak! Semuanya terasa begitu nyata," lanjutnya dengan tatapan kosong seolah ia berada di dunia fana.
"Mimpi buruk? Tenanglah! Jangan khawatir!" ucap Sehun yang kini mencoba menenangkan gadis itu. Ia memeluk gadis itu dengan rasa cemas terpaut pada wajahnya. Ia mengelus rambut sang gadis dengan lembut dan rasa sayangnya.
"Sudahlah, berhenti menangis. Itu hanya mimpi. Dan mimpi itu adalah bunga tidur," ucapnya begitu lembut.
Gadis itu melepaskan diri dari pelukan Sehun. Dia berkata dengan parau, "Mimpi itu sungguh nyata Sehun!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Heart Mind and Soul (Sehun Exo)
Fiksi PenggemarJiwon tersadar dalam keadaan tak ingat apa-apa. Bisa dikatakan ia mengalami amnesia. Ia tak ingat segalanya, keluarganya, teman-temannya, bahkan kekasih yang setia selama hidupnya ia tak mengingatnya. Sebuah sosok yang bersinar menghampirinya dan i...