Melibatkan Allah

4.8K 329 3
                                    

Layu? Ya memang layu. Kenapa? Karena hati perempuan mudah layu. Tidakkah kau sadar saat kau membual, merayuan. Maka, saat itu kau mematahkannya. Berucap, bergumam, membuallah sesukamu! Asal jangan kau berani menyentuhnya. Hati seorang yang tak kau niatkan tuk berlari bersama. Berlari mengejar cinta, berlari mengejar kasih, berlari mengejar rindu. Andai kau tahu, Cinta itu milik siapa? Aku bersumpah atas nama Pemilik Cinta. Pasti, kau tak kan berani berucap, membual bahkan merayu. Simpan rayumu, rayulah Dia. Ucapkanlah jutaan rayu hanya pada-Nya. Ucapkanlah ribuan kata cintamu hanya pada-Nya. Tidak. Ya, kau tidak tahu. Betapa Dia mencintaimu. Simpan saja cintamu untuk-Nya. Namun, ku tunggu kau hingga Dia ridho. Hingga Dia suka, hingga memercikan cinta-Nya diantara kita.

Baru saja Kiya menulis dalam buku hariannya, mata kuliahnya hari ini selesai. Selama jam pelajaran tadi ia tak memperhatikan apa yang disampaikan dosennya, ia sibuk sendiri dengan buku hariannya itu.

Langkah Kiya gontai saat berjalan keluar kelas, Minna yang memperhatikan gerak-gerik janggal gadis berjilbab biru laut itu pun lekas menghampirinya. Sial, pertemuannya dengan Mas Rama dua hari lalu benar-benar kembali mengoyak pertahanannya. Terlebih setelah itu Mas Rama kembali mendatangi apartemennya dan memaksa masuk, katanya ada hal penting yang ingin Mas Rama bicarakan padanya. Entah apa atau mungkin hanya bohong Mas Rama saja. Namun Kiya sama sekali tak memberi Mas Rama kesempatan untuk masuk. Mengharapkan cinta pria itu saja sudah membuat Kiya merasa menjadi perempuan paling hina di dunia, apalagi harus memberi Mas Rama kesempatan untuk mendekatinya.

"Kau kenapa, Kiya?" Minna menyentuh bahu Kiya lembut.

"Ah, Minna. A-aku baik-baik saja." Jawab Kiya sembari menyingsingkan ujung bibirnya.

"Kau pucat sekali. Kita ke dokter ya."

"Tidak. Aku hanya lelah, aku ingin pulang."

"Ya sudah, biar Goerge mengantarmu. Ku telpon dia dulu." Minna merogoh ponsel dari tas ranselnya, ia menelpon pacarnya, Goerge. Selang beberapa menit Goerge pun datang.

"Kau kenapa, Kiya?" tanya Goerge panik. Ya, meski Kiya dan Goerge belum lama mengenal tapi kami sudah akrab. Goerge menganggap Kiya adalah orang yang baik, makanya ia menganggap Kiya sahabat.

"Aku tak sebaik yang kau kira Goerge, mana ada perempuan baik yang mengharapkan cinta dari suami orang." Batin Kiya selalu berkata begitu setiap George memuji kebaikannya.

Goerge adalah mahasiswa S2 kedokteran, ia bukan orang belanda. Goerge adalah mahasiswa asal Inggris. Goerge juga salah satu orang yang tidak mempermasalahkan keislaman Kiya di negeri ini, meski ia bukan muslim. Menurutnya, umat muslim memiliki daya tarik tersendiri untuk bisa membuatnya merasa nyaman di dekat umat muslim. Ia pernah memiliki kisah cinta dengan seorang gadis muslim asal Turki yang menjadi teman kuliahnya di UK dulu, gadis itu cinta pertamanya. Namun naas, gadis itu menolaknya karena perbedaan di antara mereka. Tapi Goerge sekarang sudah memiliki pelabuhan hatinya, Minna.

"I'm ok, Goerge." Bohong Kiya

"Ok bagaimana? Kau pucat sekali begitu." Bentak Goerge.

"Lebih baik kita bawa Kiya ke rumah sakit, sayang." Ujar Minna.

"Tidak u..." Tiba-tiba kepala Kiya terasa begitu pening, pandangannya pun mulai buram lalu sepersekian detik kemudian semuanya menjadi gelap.

-o0o-

"Aku di mana, Minna?" tanya Kiya lemah setelah susah payah ia mengatur cahaya yang masuk ke dalam kornea matanya.

Kiya memutar bola matanya, ia sedang berada di ruangan dengan langit-langit berwarna putih. Ini bukan kamar apartemennya, karena kamar apartemennya tidak ada vas bunga bergambar bunga tulip seperti yang terletak di nakas samping ranjang.

Kiya merasakan nyeri di tangan kiriku. Saat ia menengok, jarum infus tertancap kokoh di sana.

"Aku kenapa? Bagaimana bisa aku di tempat ini, perasaan tadi aku sedang berada di kampus bersama Minna dan Goerge." Batin Kiya.

"Kenapa kau melakukan ini, Kiya?" tanya Minna denga suara parau, air mata menggenang di pelupuk matanyam, seberntar lagi genangan itu siap terjun membasahi pipinya.

"A-apa maksudmu, Minna?"

"Aku merasa menjadi teman sekaligus orang terbodoh. Bagimana bisa aku hampir dua puluh empat ja bersamamu tapi tak tahu apa yang sedang terjadi padamu. Kenapa kau melakukan ini, Kiya? Apa yang membuatmu seperti ini. Kau kira kau manusia super hah? Dua hari kau tidak makan dan tidak minum. Kau benar-benar gila, Kiya." Omel Minna sembari mengusap pipinya yang basah oleh air mata.

Kiya tak menjawab, ia pun sadar, tindakanku begitu konyol dan bodoh. Tapi memang begitu adanya, semua makanan menjadi menjijikan baginya saat bayangan tentang pria itu kembali bertengger manis di kepalanya.

"Kau sudah bangun, Kiya?" teriak Goerge girang yang baru saja masuk ke dalam ruang rawat Kiya bersama seorang pria berjas putih. Goerge dan pria itu tersenyum ramah.

"Lain kali jangan bertindak bodoh seperti ini. Apa kau ingin diet? Hei Kiya, tubuhmu itu sudah sekurus lidi." Canda Goerge, kemudian ia tertawa begitu juga dengan pria berjas putih itu.

Huh, kalian semua tak tahu apa yang sebenarnya menimpa Kiya. Jika kalian berada pada posisinya, mungkin kalian akan berbuat hal bodoh ini juga. Menganggap semua makanan nikmat nan lezat menjadi setumpuk sampah yang sangat menjijikan.

"Saya sudah memberi vitamin untuk anda, Nona Kiya. Saya harap anda meminumnya secara rutin agar kesehatan anda semakin pulih." Pria berjas putih itu angkat bicara. Pandangan Kiya beralih kepadanya. Tu-tunggu, dia? Oh ternyata dia seorang dokter.

"Dank je." Kiya mengangguk.

"Graag gedaan. Baiklah saya permisi, masih ada pasien yang harus saya tangani. Oh iya, Nona Kiya sudah boleh pulang." Katanya, tanpa menunggu respon ia bergegas pergi.

"Terimakasih dokter." Teriak George. Pria itu hanya membalikan badan lalu tersenym ramah.

-o0o-

Jika sudah menyangkut urusan hati, tak pantas jika tidak melibatkan-Nya. Karna Ialah penggenggam hati. Kurang yakin apa pada-Nya? Padahal saat ia mengenggam hati hamba-Nya, Ia tak akan membuatnya kecewa. Kita harus yakin pada-Nya. Allah akan membawa hati hamba-Nya kepada hal yang baik, ya karena Ia tahu apa yang baik untuk kita. Belajarlah menerima ketentuan Allah, Kiya. Yakinlah, pemberian Allah selalu indah mesikpun kau tak menyukainya, Kiya.

"Kiya.." Minna mengampiri Kiya yang sedang duduk di balkon.

"Kiya, kata Goerge ada ini untukmu." Ujar Minna menyodorkan sebucket mawar berwarna peach.

"Goerge bilang ini dari seorang pria yang tak ingin disebutkan identitasnya, tadi pria itu menemui Goerge di depan gedung apartemen."

"Letakkan saja di meja belajar. Aku sudah mengetahui mawar itu dari siapa." Jawab Kiya datar. Tanpa protes, Minna segera meletakkan bucket mawar nan manis itu di atar meja belajar Kiya, bersama bucket mawar yang ia dapat dua hari lalu dari orang yang sama. Manis memang, tapi ia lebih mirip seperti bunga beracun bagi Kiya.

LOVESTRUCK OF THE ROSES [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang