Ik Mis Je

3K 241 2
                                    

Idhul Fitri adalah momen di mana semua keluarga besar berkumpul, silaturahmi dan mencicipi hidangan khas hari raya. Siapapun akan merasa sangat bahagia saat hari kemenangan itu datang. Namun, tidak untuk seorang pria berdarah Bosnia yaitu Drick William Jasim. Momen Idhul Fitri justru mengorek kembali kisah masalalunya, kisah itu memang manis. Namun tidak untuk sekarang, karena seluruh keluarganya telah pergi meninggalkannya, pergi ke sisi-Nya. Drick hanya bisa memutar kenangan itu dalam memori otaknya seorang diri, hanya berteman buliran bening yang mengalir melalui kelopak matanya. Bukan, bukan Drick cengeng. Siapapun boleh menangis bukan?

Drick tak segera kembali ke Amsterdam, ia memilih singgah sebentar di rumah peninggalan almarhum pamannya di Leiden yang juga menjadi tempat tinggalnya selama di Leiden.

Drick menyandarkan tubuhnya di sofa rumahnya. Matanya terpejam sejenak. Wajah-wajah orang terkasihnya kembali terngiang di pikirannya. Sekali lagi, Drick menangis.

"Apa kalian tahu aku sedih di sini, seorang diri."

"Eid mubarak," gumam Drick lirih.

"Ik mis je mam," kata Drick sembari mengingat wajah ibunya. Seorang wanita cantik berdarah Belanda-Inggris bernama Kate Meryem. Drick ingat betul, sang ibu adalah wanita paling sabar di dunia. Wanita itu tetap tersenyum meski Drick terlampau sering melukai hatinya.

"Ik mis je papa," Drick teringat saat sang ayah mengajarinya mengaji. Almarhum Tuan Mohamad Jasim adalah seorang pria yang santun, lemah lembut dan bijaksana.

"Ik mis je Amina, ik mis je opa en oma, ik mis je oom," derai air mata Drick semakin kencang.

Tak lama kemudian Drick pun tertidur, rasa kantuk dan lelah menyerangnya. Apalagi matanya mulai terasa panas karena banyak menangis.

"Drick, kau sedang apa nak?" tanya seorang wanita paruh baya menghampiri Drick yang sedang terpejam di atas sofa.

"Bangunlah nak, sudah ku persiapkan makanan kesukaanmu di meja makan. Ayo, pasti kau sudah lapar kan?" ujar wanita itu lagi. Namun sepertinya Drick enggan membuka matanya.

"Drick sayang, kau tak rindu masakan mom, nak?"

"ASTAGHFIRULLAH MOM," teriak Drick histeris. Ternyata ia sedang bermimpi. Mimpi yang kembali membuat air matanya menetes.

Buru-buru Drick pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Drick melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Rupanya sudah masuk waktu dhuhur. Drick pun mengambil air wudhu.

Drick melaksanakan sholat di dalam kamarnya. Setelah selesai sholat dan berdzikir Drick menengadahkan tangannya dan berdoa pada Sang Pencipta.

"Ya Allah, di hari yang fitri ini ku mohon ampunilah dosaku yang sebanyak pasir di bumi ini. Berilaha aku kemudahan untuk menggapai ridho-Mu. Turut sertakan aku berjalan pada jalan orang-orang yang Kau beri nikmat," untuk yang kesekian kalinya Drick menangis.

"Allah, aku adalah hamba-Mu yang hina dan sangat lemah. Saat ini, aku tengah menghadapmu, meminta ampunan padamu," Drick pun bersujud.

"Ampuni aku Allah, ampuni aku, ampuni aku," tangis Drick semakin menjadi. Ia kembali teringat akan dosa-dosanya. Seolah puluhan ember air mata tak akan bisa menebus dosanya.

-o0o-

"Only God knows how much you mean to me," ujar Kiya. Itu adalah lirik lagu kesukaannya. Sebuah lagu dari seorang pria muslim asal Swedia. Lagu itu berjudul Number One, menceritakan tentang kemuliaan seorang ibu.

Kiya ingat kasih sayang yang uminya berikan padanya. Setiap episode yang ia lalui bersama uminya adalah sebuah kado terindah dari Tuhan.

Kiya teringat peristiwa menyakitkan beberapa tahub lalu. Saat itu, Kiya masih tertidur pulas di kamarnya. Tiba-tiba ia mendengar jerit tangis dari beberapa orang dari ruang tamu. Kiya terperanjat dari tidurnya dan bergegas menuruni anak tangga. Rumahnya sudah dipenuhi banyak orang. Kiya tak tahu apa yang orang-orang itu lakukan di rumahnya.

Kiya bertanya pada beberapa orang, namun bukan jawaban yang ia dapat. Malah isakan tangis semakin menjadi. Tiba-tiba pandangan Kiya terpaku pada tubuh yang terbujur kaku terbalut kain batik berwarna cokelat. Tubuh itu sedang dikelilingi banyak orang, lantunan surat yasin menggema di ruangan.

"Umi," pekik Kiya lirih. Air mata dengan derasnya mengalir dari kelopak mata Kiya.

Dul yang menyadari kedatangan adiknya itu segera beranjak dari duduknya dan memeluk adiknya erat.

"Allah cinta sama umi dek," ujar Dul.

"Bang umi bang," ujar Kiya dengan suara parau.

"Doakan saja ya, umi sudah tenang di sana," Dul mengeratkan pelukannya pada Kiya.

"DOOOOOOOOOOR,"
"Ngelamunin apa sih? Loh, eh kok, Kiya, lho kok nangis? Kenapa?" ujar Kayla panik. Sebenarnya ia ingin mengagetkan Kiya, ia geram sedari tadi Kiya hanya melamun. Tapi malah dirinya sendiri yang terkejut melihat kondisi Kiya.

"Ingat umi, aku rindu," jawab Kiya segera memeluk Kayla.

"Kiya, doakan saja umimu ya. Doa anak shaliha sepertimu akan menolong umimu," nasihat Kayla sembari mengusap pucuk kepala adik iparnya itu.

Memang benar, tak ada lagi yang bisa kita berikan pada orangtua yang sudah meninggal selain doa. Pernah tidak merasakan kehilangan orangtua? Itu lebih menyakitkan daripada kehilangan harta berharga di dunia ini. Karena orangtua adalah harta yang paling berharga. Saat musim dingin datang, ia menghangatkan. Saat musim panas melanda, ia menyejukkan. Itulah orangtua.

Selasa, 20 Juni 2017
Assalamualaikum, jangan lupa vote and comment ya teman-teman. Makasih yang sudah mampir. Kripik, eh kritik hehehe. Kritik dan saran dari kalian amat saya tunggu.

Dank je!

LOVESTRUCK OF THE ROSES [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang