17# Erland

27 3 6
                                    

"Ibu...

Kembali gue dengar teriakan Mbak Surti.

"Sepertinya terjadi sesuatu di sebelah" ucap Papa yang sudah bangkit berdiri.

"Apa terjadi sesuatu dengan Rackel? Jangan-jangan dia pingsan lagi, Pa!" ucap Mama cemas. "Ayo, Jio!" Mama mencengkram lalu menarik lengan kanan gue.

Langkah kami terhenti di depan pagar rumah Tata. Gue menoleh ke kanan dan ke kiri. Sepi, sepertinya tidak ada yang mendengar teriakan Mbak Surti tadi selain kami. Wajar saja sebenarnya karena posisi rumah Tata yang berada paling ujung berbatasan langsung dengan tembok tinggi pembatas kompleks. Hanya rumah gue yang paling dekat dan tepat berada di sampingnya. Ada sebuah rumah besar lain di depan rumah kita namun penghuni barunya jarang keluar untuk beradaptasi, entahlah.

"Siapa itu, Pa?" bisik Mama takut sembari memeluk lengan gue.

"Entahlah, Ma. Papa juga nggak tahu" jawab Papa juga dengan berbisik.

Kembali gue menoleh ke dalam halaman rumah Tata. Ada seseorang sedang berdiri beberapa meter dari hadapan Mbak Surti. Walau posisi Mbak Surti sedikit jauh dari tempat gue berdiri, tapi gue masih bisa melihat Mbak Surti menatap ke arah seseorang itu dengan raut takut-takut. Gue perhatikan lebih teliti seseorang itu, dari posturnya sepertinya seorang wanita dengan rambut sangat berantakan, pakaian terlihat lusuh dan kotor. Apa itu seorang pengemis? Atau... orang gila? Lalu kemana satpam di depan? Kenapa dia bisa lolos dan sampai masuk kemari?

"Astaga..astaga, Ayah..!" jerit Tante Rackel yang tiba-tiba muncul dari ambang pintu sembari membekap mulutnya sendiri. Matanya tampak menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kami pun segera masuk ke halaman rumah, ingin melihat lebih jelas.

Gue perhatikan seseorang yang berpenampilan berantakan itu dari samping. Meski lusuh tapi apa yang dipakainya ini bukanlah barang-barang murah dan entah mengapa mengingatkan gue pada seseorang. Pakaian ini...

Srekkk. Gesekan yang terjadi antara lengan gue dan lengan Mama membuat gue menoleh ke samping. Mama bergerak, terus maju mendekatinya dan mencoba mencari tahu siapa wanita yang terlihat sangat berantakan itu.

"Astaga!" ucap Mama lalu membekap mulutnya sendiri. Wanita itu menoleh ke arah samping membuat mata gue melotot tak percaya. 

Bagaimana mungkin? 

Dia masih hidup?

Atau... ini arwahnya? 

Gue menatap ke arah bawah. Mengerjap beberapa kali untuk meyakinkan penglihatan gue dan ternyata kaki itu menapak tanah...benar-benar menapak di tanah. Kembali gue perhatikan dia yang kini menatap satu persatu dari kami dengan raut bingung.

"Apa itu hantu Mbak Tata, Bu?" ucap Mbak Surti masih takut. 

Gue perhatikan mata wanita itu melotot lalu menoleh ke kanan dan ke kiri lalu ke belakangnya. "Mana, Mbak?" ucapnya kemudian dengan nada yang terdengar takut pula.

Mungkinkah ini memang dia? Tapi melihat responnya tadi setelah mendengar perkataan Mbak Surti, sepertinya memang dia. Tata juga sangat takut bila mendengar hal-hal gaib.

"Semuanya pada kenapa sih? Kok lihatin Tata gitu banget?" ucapnya heran.

"Loe beneran Tata" Gue maju lalu menoel lengannya.

"Ya iya lah, bego!. Nih gue, Tata, siapa lagi?" ucapnya kesal.

'Bego' 

Nggak ada yang memanggil gue seperti itu kecuali dia.

Gue menatapnya dari atas kepala hingga kaki untuk sekali lagi memastikan penglihatan gue tidak bermasalah. Gue cubit kedua pipinya hingga dia mengaduh kesakitan. Penglihatan gue perlahan menjadi kabur karena bulir air yang muncul menutupi saat sadar ini semua bukan cuma khayalan gue saja. Gue cengkram lengannya membuat dia menatap gue heran dan tak lama gue pun memeluk tubuhnya erat, muncul senyum bahagia di wajah gue, senyum syukur, bersyukur kepada Tuhan karena telah mengirim dia kembali. Belum puas rasanya gue melepas rindu tapi dia malah berusaha melepaskan pelukan gue dengan memukul-mukul bahu gue.

CEBO 'Can You Feel Me'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang