5 #Orlita

45 5 1
                                    

"Loe mau bicara apa sama gue, Ta. Sampai-sampai ngajak gue ke taman ini?" tanya Jio yang kemudian duduk di salah satu ayunan.

Gue pun berjalan mendekat dan duduk di ayunan di sebelahnya. Mata gue takjub melihat taman yang dulu sering kami datangi saat masih di taman kanak-kanak. 

"Loe pernah kangen nggak dengan taman ini?" Sengaja gue jeda kalimat gue untuk melihat reaksi Jio. "Gue sering" jawab gue sendiri. "Gue suka kangen masa-masa kita waktu masih TK. Bunda suka sekali membawa kita untuk bermain di sini. Loe ingat nggak?" 

Gue melihat Jio mengangguk sambil tersenyum menatap sekitar dan gue pun melanjutkan perkataan gue. 

"Di sini pertama kali gue sadar, gue mulai menyukai seseorang melebihi sebuah kata teman" ucap gue menerawang.

"Maksud loe?" tanya Jio yang membuat gue tersenyum lalu menatapnya.

"Jadi, di sini pertama kali gue...bisa dibilang mulai jatuh cinta pada seseorang" jelas gue masih menatapnya.

"Siapa?" tanya Jio sepertinya ingin tahu.

"Ada. Tapi sayangnya dia sepertinya cuma menganggap gue sahabat baiknya aja. Andai dia tahu dari dulu sampai detik ini perasaan gue nggak pernah berubah sama dia. Andai dia juga tahu gue rela berubah menjadi wanita seperti yang dia mau. Gue seperti sekarang, itu semua demi dia. Supaya dia juga menoleh pada gue. Supaya yang lain juga beranggapan gue dan dia serasi." jelas gue yang ingin sekali Jio menyadari sesuatu.

"Loe jangan terus mengharap, Ta. Kalau loe mau, loe berusaha perjuangin. Urusan nanti loe sama dia atau nggak serahin sama takdir. Dan loe juga jangan terus tergantung dengan pemikiran orang lain. Percaya sama diri loe sendiri. Apa loe pernah utarain perasaan loe?" tanya Jio yang tiba-tiba membuat gue menitikkan air mata.

Jio mendekat lalu menghapus jejak air mata gue membuat gue menatapnya sendu. 

"Loe kenapa nangis?"

Ini karena loe, Jio. Karena loe nggak pernah sadar dengan keberadaan gue.

Gue menggeleng. Dan keadaan menjadi hening sejenak.

"Oh...jadi ini yang mau loe bicarain sama gue. Ceritanya loe mau curhat" ucap Jio yang telah kembali duduk di ayunannya tadi. 

"Ya" jawab gue lalu menatap beberapa anak yang bermain pasir tak jauh dari kami. Lalu gue tersenyum sebelum akhirnya berkata lagi. "Andai waktu dapat kembali, gue mau kembali jadi seperti mereka, tenang, nggak ada beban, yang terpikir hanya bersenang-senang" 

"Kenapa seolah-olah loe nyesel sudah jadi dewasa, Ta. Padahal dulu loe sering banget bilang ingin cepat besar, biar nggak disuruh sekolah dan belajar terus" ucap Jio yang berusaha mengingatkan gue.

"Ya, dulu gue kira klo gue sudah dewasa, gue akan terbebas dari kata belajar. Nggak tahunya belajar di saat dewasa itu jauh lebih sulit dari hanya sekedar matematika" ucap gue ngawur lalu tersenyum sendiri.

"Loe aneh, Ta. Udah yuk, kita pulang. Mau hujan nih" ucap Jio 

Gue pun menatap langit yang telah mendung dan perlahan menadahkan tangan gue, menampung titik-titik air yang perlahan turun. Tak gue hiraukan panggilan Jio yang meminta gue untuk segera berteduh. Gue terlalu asik dengan air yang bisa menutupi air mata gue saat ini. Tanpa sadar gue sudah menari-nari ala gue, berputar ke kanan ke kiri sembari menadahkan tangan gue ke langit.

Ya Allah, terima kasih. Setidaknya ini bisa jadi penghibur hamba sekarang. Dan bila hamba boleh meminta, tolong bukakanlah pintu hati Jio untuk hamba-Mu ini suatu saat nanti. Amin.

Gue melihat Jio berjalan mendekati gue dengan bertudungkan jaketnya. Saat ia sudah tepat di hadapan, segera gue tarik pelindungnya itu agar ia juga bisa basah sempurna oleh air hujan seperti gue. Gue lempar sembarang jaketnya yang membuat dia kesal.

CEBO 'Can You Feel Me'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang