9 #Orlita

47 6 2
                                    


Bete gue di rumah sendirian. Ayah ke luar kota. Bunda lagi bantuin temennya untuk merekrut member baru. Tadinya bunda ngajak gue juga tapi segera gue tolak. Yang ada ntar di sana orang-orang sibuknya memperhatikan gue bukannya menyimak seminar mengenai produk yang ingin dipromosikan.

Matahari baru beberapa derajat menyingsing ke barat. Dan gue sedang duduk di balkon sendirian, memandangi jalan yang juga sedang sepi. Orang-orang jam segini juga pasti masih kerja, anak-anak masih di sekolah dan para asisten rumah tangga sedang istirahat sembari nonton film India.

Gue sapu pandangan gue ke seluruh sisi kamar. Pandangan gue terhenti pada sebuah gitar di atas lemari. Sudah lama juga gue nggak memainkan gitar itu. Gue pun segera beranjak menjangkau benda itu dan setelahnya mengecek senarnya sembari berjalan kembali ke balkon. Mulai memetik gitar itu dan bernyanyi sendiri. Gumaman tak jelas dan petikan dengan kunci alakadarnya.

Bosan sendiri setelah lama memetik gitar dan bernyanyi beberapa lagu, gue pun menjangkau handphone yang bergetar di ubin. Sebuah pesan grup masuk melalui Line. Grup nongkrong SMA gue. Mereka mengajak ketemuan dan ngumpul bareng di sebuah cafe yang menyediakan panggung musik.

"Daripada bete sendirian di rumah mending ikut gabung deh. Sudah lama juga gue nggak ikut nongkrong sama mereka"

*** ***

Gue berjalan ke arah kasir lalu memesan minuman. Menunjuk meja nomor 12, tempat teman-teman gue sedang asik mengobrol. Lalu tersenyum ramah pada penjaga kasir yang cantik itu setelah ia mengangguk, menandakan ia tahu kemana nanti harus mengantarkan pesanan gue barusan. Gue kembali melangkah masuk mendekati teman-teman gue yang sepertinya belum menyadari kehadiran gue. Maklumlah, gue sedikit menutupi identitas gue saat ini. Penyamaran.

"Hai...guys..." sapa gue sembari meletakkan kedua tangan di atas meja. Semua menoleh kepada gue dengan tampang heran. Gue pun segera membuka topi dan kacamata minus bohongan gue.

"Wiiiihhh...guys. Coba lihat siapa ini?" celetuk Nana, temen sebangku gue di SMA saat kelas XII.

"Sedang free, Jeng?" sapa Intan si dempul.

"Muka loe masih aja penuh dempul ya, Jeng?" balas gue lalu nyengir.

"Sialan loe!" ucapnya lalu memberengut.

"Percuma loe dandan cantik tapi muka ditekuk gitu"

Gue pun akhirnya duduk di sebelahnya lalu menyenggol-nyenggol bahunya. Membuat wajahnya semakin cemberut tapi beberapa detik kemudian tak mampu menahan tawanya.

"Ah...susah marah sama loe, Jeng" omelnya pada dirinya sendiri.

"Kalau susah nggak usah loe lakuin, Jeng. Ntar jadi bego seperti Erland" ucap gue cuek.

"Loe sendirian aja, Ta. Erland mana?" tanya Rudi yang merupakan teman sekelas Erland di kelas XII.

Gue hanya mengangkat bahu gue, malas. Salah gue juga sih tadi kenapa pakai acara sebut nama dia segala.

"Lah, emang tadi dia nggak di rumah?" tanya Intan.

"Nggak tahu. Gue nggak peduli" ucap gue cuek lalu menyeruput minuman gue yang baru beberapa detik mendarat di meja.

"Nggak peduli tapi diperhatiin terus" goda Nana.

"Please deh, Na. Siapa juga yang perhatiin dia. Lagian gue nggak mau ntar ceweknya ngamuk-ngamuk sama gue."

"What! Cewek. Sejak kapan dia punya cewek?" tanya Rudi sok drama. Gue hanya membuang muka, malas juga sekarang lihat tampang dia. "Gue kira dia nggak pacaran selama ini karena mau jaga hatinya buat loe" ucapnya lagi yang membuat gue langsung bersemangat untuk meminta penjelasan lebih.

CEBO 'Can You Feel Me'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang