Prolog

3.4K 252 151
                                    

Caitlin memasuki salah satu gedung fakultas yang berdempet dengan Perpustakaan besar di Kampusnya.

Dentuman wedgesnya menggema di lorong abu-abu megah tersebut. Ia berjalan menuju loker yang di dalamnya berisi belasan sticky notes warna-warni, lokernya.

Untuk mahasiswi semester tiga sepertinya, kehidupan kampus yang baru ternyata mampu mebuatnya sedikit kewalahan jika terlalu banyak bersantai dan membuang waktu. Banyak sekali tugas yang datang setiap harinya. Belum lagi, perihal Dosen yang seenaknya ganti jam.

Caitlin kembali berkutat di depan layar, menyiapkan rancangan untuk tugas dari salah satu mata kuliahnya. Ia mencari sesuatu yang fresh tapi tetap berkelas dan tidak terkesan receh. Keningnya beberapa kali berkerut, menimbang setiap kelebihan dan kekurangan dari ide yang ada di catatan kasarnya.

Saat ini, banyak sekali topik yang bisa ia angkat. Berita gila menyebar dimana-mana. Namun, dari semua berita yang tampil di layar di depannya, matanya tertuju pada satu artikel yang menurutnya terlalu nyentrik.

"Cait, makan siang, yuk!" Suara itu membuyarkan konsentrasinya. Ia menatap ke arah suara, Rara. Teman kelasnya.

Caitlin menatap arloji yang melingkar di tangannya. Waktu berlalu terlalu cepat rasanya. "Duluan aja, Ra. Gue udah makan siang tadi di rumah, nanti paling gue nyusul buat beli camilan," katanya sambil melirik ke arah Rara sekilas.

Rara mengangguk. "Oke, gue sama Arsen duluan, ya. Nanti lo nyusul aja." Caitlin mengangguk mengiyakan membuat Rara bergegas dari tempatnya.

Beberapa saat setelah itu, rancangannya sudah hampir selesai. Ia memutuskan untuk ke toilet sebelum menemui Rara dan Arsen di Kantin yang berada di ruangan ujung gedung fakultasnya.

Dalam perjalanan menuju toilet, ia terus menerus menghitung jari. "Kira-kira kalo pasang dua tanda di kanan bakal bikin berat sebelah, gak?" Caitlin bermonolog, dengan cicitan kecil yang hanya terdengar olehnya.

Langkahnya terhenti ketika mendengar suara perempuan sedang ... mendesah?

Ia melihat ke arah ruangan khusus staf yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Kedua matanya terbelalak dan dirinya mematung ketika mendapati pemandangan tidak mengenakan dari lubang kunci di depan matanya yang membuatnya bergidik ngeri, dengan sengaja ia menendang pintu ruangan tersebut dan melanjutkan perjalanannya menuju toilet.

Hal tersebut membuat pasangan itu terkejut dan menghentikan aktivitasnya, dasar memalukan.

Caitlin menatap pantulan dirinya di cermin, merapikan anak rambut yang mulai tak beraturan dan sedikit mengganggu pandangannya. Ia mengambil lipbalmnya. Bibirnya terasa kering. Mungkin akibat dari terlalu lama diam di ruangan dengan air conditioner.

Salah satu pintu toilet terbuka, menampilkan wanita berbaju merah yang berjalan anggun dan berjalan ke arahnya, lebih tepatnya ke arah cermin di sebelahnya. Wanita itu memulas lipstick merah menyala di bibirnya.

Sangat kentara jika beberapa jejak lipstick di sekitar bibirnya merupakan bukti cumbuan panasnya yang baru saja diganggu Caitlin.

"Ada banyak cara untuk mendapatkan nilai, salah satunya dengan melakukan pendalaman riset, menyusun rancangan, menulis ide, dan merevisi setelah rampung. Saya rasa itu lebih baik, 'kan? Dibanding memanfaatkan tubuh sebagai point gain."

Wanita berbaju merah itu mengalihkan pandangan ke arah Caitlin. "Oh jadi lo yang sukanya ikut campur urusan orang lain. Kasian, deh. Gue yakin, lo pasti iri karena harus susah-susah dapetin nilai A, sedangkan gue bisa dapet dengan mudah." Wanita itu tersenyum meremehkan ke arah Caitlin.

Caitlin memutar badan, menghadap perempuan itu dan menatapnya lurus. "Raden Ajeng Kartini, lahir tanggal dua puluh satu April tahun seribu delapan ratus tujuh puluh sembilan. Pejuang emansipasi wanita yang menegaskan jika wanita juga butuh pendidikan, supaya tidak mudah dikelabui, dibodohi, dan .... " Caitlin menatap wajah lawan bicaranya yang sedang kebingungan.

"Bisa menggunakan otaknya dengan baik." Caitlin menggelengkan kepalanya, ekspresi wajahnya berubah miris.

"Kasihan, beliau pasti sedih jika melihat masih ada perempuan yang menukar harga diri demi mendapatkan nilai plus." Caitlin menatapnya dengan senyum manis meskipun sangat ucapannya menjurus.

"Lo ...." wanita itu melayangkan tangannya hendak menampar wajah Caitlin, tetapi dengan cekatan Caitlin menahannya.

"Perempuan yang bisanya hanya memoles diri, tetapi wawasan dan attitude pas-pasan. Menyedihkan." Caitlin berdecak, mematap wanita itu dengan tatapan meremehkan.

Membuat wanita itu tersulut emosi. "Lo kenapa, sih? Apa urusannya sama lo? Ini 'kan urusan gue!" Wanita itu berteriak membela diri.

Caitlin berdecih. Dasar perempuan murahan.

"Ya, ada benarnya juga, sih. Harga tubuhmu itu 'kan hakmu, saya hanya ingin memeberi saran, jangan terlalu dijual murah, ya. Percuma cantik kalau otak kosong." Caitlin berujar sembari tersenyum manis.

Wajah wanita itu memerah, ia bergegas meninggalkan Caitlin dengan rasa kesal sekaligus malu yang berkecamuk.

Caitlin membuang nafas kasar, ia mencuci wajahnya dan merapikan pakaiannya. Sejak kapan ia suka mencampuri urusan orang lain begini? Ah, dirinya hilang kendali saat melihat wanita sejenis itu. Ayam Kampus.

Bukannya ia berniat mencampuri urusan pribadi orang lain. Ia hanya tak suka dengan wanita yang memanfaatkan tubuhnya demi kepentingan pribadi dan menyetubuhi suami orang.

Penta Toxic (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang