7. Adnan Bukan Buaya

1.2K 111 54
                                    

"Cait, aku antri dulu, ya. Kamu mau makan apa?" Adnan menatap gadis di hadapannya yang kini sedang asyik membolak-balik daftar menu.

Caitlin mendongak. "Ayam bakar, sama minumnya jus apa aja," ungkapnya.

Adnan mengangguk dan tersenyum. Bergegas mengantri karena di restoran ini menggunakan cara konvensional.

Caitlin menegakkan tubuhnya. Gadis manis ini kini sibuk dengan ponsel di tangannya, membuka laman sosial medianya.

Ponsel Adnan yang bergetar hebat mencuri perhatian Caitlin. Dengan cepat gadis itu mengintip layar ponselnya dan sedikit terkejut ketika menemukan nama Najla terpatri di layarnya.

Ia berusaha tak acuh, ditatapnya kembali layar ponselnya. Ponsel Feradnan masih terus bergetar dan menganggu fokus Caitlin.

Hingga tak lama berselang, kekasihnya itu datang dengan membawa nampan di tangannya. Wajahnya terkejut ketika menemukan nama Najla tertera di ponselnya. Ia menatap Caitlin yang sepertinya sedang asyik dengan ponselnya.

"Dari tadi ngegeter, banyak notif, ya?" Caitlin memancing, ingin melihat reaksi Adnan.

Raut wajah Adnan sangat kentara menunjukkan kegugupan. "Iya, kayanya orang Kantor." Adnan berusaha berkilah. Tangannya mengambil benda pipih itu dari meja, dan mematikan panggilannya.

Anggukan Caitlin membuat Adnan sedikit lega. Gadis itu kini mengambil piring yang berisi ayam bakar kesukannya. Tanpa mempedulikan Adnan yang kini bimbang dan berusaha menebak-nebak.

Adnan memperhatikan layar ponselnya, berbeda dengan Caitlin yang kini asyik makan tanpa mempedulikan apa yang dilihatnya barusan.

"Nan, kenapa gak makan?" tegur Caitlin.

Adnan mendongak dan menyimpan ponselnya. Bibirnya melengkungkan seutas senyum. Diambilnya piring yang berisi makanan yang ada di depannya.

Caitlin menghentikan kunyahannya. Saat rongga mulutnya ia rasa kosong, gadis itu kini serius menatap Adnan yang sedang fokus makan.

"Nan, kasihan ya, anak ayam yang ibunya dijadiin ayam bakar." Caitlin mengerucutkan bibirnya.

Adnan menatapnya dengan terheran, lalu menyelesaikan kunyahannya. "Kenapa memangnya?" herannya.

"Ya, kasihan. Ibunya atau ayahnya aku makan." Caitlin berujar iba.

Adnan tersenyum. "Memang begitu, namanya juga hewan ternak," jelas Adnan.

Caitlin mengangguk. "Tapi daging bebek lebih enak, 'kan?" Caitlin menatap Adnan penuh pertanyaan.

Lelaki itu mengangguk. "Iya, daging bebek itu lebih lembut." Ia tersenyum setelahnya. "Terus, kenapa kamu pesannya ayam bakar? Gak mau coba bebek bakar?" Adnan terkekeh kemudian.

Caitlin menggeleng spontan. "Kasihan. Bebek 'kan setia sama pasangannya. Kalo yang satu dimakan, pasangannya sendirian," ungkap Caitlin. "Kalau nanti bebek jantan nyari betinanya, terus nanti ikutan bunuh diri, kasihan tau." Caitlin bergidik ngeri.

"Kamu ada-ada aja." Adnan tekekeh. "Lagian Cait, yang setia itu angsa, bukan-" belum sempat Adnan selesai bicara, gadis itu menyela.

"Manusia."

Adnan memandangnya tertegun. Di saat bersamaan, Caitlin menyunggingkan senyum sendu. "Terkadang, binatang lebih beradab dibanding manusia. Miris."

"Maksud aku bebek, Cait. Bukan manusia," koreksinya. Caitlin mengangguk paham.

Gadis itu kemudian menatap Adnan serius. "Nan, banyak hewan yang memiliki satu pasangan seumur hidupnya." Caitlin mengerutkan dahi, heran sendiri dengan kalimat yang mampir dipikirannya. "Bahkan, buaya aja yang identik dengan laki-laki yang sukanya baperin sana-sini, aslinya buaya itu hewan yang setia."

Adnan mengangkat alis. "Iya? Aku gak tahu." tanyanya memastikan.

Caitlin mengangguk mantap. "Dalam studi Rockefeller Wildlife Refuge di Louisian selama sepuluh tahun, Rockefeller membuktikan bahwa tujuh puluh persen buaya betina selalu memilih pasangan yang sama setiap kali musim kawin datang."

Caitlin menghentikan sejenak ucapannya. "Buaya sering dijadikan sebagai simbol kesetiaan dan kelanggengan dari sebuah hubungan. Kalau betinanya mati duluan, buaya jantan gak akan kawin lagi atau cari pasangan lain."

Adnan menggaruk tengkuknya. "Itu, artinya kalau pasangan kita meninggal, kita gak boleh nikah lagi?" tanya Adnan seadanya.

Caitlin tergelak. "Kamu ... bukan buaya, Sayang." Akhirnya dengan senyum manis.

Adnan tersedak mendengar pernyataan Caitlin. Sial. Dia kena lagi.

***

Caitlin memasuki pekarangan rumahnya. Waktu masih menunjukkan pukul tiga sore, Evelyn juga sepertinya belum pulang.

Ia bergegas membersihkan diri. Mungkin saja, jika tubuhnya segar maka pikirannya akan ikut dibebaskan dari beban.

Perihal perempuan itu yang beberapa kali melakukan panggilan ke ponsel Adnan, hal itu membuatnya sedikit terusik. Seintens itu komunikasi antara keduanya, ya?

Saat Adnan kembali, sepertinya ia meminta perempuan itu diam. Karena panggilannya terhenti dan Adnan bisa fokus makan.

Atau ... Adnan memblokirnya?

Caitlin menyelesaikan mandinya. Ia memakai pakaiannya dan bergegas mengambil ponselnya.

Benar, Adnan memblokir perempuan itu. Dengan cepat, ia memblokir salah satu orang yang ada di ponselnya asal.

Caitlin kembali mengistirahatkan pikirannya. Terlepas dari semua kemungkinan yang ada, jika perempuan itu bukan siapa-siapa Adnan, seharusnya Adnan tak perlu memblokirnya, 'kan?

Gadis itu memilih untuk pergi ke dapur. Bahaya jika ia khawatir berlebihan, tak baik untuk kesehatannya.

"Ah, tau, deh."

Dengan cepat ia turun ke dapur dan memasak makanan untuk makan malam. Menu malam ini harus banyak sayurannya, dan mengurangi gula.

Ayahnya menderita diabetes. Caitlin ataupun Evelyn bisa berisiko enam kali terkena diabetes. Jadi, harus pandai dalam memilah menu makanan.

Terlebih, kelebihan gula bisa membuat berat badannya naik drastis.

Caitlin menggelengkan kepala. Tak ada yang salah dengan berat badannya yang naik. Hanya saja, ia tak ingin Adnan menemukan celah untuk lebih melirik perempuan itu dibanding dirinya.

"Kan, kan. Dia lagi, 'kan?" Perempuan itu masih menggerutu dan memprotes pemikirannya sendiri.

Jika ia menjaga kecantikannya, itu bukan karena untuk Adnan. Itu harus karena dirinya sendiri.

Caitlin menepuk pipinya sebal. Kenapa pikirannya selalu saja berlabuh pada perempuan itu.

Mungkin, ada baiknya jika ia cari tahu saja sekalian, ya?

Penta Toxic (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang